Satria Pandu....
Aku terus mengabadikan setiap acara di hari spesial ini. Aku tidak bisa menyembunyikan rasa kagum dan bahagiaku melihat istriku berdiri di podium itu bersama teman-temannya. Hari ini, setelah dua bulan yang lalu dia sidang dan setelah melewati perjalanan yang tidak mudah selama dua tahun, akhirnya satu lagi cita-cita Mutia terkabul.
Sejujurnya ada rasa bersalah dalam diriku, dulu aku buat dia patah hati sehingga secara tidak langsung membuat dia mengambil langkah besar untuk melanjutkan pendidikannya. Dan kemarin terjadi lagi meskipun dalam konteks berbeda. Aku harus meninggalkannya lagi untuk pindah kerja di saat dia sedang kesulitan menyusun tugas akhirnya.
Dan rasa menyesal yang terakhir adalah aku tidak bisa menemaninya waktu sidang akhir. Di Bali aku berusaha semaksimal mungkin agar kerjaanku beres, tapi memang takdir berkata lain. Aku dapat satu pelajaran penting, bahwa sebuah hubungan itu yang paling inti selain kebersamaan adalah rasa saling percaya.
Aku yang sempat uring-uringan sendiri karena tidak bisa setiap akhir pekan bertemu dengannya, tapi Mutia selalu menenangkan. akhirnya setelah berjalan beberapa bulan aku baru terbiasa menjalani hubungan jarak jauh dengannya meskipun rasanya tetap saja berat.
Di depan Mutia aku selalu berusaha tampil sabar agar dia juga tidak keberatan, karena disaat dia sedih dengan keadaan kita saat ini, di situ pasti aku akan tidak kuat menjalaninya. Sempat terpikir untuk cari pekerjaan lain, tapi banyak pertimbangan yang akhirnya membuatku tetap bertahan. Di kantor itu posisiku sudah cukup baik, kalau aku harus pindha kerja berarti harus memulai semuanya dari awal lagi. Sedangkan sekarang tanggung jawabku semakin besar baik secara materi dan non materi. Tapi alhamdulillah, kesulitn itu sudah berakhir. Sekitan dua minggu setelah Mutia sidang, aku sudah pindah kantor lagi ke Jogja.
"Bapak-bapak banget sih lo Sat pakai batik gini!" Syarif mengomentari penampilanku, padahl aku merasa ganteng banget pakai batiki gini. Nyatanya sejak tadi banyak yang meliriku, ya entah karena apa tapi pokoknya banyak aja yang melirikku.
"Daripada ibu-ibu nanti lo pengen nikah lagi!"
Syarif malah menoyor kepalaku, aku kira setelah menikah akhlaknya bisa meningkat. Tapi lumayan sih, daripada dulu. Sekarang lebih jinak, ya gimana gak jinak pawangnya aja begitu.
"Eh Bang-Sat, pasti mikir jelek nih!" Tegur Tisa saat aku tak sengja memperhatikannya.
"Enggak usah di pikir juga udah jelek!"
"Bang-Sat ih!"
Astaga... lancar banget sih ini guru!
"Btw, doain lho Bang-Sat, sebentar lagi lo jadi Pakde-Pakde!"
Aku menoleh kaget ke mereka berdua. "Beneran?"
"Ya doain aja!"
"Alhamdulillah.. kurang-kurangin tuh kelakuan kalian!"
"Hehe, tenang Bang! Syarif sudah sering aku ajak ke ustadz untuk di ruqyah!"
Aku hanya geleng-geleng, cara mereka menunjukkan rasa cinta masing-masing memang unik.
"Makanya habis ini lo rencanain deh Sat, bulan madu kemana gitu biar langsung jadi. Mutia udah selesai kuliah kan?"
Benar juga! Sejak awal menikah aku belum pernah pergi berdua dengan Mutia, jadi tambah merasa bersalah lagi kan!
Aku masih menunggu Mutia berfoto-foto dengan temannya, sedangkan keluarga yang lain menunggu di luar.
"Sudah?"
"Sudah,, maaf Kak nunggu lama!"
"Nggak semenyiksa waktu kamu nunggu aku kembali waras selama 6 bulan juga kok Ya'!"
Mutia yang merasa malu memukul lenganku lalu menggandengnya. Kalau lagi gak di tempat ramai gini pasti udah aku cium dia.
Setelah dari acara wisuda, kita mampir sebentar ke studio foto untuk mengabadikan hari ini bersama keluarga tercinta baru setelahnya mampir makan.
Keluarga Jogja langsung pada pulang termasuk Tisa dan Syarif, sedangkan aku dan Mutia ke apartemen dulu. Rencananya mau langsung beres-beres barang, setelah semua urusan administrasi Mutia selesai kita akan pulang ke Jogja.
"Seneng ya hari ini?" Tanyaku saat melihat Mutia sejak tadi tidak pernah berhenti tersenyum.
"Banyak hal yang harus disyukuri Kak, jadi bahagia banget."
Aku maju selangkah untuk memeluknya. "Selamat ya namanya udah nambah panjang, semoga bermanfaat selalu!"
"Amiiin..."
Setelah ganti baju dan bersih-bersih, aku dan Mutia memulai merapikan barang-barang mulai dari mengemasi pakaian.
"Sebenarnya sedih juga sih Kak mau ninggalin Semarang."
"Iya sih Ya'! Apalagi kita udah punya kenalan baik di sini, aku berkesan banget kenal sama keluarga Dito!"
"Dulu aja suka uring-uringan kalau aku sama Dito!"
"Haha.. Namanya juga cinta!"
Mutia malah menertawakanku. Kita melanjutkan acara beres-beres sambil bercerita ringan. Membayar waktu kita yang sempat hilang beberapa bulan lalu.
"Ya'! Bantuin dong! Malah tidur!"
"Pegel Kak!"
Aku ikut duduk di samping Mutia, membiarkan baju-baju kita masih banyak yang berserakan.
Aku mengambil hp dan memperlihatkan Mutia sesuatu.
"Apa ini Kak?"
"Kamu pilih tujuannya!"
"Mau apa?"
Aku tersenyum lebar. "Kita kan belum pernah pergi berdua, sebut saja bulan madu. Jadi untuk hadiah kelulusan kamu, aku kasih itu. Tadinya mau langsung milih tempatnya tapi gak jadi, biar kamu aja yang milih. Siapa tahu ada tempat yang pengen kamu kunjungi. Alhamdulilah ada rejeki lebih Ya'!"
Diluar dugaan, Mutia malah cemberut. Tadi pikiranku dia senang terus semangat milih tempat.
"mana sempat Kak! Keburu jadi!"
"apanya Ya'?"
"Ya anaknya, Kak!"
Aku masih belum mengerti jawaban Mutia, kok gak nyambung banget sih. Diajakin bulan madu malah udah jadi anaknya.
Hah!!!
"Gimana? Gimana!?"
Mutia malah semakin menertawakanku. Dia berdiri mengambil sesuatu di tasnya.
"Uangnya buat bulan madu ditabung dulu buat besok jalan-jalan sama anaknya!"
Aku masih memegang kertas putus berkop surat sebuah klinik. Semakin membaca ke bawah aku semakin tidak bisa menahan rasa haru ku.
"Aku mau punya anak Ya'?"
Mutia mengangguk sambil terus tersenyum.
"Kok bisa Ya'!"
"Mana aku tahu Kak!"
Aku langsung meralat Pertanyaan ketika melihat wajah kesal Mutia.
"Maksudnya kamu kan konsumsi obat penunda kehamilan Ya'?"
"Sudah berhenti sejak lama Kak!"
Aku masih mentap Mutia, mencoba meyakinkan diri sendiri bahwa semua kebahagiaan ini nyata.
Sungguh aku tidak menyangka, rencananya baru aku mau meminta Mutia berhenti konsumsi obat itu. Pantas saja sejak tadi sebentar-sebentar dia mengeluh sakit pinggang.
Setelah tahu akan berita bahagia ini, aku jadi semangat membereskan semua ini sendiri. Aku malah tidak akan membiarkan Mutia capek.
Alhamdulilah
Memang semua akan indah jika sudah waktunya. Kemarin semua terasa begitu berat, tapi saat ini semua kebahagiaan itu datang bertubi-tubi.
Hidupku sempurna...
Terimakasih Mutiara ku...
_TAMAT_
KAMU SEDANG MEMBACA
Come Back!
RomancePuncak kangen paling dahsyat adalah ketika dua orang tak saling menelepon tak saling sms bbm-an dan lain-lain tak saling namun diam-diam keduanya saling mendoakan. _Sujiwo Tedjo_