Aku sering dengar, semua cabang ilmu itu selalu bisa kita kaitkan dengan kehidupan. Entah itu matematika, fisika, kimia atau yang lainnya.
Dalam matematika sendiri ada teori menyebutkan Semua bilangan yang dibagi dengan angka nol, hasilnya tak terhingga atau tidak bisa didefinisikan. Aku ingat salah satu dosen pernah mengajarkan teori kehidupan dengan hal itu.
Anggap sebuah angka pembilang adalah apa yang kita berikan pada orang lain dan angka penyebut adalah balasan yang kita harapkan dari orang lain.
Ketika kita memberi 1 pada orang lain dan mengharap 1 juga maka 1/1 hasilnya tetap satu. Ketika kita memberi 1 tapi mengharap 2 maka hanya 1/2 yang kita dapat.
Maka dari itu Pakai lah angka 0 untuk angka penyebut nya, alias jangan berharap balasan apapun ketika kita memberi, ikhlas lah maka hasilnya menjadi tak terhingga.
Angka 0 itu memiliki keistimewaan jika kita pandang dari matematika dan iman, ketika 1 disandingkan dengan 0 maka nilainya akan jadi lebih besar. Angka 0 sendiri jika tidak ada angka lain didepanya maka dia tidak bernilai.
Jadi jangan malu apalagi susah ketika Kita harus mengawali hidup dari nol, karena nol itu istimewa tergantung bagaimana cara kita mengolahnya. Hidup kita akan lebih bernilai jika kita pintar meletakkan posisi kita.
Aku kok jadi ceramah Panjang lebar ya? Padahal cuma bahas angka 0. Maklumin ya, soalnya aku sudah kangen banget mengajar, kangen melihat ekspresi-ekspresi unik murid ketika pusing menghitung. Kangen semua hal yang ada di sekolah.
Aku menyimpan laptop di meja lalu menarik selimut untuk menutupi tubuhku. Alhamdulilah revisi terakhir tesisku sudah selesai, besok saatnya maju lagi semoga sudah acc semua dosen pembimbing dan bisa sidang.
Berbulan-bulan ini aku sungguh dituntut untuk fokus menyusun tesis, alhamdulillah walaupun harus sering pulang malam karena menunggu dosen tapi semua lancar sampai detik ini.
Hal-hal yang mungkin membuat agak berat karena aku sering sendirian di sini, beberapa waktu yang lalu Kak Satria harus pindah dinas ke cabang kantornya yang ada di Bali sehingga dia biasanya pulang kesini 3minggu sekali, katanya hanya sementara sampai proyek selesai, tapi sepertinya kita masih harus fokus pada urusan masing-masing karena sampai hari ini sudah berjalan hampir 5 bulan tapi belum ada tanda kerjaannya selesai.
Walaupun berat, tapi kita anggap ini adalah masa perjuangan kita. Aku berjuang untuk pendidikan ku dan Kak Satria berjuang untuk karirnya, kita berdua selalu menjaga komitmen dan yakin semua akan indah pada waktunya.
"Belum tidur Sayang?"
"Baru narik selimut ini, Kak! Kakak masih lemburkah?"
Aku tidak jadi tidur karena Kak Rizky baru sempat menghubungiku seharian ini, katanya lagi sibuk banget. Kita bertemu terakhir di acara pernikahan Tisa dan Syarif, sebulan yang lalu.
"Sudah selesai, ini mau pulang!" Suaranya terdengar berat dan lelah sekali.
Aku menyingkap tirai kamar menampilkan kabut yang cukup tebal, sejak sore tadi hujan lebat mengguyur kota Semarang. Baru tengah malam ini agak reda.
"Di sana hujan juga Kak?"
"Hujan Ya', sejak pagi tadi sudah mendung. Hujannya awet sampai sekarang."
Keadaan ini tidak bisa dibilang mudah juga, Ada semacam rasa miris di dada memikirkan keadaan Kak Satria. Hampir jam 12 malam dan dalam keadaan hujan begini dia belum pulang. Sampai rumah harus menyiapkan semuanya sendirian. Aku berharap bisa segera menyelesaikan urusanku sendiri agar bisa segera fokus untuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Come Back!
Lãng mạnPuncak kangen paling dahsyat adalah ketika dua orang tak saling menelepon tak saling sms bbm-an dan lain-lain tak saling namun diam-diam keduanya saling mendoakan. _Sujiwo Tedjo_