Chapter 22.3

183 3 0
                                    

Soul Society, Masa Lalu.

Tidak ada yang lain selain kegelapan.

Tidak ada cahaya, tidak ada suara, tidak ada bau, tidak ada fluktuasi reiatsu, tidak ada kehidupan.

Hanya kegelapan dan keheningan yang terbentang tanpa batas.

Dia menyadarinya. Walaupun dia mampu menelan, tidak ada suara yang keluar dari tenggorokannya. Walaupun jantungnya berdegup kencang, tidak ada suara yang dia rasa. Dia gemetar, giginya kadang menggertak, tapi tak ada juga suara yang terdengar, hanya sensasi sentuhan yang dia rasakan.

Di hadapan seorang Hisagi Shuuhei, seluruh dunia sekarang direduksi. Dia hanya bisa merasakan zanpakutounya yang dia pegang erat. Bahkan pikirannya bertanya apakah dia sudah berpindah tempat. Apakah dirinya sekarang berada di penjara yang disebut-sebut sebagai Muken.

Orang yang berdosa dan terperangkap dalam tempat seperti itu pasti akan kehilangan akal sehatnya meskipun hanya melewati satu hari. Mereka akan dihancurkan oleh rasa takut, mereka akan kehilangan kesadaran atas diri mereka sendiri.

Hisagi kembali berpikir, berapa lama neraka yang tak dia kenal ini berlanjut?

Dia merasa seperti ada yang mengintai dari belakang. Namun hanya kesunyian ketika dia menoleh ke belakang. Namun, perasaan itu tetap merayap dari balik punggungnya. Sensasi saakan mulut hollow menganga dari kegelapan. Bilik ingatan saat kematian temannya terbuka di dalam kenangannya.

Detik berikutnya, mayar itu tergantikan dengan wajahnya sendiri.

Hisagi yang gemetar, mencoba mengayunkan pedangnya. Namun, tangannya seakan lumpuh tak bisa dia gerakkan.

Nafas Hisagi menderu kencang, dia kehabisan nafas.

Dia mengerang ketakutan.

Tiba-tiba, kegelapan itu terangkat, seluruh inderanya kembali.

Dan Hisagi ingat.

Dia berada di hutan di Rukongai, masih siang di Soul Society. Tak ada orang lain di sekitarnya, kecuali atasannya sendiri, yang berdiri tepat di depannya. Hisagi menurunkan zanpakutounya.

“Tousen Taichou…”

Hisagi berkeringat deras; jantungnya berdebar kencang seakan ingin melompat dari rongga dadanya. Tampaknya butuh sedikit waktu untuk terbiasa dengan cahaya, suara dan bau. Sebagian besar, dia terintimidasi oleh perasaan bahwa dia masih hidup.

“Sepertinya terlalu bahaya bagimu. Pertama, atur pernafasanmu dulu.”

“Maafkan saya, taichou. Sangat memalukan sekali…”

Mengambil nafas dalam-dalam, Hisagi menundukkan kepalanya ke Tousen, tetapi Tousen diam-diam menggelengkan kepalanya.

“Kamu tidak perlu minta maaf. Tidak ada yang perlu dipermalukan. Ketika seseorang tiba-tiba kehilangan semua inderanya, wajar untuk merasa takut. Bahkan untuk seseorang seperti aku yang tidak pernah melihat cahaya sejak lahir, jika indera suaraku dirampas, aku tidak akan bisa bergerak.”

“Berapa lama saya berada dalam kegelapan?”

“Sudah setengah jam.”

Ketika Hisagi mendengar itu, dia segera menyesali kenaifannya, karena dia berpikir kalau dia sudah melewati waktu yang lebih lama. Dia kemudian mendongak; ellipsoid hitam yang mengelilingi hutan runtuh dan menyatu dengan bilah pedang di tangan Tousen.

“Jadi ini bankai anda, Taichou…”

“Suzumushi Tsuishiki: Enma Korogi… itu nama bankaiku.”

Can't Fear Your Own WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang