Epilog

209 12 9
                                        

"Halo Ky, ini makan siang untukmu. Aku tahu kamu sibuk hingga melewatkan waktu makan sehingga aku membelikan makanan vegetarian ini untukmu," ucap Emma sambil menyodorkan makanan pada bosnya.

"Terima kasih Emma. Mari kita makan bersama."

Selama sebelas bulan ini, satu orang yang paling sering berkomunikasi dengan Zakky adalah Emma. Wanita ini begitu sabar menghadapi Zakky yang terkadang tempramental dan juga seringkali memiliki mood yang tidak karuan. Emma begitu berjasa dalam kehidupannya saat ini. Mungkin bila Emma tidak menjadi asisten pribadinya bisa jadi Zakky mati kelaparan karena sering sekali lupa makan.

"Kumis dan jenggotmu itu sudah semakin lebat saja, mau aku cukurkan lagi?" canda Emma mencairkan suasana di tengah keheningan.

"Kamu ini masih saja memperhatikanku, bahkan aku sendiri pun lupa dengan jenggot ini."

"Bagaimana aku bisa lupa jika hampir setiap hari aku selalu merawatmu dan mengurus kebutuhan pribadimu."

"Ah rasanya aku ini seperti anak kecil saja. Segala sesuatu harus di urus orang lain. Entahlah semangatku memang sudah hilang. Tapi dengan adanya kamu perlahan membuat semangatku muncul kembali. Terima kasih."

Emma menyingkirkan rambut milik Zakky yang sudah semakin menghalangi pandangan pria itu.

"Apakah kamu sudah melupakan Devi?" tanya Emma. "Maksudku apakah kamu sudah melupakan rasa sedih karena ditinggal oleh Devi? Kamu harus move on dari rasa sakit ini agar hidupmu bisa kembali berjalan seperti sedia kala. Namun, walaupun begitu jangan pernah melupakan dia. Devi tetaplah istrimu sampai kapan pun."

Zakky menarik napasnya dengan kasar. "Entahlah, rasa sedih itu masih belum hilang."

Wanita ini selalu saja memberikan wejangan yang menyejukkan hati, membuat Zakky mengerti sesuatu yang selama ini tidak dia pahami. Ucapan Emma sewaktu Devi masih hidup selalu terngiang-ngiang di kepalanya membuat rasa sesal itu kembali hadir. Kenapa dulu dia begitu egois melakukan sesuatu yang tidak disetujui oleh istrinya. Semua sudah terlanjur dan tidak bisa diulang. Maka dari itu dia selalu mendengarkan apa yang Emma ucapkan, dia hanya tidak ingin menimbulkan penyesalan untuk yang kedua kalinya.

"Emma," panggil Zakky.

"Ya Ky?"

"Bersediakah kamu mengisi kekosongan dalam hatiku?"

"Maksudmu?"

"Menikahlah denganku. Gantikan rasa sedih ini. Aku sudah tidak sanggup menanggung pedih ini sendirian."

Sontak Emma menutup mulutnya, apakah pria di hadapannya ini bicara jujur? Kebersamaan mereka selama beberapa bulan ini memang menjadikan keduanya lebih dekat satu sama lain. Namun, apakah memang secepat ini? Hanya berjarak sebelas bulan setelah istrinya meninggal? Jujur saja, Emma sudah lama menaruh hati pada CEO Wijaya Group ini.

"Kamu serius Ky? Aku tidak ingin bermain-main apalagi hanya menjadi pelampiasanmu."

"Aku serius, tapi sepertinya kamu ragu. Seperti yang kamu tahu aku ini adalah pria yang pernah menikah, tidak semua orang bisa menerima hal itu."

"Tidak Ky, bukan karena itu. Hanya saja apakah kamu sudah siap mengalihkan hati secepat ini?"

Bila dilihat lebih teliti, Zakky sekarang lebih bisa mengendalikan perasaannya tidak tertekan seperti dulu ketika di awal Devi meninggal. Mengingat jasa yang dilakukan Emma membuat pria ini ingin memberikan sesuatu yang lebih untuknya, apalagi Zakky membutuhkan wanita ini. Dia membutuhkan Emma untuk mengurusnya dan mengobati hatinya. Lagipula Emma sudah akrab dengan seluruh penghuni rumah, akrab dengan orang tua Zakky dan bahkan kenal dengan orang tua Devi. Sepertinya lebih baik keduanya mengikat janji yang lebih resmi.

"Apakah kamu menerima lamaranku?"

"A-aku bersedia Ky."

Zakky memang memutuskan untuk kembali berumah tangga dengan wanita lain. Tapi bukan berarti dia melupakan istrinya. Devi masih menjadi wanita nomor satu yang ada di hatinya dan tidak ada satu pun yang bisa menggantikannya. Ada rongga di hati Zakky yang tidak bisa dimasuki oleh siapapun karena telah tinggal sosok Devi di dalamnya.

Walaupun Zakky tidak melupakan Devi bukan berarti dia tidak serius dengan Emma apalagi hanya menjadikannya sebagai pelampiasan. Pernikahan adalah suatu hal yang suci dan tidak patut untuk jadi bahan permainan. Hati Zakky seutuhnya bagi Devi, dia menyisakan sedikit rongga kecil agar bisa ditempati oleh Emma.

Inilah saatnya bagi Zakky untuk terbangun dari mimpi buruk yang menyiksa batinnya. Dia harus membangun kehidupan baru agar bisa melupakan rasa perih yang terus menggerogoti hatinya.

.

.

.

"I must to wake up from this nightmare."

***

Publish pada: 11 November 2020

Dream Zone: Wake Up (2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang