SATRIA
"Bangun lo kebo!!"
"Ape sih lo!!!"
Aku menendang kaki Syarif yang seenaknya ganggun tidurku.
"Suruh bangun sama Tante, Molor aja!!"
"Hari minggu mau ngapain?" Gumamku yang masih setia bergelung di bawah selimut. Ini hari minggu dan aku malas ngapa-ngapain. Mau menikmati hari ini dengan tidur setelah seminggu ini padat banget kerjaan yang tertinggal efek aku sakit kemarin. Dan juga--
"Halah, lo karena lagi diem-dieman sama Mutia aja kan makanya jadi males ngapa-ngapain? Biasanya minggu udah padet banget acara lo sama dia!"
"Sok tau lo!!"
"Ck! Gue kenal lo dari lahir!"
Aku membalikan badan membelakanginya, malas berdebat di pagi hari seperti ini, tapi entahlah ini pagi atau siang aku gak tau. Syarif hanya mendengus lalu meninggalkan kamarku.
"Oh iya, gue lupa bilang." Syarif kembali masuk ke kamar.
"Waktu itu Shinta pulang sama Mutia, gue gak tau ya apa yang mereka obrolin di tambah lo ngambek-ngambek tai ayam kaya gini. Gue gak yakin sih hubungan kalian akan berlanjut." Ujarnya panjang lebar sambil melempar sepatuku ke arahku.
"Onta!!"
Aku menyeret tubuhku sendiri ke kamar mandi. Sebentar saja untuk mandi, agar pikirannya sedikit terbuka. Aku kaget mendengar penuturan Syarif, baru hari ini aku tau kalau Shinta pernah pulang bareng Mutia.
Aku gak mau berprasangka buruk, tapi entah kenapa perasaanku malah jadi buruk. Mengenal Shinta cukup lama aku jadi bisa mengira apa yang dia katakan pada Mutia. Apa karena Shinta juga, seminggu ini hubunganku dan Mutia jadi gak begitu baik?
Seminggu ini aku gak banyak tukar kabar dengannya, terakhir dua hari yang lalu waktu aku ke sekolah untuk les, itupun aku tidak bertemu dengannya.
"Makan dulu Sat!"
"Nanti Ma!" Aku lebih dulu memilih menyusul Syarif yang sudah serius main game di ruang tengah.
"Lo kenapa baru bilang sama gue Rif?"
"Bilang apa?"
"Shinta yang pulang bareng Mutia!"
Syarif diam saja, tidak ada tanda-tanda dia mau jawab pertanyaanku. Aku dan Syarif sama-sama diam, hanya tangan kita yang sibuk.
"Mending lo kerumah Mutia."
"Iya, tar agak siangan gue kesana!"
"Lah lo pikir jam setengah 1 itu kurang siang?"
Oh iya bener juga, aku meninggalkan Syarif untuk melaksanakan 4 rakaat dulu baru nanti ke rumah Mutia. Ya walaupun aku masih kebanyakan maksiat, sholat itu tetap kewajiban kan?
Seminggu ini emang rasanya hidupku agak kosong hanya karena tidak ada chat Mutia yang biasanya tiap hari selalu menghiasi hpku. Biasanya walaupun aku gak chat dia duluan, dia akan tetap chat di saat-saat tertentu.
Tapi aku juga bego, dari kemarin sibuk ngambek kaya anak kecil pakai sok-sok an gak nyariin dia, padahal ya resah banget.
Saat sampai di dekat rumah Mutia, aku melihat mobil yang gak asing terparkir didepannya. Di saat seperti ini, pengen banget aku jadi orang yang bijaksana, orang yang berpikiran luas dan orang yang gak cepat mengambil kesimpulan.
Tapi sepertinya hanya angan-angan saja, karena kenyataannya hatiku tetap panas, pikiranku tetap tidak bisa terbuka dan aku sudah punya kesimpulan bahwa Mutia emang lagi mingguan bersama Daniel.
Entah itu mau dengan alasan bahas kerjaan atau murid yang jelas emang saat ini mereka lagi bersama. Kadang aku tersiksa dengan perasaan egoisku sendiri, gini emang rasanya punya hubungan tanpa status. Mau marah apa haknya, mau di biarin aja kok emang kita udah deket.
Sejak awal waktu memutuskan mengikuti pola pikir Mutia, aku tau ini akan berat tapi karena aku udah yakin banget sama Mutia makanya aku berani memutuskan menjalani hubungan ini, yang ada dipikiranku adalah aku cepat bisa meyakinkan Mutia dan membawa hubungan ini ketahap serius. Tapi ternyata emang sesulit ini.
Aku memarkirkan mobil di parkiran sebuah cafe, aku butuh menenangkan diri sebentar, baru nanti aku temui Mutia lagi.
Setelah pesananku datang aku mengeluarkan sebatang rokok yang sengaja aku bawa dari mobil, aku juga sengaja memilih smoking area.
"Satria!"
Aku mendongak dan membalas sapaan dari Mitha.
"Boleh gabung gak? Penuh banget mejanya." Aku mengedarkan pandangan, emang suasananya lagi ramai banget cafe ini.
"Duduk aja, gue juga lagi sendiri kok!"
"Oke, thank you!"
Mitha memesan minuman dan makanan terlebih dahulu.
"Jadi lo darimana? sendirian aja?" Tanyanya.
"Lagi cari angin aja! Iya sendiri. Oh iya, sorry gue ngerokok ya?"
"Santai gue mah!"
Aku menatapnya sebentar sebelum beralih ke makanan yang udah aku pesan.
"Lagi suntuk ya Sat?" Aku hanya tersenyum, merasa tidak harus menjelaskan perasaanku saat ini padanya.
"Kenapa sih? Lo bisa cerita sama gue! Kali aja bisa bantu."
"Gue gak apa-apa Mit!" Jawabku sambil memaksa tersenyum.
"Tapi muka lo kelihatan suntuk, kita kan teman kerja Sat! Bisalah lo kalau butuh temen curhat!"
Aku menggeleng dan tersenyum lagi sambil menyalakan korek api, sebatang rokok lagi mungkin bisa mencairkan perasaanku.
"Lo bisa hubungi gue kapanpun saat butuh Sat!"
"Iya, makasih Mit!"
Gimana aku bisa beralih dari Mutia, sedangkan hanya dia satu-satunya cewek yang bisa ngertiin aku hampir di semua situasi. Dia yang hanya tersenyum dan mengusap punggungku ketika aku suntuk dan tidak akan memaksaku cerita jika aku belum pengen cerita apapun, bukannya malah mengejarku dengan segala pertanyaan dengan dalih ingin membantu.
"Loh itu bukannya Bu Mutia ya?"
Aku menoleh mengikuti pandangan Mitha, maksud hati duduk di sini ingin menenangkan diri tapi justru perasaanku kembali memanas ketika melihat Mutia dan Daniel juga Bang Fandi makan di sini.
"Gak nyamperin?"
"Enggak, lagi ada kerjaan dia! Gak enak ganggu!"
"Kalian pacaran gak sih? Waktu di rumah sakit itu gue lihat dia perhatian banget sama lo."
Aku menarik nafas dulu sebelum menjawab Mitha.
"Gue gak harus bikin pengumuman kan mau pacaran sama siapa?"
"Hehe, sorry. Gue cuma kepo aja!"
"Santai!"
"Mitha! Sorry nih, gue duluan ya! Ada urusan!" Ucapku lagi.
"Oh iya hati-hati Sat! Eh! Akhir bulan besok, gue sama anak-anak kantor mau main ke hutan pinus, ikut gak? Biar gak suntuk terus dengan kerjaan."
Aku pikir gak ada yang salah dengan ajakannya. Kalau minggu-minggu sebelumnya aku sering nangkring di rumah Mutia atau jalan sama dia, tapi sampai sekarang gak ada rencana apapun.
"Okelah, gue gabung. Tar kasih tau aja dimana!"
"Sip!"
Aku meninggalkan Mitha dan keluar lewat pintu cafe yang tidak terjangkau oleh penglihatan Mutia. Ada untungnya aku tadi memilih smoking area.
********
KAMU SEDANG MEMBACA
Come Back!
RomancePuncak kangen paling dahsyat adalah ketika dua orang tak saling menelepon tak saling sms bbm-an dan lain-lain tak saling namun diam-diam keduanya saling mendoakan. _Sujiwo Tedjo_