Ada yang aneh rasanya ketika Clara harus bersama dengan Arvan dalam posisi yang tidak menyenangkan seperti ini. Ada sesuatu di hati Clara yang membuatnya canggung. Padahal, ini bukan pertama kalinya Clara berdua dengan Arvan di dalam mobil, tetapi entah mengapa kali ini rasanya waktu berjalan begitu lambat. Clara ingin segera sampai di rumahnya dan berpisah dengan cowok itu, namun di sisi lain, ia juga masih ingin bersama Arvan. Ahhh, Clara jadi serba salah sendiri.
Arvan sesekali melirik sekilas ke arah Clara yang lebih memilih untuk memandang ke arah kaca jendela. Arvan benci momen seperti ini, dimana Clara harus mendiamkannya. Clara yang biasanya berisik dan suka mengomel kini menjadi diam. Itu bukan type Clara sekali.
"Ra..." panggil Arvan yang membuat Clara membalas dengan deheman singkat.
"Gue ada salah ya sama lo?" tanya Arvan hati-hati.
Clara menoleh ke arah Arvan yang sedang fokus menyetir dengan tatapan bingung. "Gak ada." jawabnya.
"Kalau nggak ada, kenapa lo jauhin gue?"
"Gak ada yang jauhin lo."
"Tapi kenyataannya lo jauhin gue, Ra,"
Clara terdiam. Kali ini ia tak tahu harus menjawab bagaimana lagi karena memang benar sebenarnya jika Arvan tak sepenuhnya salah. Hanya saja Clara ingin menghindar dari semua orang yang ada hubungannya dengan seseorang yang menghancurkan hidupnya di masa lalu. Membuat persahabatannya hancur sampai saat ini.
"Kok diam, Ra?" tanya Arvan lagi.
"Gue capek, Ar." balas Clara beralibi.
Tangan kiri Arvan bergerak untuk mengambil tangan kanan Clara yang membuat Clara terkejut. Clara ingin melepaskan tangan Arvan namun genggaman tangan Arvan semakin kuat yang membuat Clara menghela napasnya pasrah.
"Ar, jangan kaya gini." lirih Clara.
"Kenapa?" tanya Arvan. "Gue nggak mau kalau lo selalu diemin gue, Ra. Jangan kaya gini. Kalau gue ada salah bilang aja biar gue tau."
Clara hanya diam tak menjawab lagi pernyataan Arvan barusan. Ia lebih memilih untuk kembali melihat ke arah jendela. Sedangkan Arvan hanya menghela napas melihat Clara yang masih saja mendiamkannya.
Arvan memutarkan mobilnya ke arah yang berbeda dengan arah rumah Clara. Clara yang awalnya menikmati pemandangan melalui kaca jendela mobil pun kini melotot ke arah Arvan karena Arvan tidak segera mengantarnya ke rumah.
"Lo mau bawa gue kemana? Gue mau pulang!" ujar Clara ketus.
"Gue laper. Temenin gue makan." balas Arvan singkat.
"Ar, tapi--"
"Gue nggak terima penolakan dari lo."
Arvan akhirnya menghentikan mobilnya di sebuah restaurant cukup terkenal di Kota Jakarta. Arvan segera mengajak Clara untuk turun dan makan disana. Sejujurnya Arvan tak begitu lapar, namun ia hanya beralasan agar waktunya dengan Clara tidak segera habis.
"Mau pesan apa, Mas?" tanya pelayanan restaurant yang menghampiri meja Arvan dan Clara.
"Ayam bakar nya dua ya pakai nasi, terus tumis kangkung nya satu, cumi bakarnya satu, gurami bakarnya satu, cap cay nya satu, mie gorengnya satu, terus minumnya jus jeruk 2 ya, Mbak," ujar Arvan menyebutkan semua pesanannya. Clara hanya melongo mendengar seluruh pesanan Arvan. Mereka hanya makan berdua namun mengapa pesanan Arvan begitu banyak?
"Baik. Kami akan siapkan makanannya, silahkan ditunggu." Mbak-mbak pelayan itu pergi meninggalkan meja Clara dan Arvan.
"Lo gila?! Lo mau makan sebanyak itu apa?" tanya Clara kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
CLARA
Teen FictionSetelah bertemu kamu, luka terasa lebih ringan - Clara Silviana Dirgantara Clara Silviana Dirgantara, gadis yang awalnya sangat ceria, humble dan nyaris tak pernah melanggar peraturan kini berubah 180°. Itu semua disebabkan oleh kondisi keluarganya...