CHAPTER 23 | DARI SISI IQBAL

503 32 12
                                    

Iqbal tengah bersantai di halaman belakang rumahnya, lebih tepatnya di pinggir kolam renang dengan kedua kakinya yang masuk ke dalam air. Iqbal menyeruput teh hangat yang baru saja ia buat sendiri. Iqbal tengah banyak pikiran, apalagi jika bukan tentang nilai-nilai ulangannya. Banyak sekali nilai merah disana. Hanya satu yang tidak merah, yaitu pendidikan kewarganegaraan. Iqbal sendiri heran mengapa ia cerdas dalam pelajaran PKN tetapi tidak untuk pelajaran yang lain, apalagi jika tentang hitung-hitungan. Nyerah sudahlah.

"Iqbal!" panggil seseorang yang kini berada di dekat pintu yang menghubungkan antara kolam renang dengan ruang keluarga.

Iqbal menoleh ke belakang dan dilihatnya ada kakak perempuannya yang berdiri dengan kedua tangan di pinggang.

Salsa namanya. Salsa saat ini sedang menempuh skripsinya di Universitas Indonesia dalam jurusan pendidikan dokter. Salsa pernah menyarankan Iqbal untuk masuk fakultas yang sama dengannya, namun Iqbal tak mungkin masuk kesana. Yang ada dia malah jadi stress sendiri.

"Apaan?!" tanya Iqbal tak minat.

"Disuruh mama ke supermarket tuh!" ujar Salsa.

Iqbal mengerutkan keningnya, "Kok gua? Lo kan cewek, mending lo yang belanja!"

"Sibuk gue, Bal. Tolongin kek! Yang sopan lo sama kakak!"

Iqbal mendecih, "Sibuk apa sih lo?"

"Film gue belum selesai, Bal! Nanggung banget. Mana lagi seru-serunya!"

Iqbal makin frustasi dibuatnya. "Gara-gara film doang disuruh mama jadi kagak mau lo!" ejek Iqbal.

"Intinya lo mau gak?" tanya Salsa.

"Kalau gue gak mau juga tetep lo paksa kan?!" ujar Iqbal.

Salsa cengengesan, "Emang adik paling berbakti lo. Udah sono samperin mama. Tanya apa aja yang harus dibeli."

Iqbal segera mengubah posisinya menjadi berdiri. "Iya bawel!"

*****

Iqbal baru saja keluar dari supermarket dengan beberapa kantung belanjaanya. Lumayan banyak juga ternyata barang yang ia beli atas permintaan mamanya.

Iqbal memasukkan semua belanjaannya ke dalam mobil. Setelah itu, ia segera masuk ke kursi kemudi. Ketika ia baru saja membuka pintu mobilnya, tiba-tiba matanya menangkap seseorang yang tak asing baginya dari sebrang jalan. Tepatnya di depan sebuah butik.

Iqbal menyipitkan matanya untuk memastikan bahwa yang ia lihat itu benar. Setelah memastikan ternyata memang benar. Itu adalah Clara. Namun, siapa yang membawa Clara? Gerak-geriknya sangat mencurigakan. Iqbal masih terus memantau gerak orang yang membawa Clara itu bahkan sampai Clara dimasukkan ke dalam mobil. Mobil itu bersiap untuk dijalankan. Iqbal tak mau sampai ketinggalan. Ia juga langsung masuk ke kursi kemudi dan mengikuti mobil yang membawa Clara itu.

"Siapa sih orang itu?" Iqbal bicara dengan dirinya sendiri. Kemudian, satu nama terlintas di pikirannya. Arvan.

Iqbal mengambil ponsel yang ia letakkan di dasbor mobilnya. Lalu, ia segera mencari kontak Arvan sambil sesekali matanya melihat ke arah depan untuk memastikan bahwa mobil yang sedang ia ikuti masih berada di depannya.

Setelah berhasil menghubungi Arvan, Iqbal melanjutkan fokusnya untuk mengikuti mobil itu. Tiba-tiba mobil itu belok ke sebuah tempat yang belum pernah Iqbal kunjungi. Lingkungannya terlihat sepi dan banyak rumah berjajar disana. Bangunan rumahnya juga banyak yang menjulang tinggi. Kompleks perumahan sultan. Padahal, Iqbal saja sudah termasuk orang kaya, namun masih saja ada yang lebih kaya darinya.

Tak lama kemudian, mobil yang Iqbal ikuti berhenti di sebuah rumah paling pojok. "Rumah siapa ini?" tanya Iqbal pada dirinya sendiri.

Iqbal telah berjaga-jaga. Ia menjaga jarak mobilnya dengan mobil yang diikuti agar tak ketahuan. Iqbal segera mengirimkan share loc pada Arvan agar cowok itu bisa ke tempatnya sekarang juga.

CLARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang