Arvan mulai mengerjakan soal-soal yang ada di buku kitab fisika milik Clara. Arvan membacanya perlahan untuk memahami apa maksud dari soal tersebut. Ketika ia sudah paham, ia segera memainkan pensilnya di atas kertas.
Clara masih terus memperhatikan Arvan dengan tatapan takjub. Cowok itu seperti tak kebingungan sama sekali. Malah seperti terlihat senang jika berhadapan dengan soal fisika.
Sangat berbeda dengan Clara yang hanya melihat cover buku fisika saja sudah pusing. Apalagi jika membaca soal-soal yang terdapat disana.
"Mau coba kerjain?" tawar Arvan tanpa mengalihkan pandangan dari kertas yang berada di depannya. Jari-jemarinya pun masih menulis hitung-hitungan untuk penyelesaian soal.
"Hah? Enggak, makasih." balas Clara.
"Kalo lo nggak coba, sampe kapanpun juga gak bisa,"
"Lo jago fisika ya?" tanya Clara. Pertanyaan yang akhirnya keluar dari mulut Clara. Sedari tadi sudah Clara pendam.
"Biasa aja." jawab Arvan, masih tanpa mengalihkan pandangan ke arah Clara.
"Kok lo bisa ngerjain ini? Udah hampir setengah malah,"
"Di SMA Antariksa, gue perwakilan olimpiade fisika." jelas Arvan.
"APA?!??!!" ujar Clara terkejut.
"Biasa aja kali. Apaan sih?" balas Arvan.
Kemudian, Clara tertawa terbahak-bahak yang membuat Arvan semakin bingung dengan gadis itu. Aneh.
"Kenapa lo ketawa?" tanya Arvan dengan tatapan aneh.
"Cowok kaya lo? Olimpiade fisika?" ujar Clara lagi dengan tawa yang masih belum usai.
"Gak percaya yaudah."
"Olimpiade tuh kaya Calvin, Adara. Baru deh gue percaya. Kalo modelan lo mah nggak cocok."
"Terus apa cocoknya gue?"
"Olimpiade orang tukang paksa. Cocok tuh,"
Arvan tertawa kecil mendengar jawaban gadis itu, "Apaan sih lo. Gak jelas,"
"Eh, awas ya lo kalo ini salah semua dan hp gue gak bisa balik. Lo pokoknya harus tanggung jawab," ujar Clara.
Tak lama kemudian, Nara membawa nampan berisi dua gelas sirup jeruk dengan sepiring biskuit.
"Tenang aja, Clara. Kalo masalah fisika, Arvan tuh pawangnya." ujar Nara.
"Maksudnya?" tanya Clara tak mengerti.
"Arvan daridulu yang dipercaya buat mewakili sekolahnya di cabang olimpiade fisika. Alhamdulillah selalu menang,"
Clara mematung, ia terdiam. Ternyata, yang diucapkan cowok itu benar adanya bahwa ia adalah anak olimpiade, sama seperti Clara.
"Mengapa hidup gue dikelilingin orang pinter tapi gue sendiri gak bisa pinter?" batin Clara.
Sedangkan Arvan, hanya tersenyum puas dengan penjelasan Bundanya. Jika Bundanya yang berkata pasti Clara percaya. Terlihat juga di raut wajah gadis itu jika ia malu karena sudah menuduh Arvan yang tidak-tidak.
"Gimana Clara? Paham nggak kalo diajarin sama Arvan?" tanya Nara sembari tersenyum ke arah Clara.
Clara menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Clara bingung harus menjawab apa karena daritadi pun, Clara sama sekali tak tau apa yang Arvan kerjakan. Clara bodoamat sekali dengan pelajaran hitung menghitung, toh nanti juga tak ada di kehidupan nyata.
"Ini masih belajar kok, Tante," balas Clara tersenyum kikuk.
Sementara Arvan hanya melirik sebentar ke arah Clara. Kemudian, ia tersenyum kecil melihat wajah gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
CLARA
Подростковая литератураSetelah bertemu kamu, luka terasa lebih ringan - Clara Silviana Dirgantara Clara Silviana Dirgantara, gadis yang awalnya sangat ceria, humble dan nyaris tak pernah melanggar peraturan kini berubah 180°. Itu semua disebabkan oleh kondisi keluarganya...