Pukul 4 dini hari, Angga baru saja turun dari taxi yang mengantarnya dari bandara menuju ke rumah sakit tempat dimana Clara dirawat. Sejak tadi, pikirannya terpecah belah, antara pekerjaannya yang sedang menumpuk di Surabaya dengan putrinya yang dikabarkan kecelakaan.
Namun, Angga akan tetap mengutamakan Clara. Meskipun ia terlihat cuek pada Clara, sebenarnya ia amat menyayangi kedua putrinya, Clara dan Sherly.
Dengan tergesa-gesa, Angga segera ke resepsionis untuk menanyakan kamar Clara. Setelah mendapat informasi, Angga segera berlari dan menuju ke ruang rawat Clara.
Begitu ia masuk di ruang rawat Clara, ia melihat ada dua orang wanita yang amat ia cintai. Kirana duduk di sofa kamar rawat Clara, sementara Sherly duduk dipangkuan Kirana. Awalnya, Kirana juga tertidur, namun sejak pukul 3 tadi, ia sudah terbangun dan mengecek apakah ada berita baik dari kawan-kawan Clara. Namun ternyata nihil. Mereka belum memberinya kabar sama sekali.
"Gimana keadaan Clara?" tanya Angga pada Kirana dengan nada pelan agar Sherly tak terganggu tidurnya.
"Kritis." jawab Kirana singkat.
"Kritis?" kejut Angga.
"Sejak aku dapat kabar Clara kecelakaan, aku dan Sherly langsung datang kesini, Mas. Kamu kemana? Kenapa baru datang? Kamu nggak tau kalau Clara butuh banget pertolongan kamu? Dia butuh donor. Dia goldarnya sama kaya kamu, Mas!" kesal Kirana pada mantan suaminya itu. "Kalau sampai ada apa-apa sama Clara, aku nggak bakal maafin kamu."
"Maafkan aku. Aku harus membereskan pekerjaan dahulu tadi. Baru bisa terbang kesini." ujar Angga. "Aku akan mendonorkan darahku buat Clara."
Karena keributan yang terjadi antara Angga dan Kirana membuat Sherly terusik. Perlahan, ia membuka matanya dan bisa melihat dengan jelas papanya yang tampang mukanya sangat lelah.
"Papa udah datang?" ujar Sherly. "Kok ribut-ribut ada apa sih?" tanyanya.
"Nggak papa kok, Sher. Maaf ya papa udah ganggu tidur kamu." ujar Angga.
"Kalau tau begini jadinya jika Clara kamu yang urus, harusnya sejak dulu aku memaksa Clara buat ikut sama aku dan Sherly ke Singapura. Pasti nggak akan ada kejadian seperti ini!" ujar Kirana masih dalam amarahnya.
"Aku udah berusaha jadi ayah yang terbaik buat Clara. Ini semua kecelakaan. Nggak ada yang bisa kamu salahkan, Kirana!" balas Angga.
"Oh jelas ada yang bisa aku salahin, yaitu kamu. Kamu nggak pernah becus jadi ayah! Coba kamu nggak pentingkan pekerjaan kamu. Clara nggak akan seperti ini jadinya!!"
"Kamu--"
"Cukup, Pa, Ma!" teriak Sherly. "Bisa-bisanya kalian berdua masih berantem disaat Clara sedang berjuang antara hidup dan mati. Kalian harusnya sadar, kalian berdua sama-sama egois. Sama-sama mementingkan pekerjaan daripada anak. Mama juga, selama sama Sherly apa mama tau keluh kesah Sherly? Apa mama pernah tanya? Enggak kan? Mama lebih fokus sama kerjaan mama daripada sama Sherly. Karena keegoisan kalian berdua, Sherly dan Clara yang harus menanggung semuanya. Dulu saat kita masih tinggal bersama dan kalian sibuk sama pekerjaan kalian, aku masih punya Clara! Dia adalah orang yang selalu ada buat aku. Tapi karena perpisahan kalian, aku dan Clara juga harus pisah. Apa kalian nggak pernah sadar akan hal itu? Apa kalian nggak pernah tau gimana kesepiannya aku dan Clara saat kalian nggak di rumah?" Sherly mengusap air matanya yang sejak tadi sudah membasahi pipinya.
Angga dan Kirana terdiam. Mereka seperti tertampar keras dengan apa yang diucapkan oleh Sherly. Omongan Sherly memang 100% benar. Selama di Singapura, Kirana hanya fokus terhadap pekerjaan saja. Bahkan, saat hari libur pun, ia gunakan untuk menyelesaikan kerjaannya. Sherly benar-benar merasa kesepian. Bahkan, ia biasanya lebih memilih untuk hang out bersama teman-temannya ketimbang di rumah yang hanya memperhatikan mamanya menyelesaikan kerjaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
CLARA
Teen FictionSetelah bertemu kamu, luka terasa lebih ringan - Clara Silviana Dirgantara Clara Silviana Dirgantara, gadis yang awalnya sangat ceria, humble dan nyaris tak pernah melanggar peraturan kini berubah 180°. Itu semua disebabkan oleh kondisi keluarganya...