Satria
Dua minggu ini adalah saat-saat yang cukup meresahkan bagiku, karena hubunganku dengan Mutia belum juga membaik. Baik aku ataupun dia sama-sama belum ada yang berusaha mencari. Sebenarnya aku udah beberapa kali sampai depan rumahnya, tapi selalu saja putar balik.
Bukan aku gak mau ketemu Mutia, mau banget malah. Alasan sebenarnya adalah aku yang terlalu pengecut, aku takut jika aku ketemu dia akan ada sesuatu yang terjadi dan hal buruknya aku akan kehilangan dia.
Ya! Sekhawatir itu aku menghadapi kenyataan. Aku pernah mengalami ini sebelumnya, ketika aku harus berpisah dengan pacarku dulu, sesaat setelah dia menginap di apartemen Shinta. Dan sekarang aku merasa lebih khawatir lagi, karena perasaanku pada Mutia sudah sangat dalam.
"Bang-Sat, ngapain bengong aja? Kesambet lho malem-malem, apalagi situ ganteng, kuntilanak cepet nyambernya!"
"Masa? Bukannya kuntilanak lebih suka sama orang cerewet kaya lo?"
"Bangke emang!" Umpat Tisa tapi sedikit berbisik.
Nah! Untuk indonesiaku tercinta semoga hanya ada satu guru yang modelan begini, walaupun suka berubah wujud saat menghadapi murid.
Malam ini disekolah sedang ada acara doa bersama untuk kesuksesan murid-murid kelas tiga yang sebentar lagi akan menghadapi ujian nasional.
"Mutia tadi dibagian penerimaan tamu Bang!" Ucapnya seperti tau apa yang sedang aku pikirkan.
"Gue emang belum lihat daritadi!"
"Daritadi apa dari dua minggu yang lalu?" Ucapnya dan sangat tepat sasaran. Tisa langsung ngakak banget berhasil menyindirku.
"Bangke!" Aku ikut berbisik sambil mengumpat padanya.
"Aduh merinding Bang! Jangan bisik-bisik!"
Aku sudah ingin mengumpat lagi padanya, namun gagal karena mataku menatap sosok Mutia yang berjalan bersama Daniel dan Pak kepala.
Aku masih diam di posisiku semula ketika pandangan kami bertemu. Mutia mengangguk dan tersenyum tipis. Senyum yang berbeda dari biasanya, bukan senyum teduh yang selalu aku rindukan.
Selama acara berlangsung, tidak sedikitpun aku bisa ngobrol lama dengan Mutia. Ya mungkin karena emang keadaan yang mendukung, dia sibuk sebagai pembawa acara dan aku sibuk sebagai petugas dokumentasi.
"Awas aja itu kamera nanti isinya muka Mutia semua!!" Ucap Tisa sambil menyenggol bahuku
"Bangk-"
"Bang-bang tut...!" Sahutnya cepat lalu menghilang lagi.
Barulah setelah selesai beres-beres sisa acara, aku punya kesempatan ngobrol dengan Mutia, walaupun tetap ada Tisa. Tapi anak itu emang pengertian banget, dia tahu batasnya sampai mana untuk tidak ikut campur.
"Kamu bawa mobil?"
"Enggak Kak, tadi diantar Abang!"
"Pulang bareng aku ya?"
Dia menatapku sebentar dengan ekspresi yang tidak bisa aku baca. "Boleh, kalau gak ngerepotin!"
"Gak, sama sekali!" Aku berusaha sebiasa mungkin, walaupun mungkin saja wajahku tetap tertekuk. Sejak kapan dia merepotkanku, yang ada aku yang selalu merepotkannya. Mendadak aku merasa canggung banget sama Mutia.
Bahkan kecanggungan itu masih terus terasa sampai kita sudah perjalanan pulang. Jam 9 malam seperti ini jalanan Jogja sudah mulai sepi, aku sengaja memelankan mobil agar tidak cepat sampai rumah Mutia.
"Minggu-minggu ini sibuk ya Ya?"
Dia mengangkat wajahnya dan tersenyum. "Iya kak! Maaf ya jarang ngabari."
KAMU SEDANG MEMBACA
Come Back!
RomancePuncak kangen paling dahsyat adalah ketika dua orang tak saling menelepon tak saling sms bbm-an dan lain-lain tak saling namun diam-diam keduanya saling mendoakan. _Sujiwo Tedjo_