Mutiara..
"Kenapa sih kamu Dit? Sampai bikin Sean nangis gitu?"
Aku langsung menyuarakan rasa penasaran ketika aku, Dito dan Kak Satria sedang dalam perjalanan ke pesantren. Dito ikut mobil kami agar lebih mudah menunjukkan jalan.
"Mutia!"
"Hehe, maaf Kak, penasaran banget soalnya. Waktu itu Sean nyariin di kampus malah di tinggal pergi sama Dito!"
"Wanita kalau kepo gitu ya Mas? Gak pakai lama langsung nguber sampai akarnya!"
"Lo spesial Dit, karena jarang banget nih Mutia sampai segitu keponya sama urusan orang lain."
"Masa sih? Gak cemburu Mas, karena saya spesial buat Mbak Mutia!"
"Enggak lah, Mutia udah mentok ke gue!"
Ini kenapa mereka berdua malah ngelupain aku sih?
"Dit!! Jadi kenapa? Awas kamu ya nyakitin hati perempuan!"
"Haha, Sean biasa gitu Mbak! Nanti juga sembuh sendiri, kita biasa berdebat gitu sejak kecil. Nanti pasti dia tetap nyariin aku kok!"
"Jangan kepedean kamu! Wanita itu jarang menggunakan otak tapi selalu pakai hati, ketika hatinya sering sakit, jadilah otaknya bekerja. Dan ketika otaknya sudah bekerja, wah gak tau lagi deh! Bisa nyesel kamu!"
"Haha, dengerin tuh Mas! Itu secara gak langsung buat Mas Satria juga."
Aku berdecak kesal, Dito Pinter banget kalau suruh ngalihin. Tapi ya udah lah, itu kan privasinya Dito, aku gak boleh maksa dia. Berdoa aja yang terbaik buat dia.
"Insyaallah, gak akan menyesal Mbak. Aku udah tahu apa yang aku lakukan!"
Akhirnya aku hanya bisa tersenyum dan mengangguk.
Pesantren ternyata tidak jauh dari rumah Dito, karena baru sebentar udah sampai, atau aku yang terlalu semangat kepo smaaw Dito?
Kami sampai duluan sedangkan mobil keluarga Rey belum kelihatan, tidak lama kemudian datang juga Alfa-adiknya Dito yang memilih naik motor agar nanti bisa langsung pulang bersama Dito.
"Ayo masuk dulu Mas, Om Nazril tadi mampir ke mana gak tau si Rey minta apa tadi!"
Kami ikut masuk dengan Dito dna Alfa. Setelah beberapa saat duduk keluar sepasang suami istri yang kemungkinan umurnya sudah lebih dari setengah abad tapi masih kelihatan bugar.
"Assalamualaikum.." Sapa sang istri yang menyebut dirinya Umi Arina.
Kami kompak menjawab salamnya, lalu selanjutnya sesi perkenalan dan basa-basi. Ternyata Dito dan Kak Satria sudah merencanakan ini semua, aku lumayan terharu sih mendengar suamiku mengutarakan keinginannya belajar agama.
"Alhamdulillah, dengan senang hati kami akan membantu Nak Satria dan istri. Nanti kita sama-sama belajar ya! Abi sama Umi juga masih harus banyak belajar." Ujar Abu Hanif-sang suami.
Astaga, kok rasanya malu banget. Beliau berdua ini malah merendah, apa kabar aku ini Ya Allah?
"Jadi kalian berdua di sini pas sabtu minggu ya?" Tanya Uni Arina
"Iya Umi, kalau boleh izin tiap sabtu atau minggu kita ikut ngaji di sini." Jawab Kak Satria.
"Alhamdulillah.. Monggo Mas, kapan saja bisa kesini nanti kita sama-sama belajar." Sahut Abi Hanif.
"Monggo di minum dulu!"
Alhamdulillah sekali kita diterima dengan baik di sini. Setelah ngobrol beberapa saat akhirnya aku ada kesempatan ngobrol berdua dengan Uni Arina. Kak Satria ikut dengan para lelaki untuk sholat maghrib di masjid. Sedangkan Umi Arina mengajakku sholat di dalam rumahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Come Back!
RomansaPuncak kangen paling dahsyat adalah ketika dua orang tak saling menelepon tak saling sms bbm-an dan lain-lain tak saling namun diam-diam keduanya saling mendoakan. _Sujiwo Tedjo_