"Selamat ya, Dar, Cal, lo berdua bener-bener hebat!" ujar Clara takjub.
Saat ini, Clara, Adara, Chelsea, Calvin, dan Arvan tengah berjalan menuju parkiran untuk segera pulang ke rumah. Adara dan Calvin akan bertanding di babak semifinal satu minggu lagi.
"Thank you, Clara-ku!!! Makasih banget lo sama Chelsea udah datang buat support gue. Kedatangan lo berdua itu kaya jadi motivasi tersendiri buat gue!" balas Adara.
"Bisa aja lo, Dar. Tapi gue akuin lo emang hebat. Dari dulu nggak pernah berubah ya otak lo. Masih aja pinter." ujar Chelsea terkekeh.
"Halah baru segitu doang udah bangganya minta ampun. Biasa aja keles! Belum juga dinyatakan menang kan?" celetuk seseorang yang tiba-tiba datang di tengah mereka.
"Kasian ya lo? Lo nggak pernah bahagia ya, makanya lo selalu iri sama kebahagiaan yang dimiliki orang?!" sinis Clara membalas ucapan Bianca.
Bianca merasa tak terima dengan ucapan yang dilontarkan oleh Clara padanya. "Heh ngaca ya lo! Siapa yang iri sama kebahagiaan lo?! Lo sendiri yang iri sama kebahagiaan gue sampai lo ngerebut itu. Lupa lo?!" ujar Bianca tak kalah sinisnya.
"Udah gue bilang berkali-kali kalau Clara nggak ngerebut! Dia cuma kasih tau lo, bego!" sahut Adara yang mulai panas karena ucapan Bianca.
Bianca tertawa sinis, "Kasih tau?! Udahlah, Dar, lo belum tau aja kalau sebenernya Clara tuh BUSUK!" ujar Bianca dengan menekankan kata terakhirnya sambil menatap tajam ke arah Clara.
Clara sudah geram dibuatnya. Tangan Clara sudah gatal untuk menampar mulut nenek sihir seperti Bianca itu. Clara hendak melayangkan tamparannya di pipi Bianca, namun tangan Arvan menahannya. Clara menoleh dan mendapati Arvan yang tengah menatapnya lembut seolah ada makna tersirat disana.
"Jangan lukain tangan lo buat orang yang nggak berguna." ujar Arvan.
Bianca semakin panas dibuatnya, apalagi dengan ucapan Arvan yang tengah menyindirnya secara halus namun menusuk itu.
"Arvan!" panggil seorang laki-laki yang menggunakan kemeja berwarna hitam dengan celana jeans biru.
Arvan menoleh ke sumber suara dan mendapati seseorang yang sangat ia kenal. "Rafa? Lo kok bisa disini?" tanyanya bingung.
"Ahh iya, gue baru sampai di rumah tadi pagi, sekitar pukul 10 lah. Terus gue tanya ke Mama, katanya lo ada disini. Yaudah gue samperin deh," ujar Rafa yang merupakan kakak kandung Arvan itu. Rafa Eldrick Bagaskara merupakan cowok yang saat ini tengah menempuh kuliah di Kota Bandung, tepatnya di ITB. Jarang sekali Rafa pulang ke rumah. Jika cowok itu pulang, berarti ia sedang mendapat libur yang cukup lama.
Rafa melihat ke sekitar, dan dilihatnya wajah teman-teman Arvan secara bergantian.
"Bianca? Adara? Clara? Kalian disini juga?" tanya Rafa terkejut. Lalu, ia menatap ke arah adiknya, "Kalian semua temennya Arvan?" tanyanya lagi.
"Kok lo kenal sama mereka?" tanya Arvan tak kalah bingungnya.
Sementara yang lain masih terdiam. Adara dan Clara sama-sama terkejut akan kehadiran Rafa di tengah-tengah mereka. Yang lebih mengejutkan lagi, mengapa Rafa dan Arvan terlihat begitu akrab?
Rafa terkekeh kecil, "Lo lupa kalau gue alumni Victoria? Gue tau lah sedikit-sedikit tentang adik kelas gue." ujarnya.
Arvan kembali menatap ke arah Clara seperti meminta penjelasan. Namun, yang Arvan tangkap adalah wajah Clara yang sedang gelisah.
"Ra? Lo sakit? Kenapa, Ra?" tanya Arvan pada Clara.
Clara menggeleng singkat.
"Lo siapanya Rafa, Ar?" tanya Adara pada Arvan.
KAMU SEDANG MEMBACA
CLARA
Teen FictionSetelah bertemu kamu, luka terasa lebih ringan - Clara Silviana Dirgantara Clara Silviana Dirgantara, gadis yang awalnya sangat ceria, humble dan nyaris tak pernah melanggar peraturan kini berubah 180°. Itu semua disebabkan oleh kondisi keluarganya...