🌹Come back #24

2.7K 395 67
                                    

Mutia

Aku menatap kembali wajahku di cermin sebelum berangkat kerja. Pagi ini aku bersiap lebih lama dari biasanya untuk menyulap wajahku yang tidak karuan ini menjadi lebih manusiawi. Aku gak mau menjadi bahan pertanyaan warga sekolah karena mata sembab dan wajah pucat. Beberapa kali aku juga latihan tersenyum di depan cermin walaupun tetap saja terlihat menyeramkan ketika aku tersenyum, aku harus bisa bersikap sebiasa mungkin.

".....Kita jalani hidup masing-masing!"

Kata-kata Kak Satria masih terus terngiang di telingaku dan begitu menghujam hati ketika aku mengingatnya. Sebenarnya aku berharap apa yang terjadi malam itu adalah mimpi buruk yang akan hilang ketika aku bangun. Tapi ketika teringat kilatan matanya yang begitu terluka karenaku, aku tersadar bahwa  memang kenyataan dan aku telah menyinggungnya cukup dalam yang berakibat mungkin saja tidak ada tempat lagi untukku dalam hidupnya.

"Abang nanti gak bisa jemput Mut!"

"Nanti Mutia naik ojol Bang, atau nungguin Tisa kalau dia gak sibuk."

"Tumben gak diantar Satria?"

"Bang Fandi ah!"

Bang Fandi hanya tersenyum lalu merengkuh pundakku. "Everything will be okay, Mut!" 

"Meskipun bukan dengan orang yang sama tetap harus okay, Bang?"

Bang fandi semakin tersenyum lebar dan mengacak rambutku yang kali ini aku biarkan tergerai. "Jelas! Bahagia itu kita sendiri yang ciptakan."

Iya Bang! Bahkan bisa juga kita sendiri yang menghancurkan kebahagiaan itu.

Hari ini aku diantar Bang Fandi karena Bang Nizwar sedang ada kerjaan di luar kota, tadinya aku berencana membawa motor sendiri, tapi Mama mewanti-wanti agar aku diantar saja. Terakhir kali aku nabrak becak yang terparkir di pinggir jalan ketika sedang tidak fokus. Untung saja tidak ada pemiliknya yang sedang duduk sehingga hanya aku yang luka.

"Bang, aku salah banget ya?"

Bang Fandi masih fokus mengeluarkan mobil dari garasi barulah ketika berhasil sampai jalan dia menjawabku. "Dalam suatu masalah itu gak ada yang 100% benar atau salah. Semua punya porsi masing-masing, tinggal kita lebih banyak presentase salahnya atau benarnya."

"Kayaknya aku yang lebih banyak salahnya Bang!"

"Kalau udah merasa begitu ya terus perbaiki kesalahannya, minta maaf."

"Mungkin Dia gak mau lagi ketemu aku Bang!"

"Tau dari mana? Suudzon juga menambah presentase kesalahan Mut!"

Aku menghela nafas mencoba meredakan dadaku yang tiba-tiba sesak. 

"Kamu cinta banget sama dia ya? dulu patah hati sama Rifky aja gak segininya!"

Aku reflek menatap abang yang masih fokus menyetir, aku tidak pernah cerita masalah Rifky padanya kenapa dia bisa tau?

"Tingkah lakumu ketebak kali Mut!" Kata bang Fandi sambil meringis.

"aku kira aku pintar menyembunyikan perasaan Bang."

"Emang Iya, kecuali sama abang."

Seharusnya aku juga gak boleh meremehkan kemampuan Abang dalam menganalisa sesuatu. Perasaan yang aku kira aku sendiri yang tahu ternyata disadari juga oleh Bang Fandi. Tapi benar kata abang, ditinggal nikah Rifky rasanya tidak semenyedihkan ini, malah aku sadar akan sesuatu, bahwa memang hanya pada seorang Satria aku benar-benar jatuh cinta. Sayangnya terlambat aku sadari.

Aku turun dengan langkah kaki yang sengaja aku pelankan, kenapa juga ingatanku harus sebagus ini, hanya dengan melihat benda-benda di sekolah ini saja langsung mengingatkanku pada Kak satria, bahwa aku pernah bahagia dan tertawa bersama di sini.

Come Back!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang