Angga pulang?

2.5K 133 4
                                    

''Proses pendewasaan dalam hidup ini adalah melalui ujian-ujian yang terjadi dalam hidupmu."

 JANGAN LUPA VOTE DAN COMMENT

Hari ini berjalan sebagaimana hari- hari sebelumnya yang telah Clara lalui selama satu bulan lebih ia berada di kota Jakarta. Pagi ia bangun, kesekolah, belajar, lalu pulang ke rumah yang begitu sepi, dan akhirnya ia tidur untuk menyiapkan diri menghadapi hari esok yang lagi- lagi tidak jauh berbeda dari hari ini.

MEMBOSANKAN

Kata yang paling tepat untuk mengungkapkan hidup Clara saat ini, ia merasa semuanya jauh dari kehidupan yang ia jalani selama berada di kota Bandung. Menikmati hidup adalah rutinitasnya setiap hari, ia dapat bersenang- senang bersama kakek dan neneknya, tertawa bersama teman- temannya dan melakukan hal- hal menyenangkan lainnya.

"Menyebalkan" Ucap Clara sambil menatap langit- langit kamarnya yang berwarna biru langit di padukan dengan sedikit lukisan yang Clara pun tidak mengerti apa artinya. Jika ia berada di Bandung harusnya sekarang adalah waktu untuk berkumpul bersama kakek dan neneknya serta para asisten rumah tangga untu makan bersama sambil menceritakan hal luar biasa yang mereka alami hari ini. Yah, sang kakek adalah sosok yang sangat rendah hati sehingga tanpa ada rasa sungkan ia selalu mengajak para asisten rumah tangga dan supir pribadi mereka untuk makan bersama di meja makan layaknya sebuah keluarga. Jauh berbeda dengan yang Clara rasakan sekarang. Bahkan ini sudah jam tujuh malam namun kedua orang tuanya belum ada yang pulang kerumah untuk sekedar makan bersama.

Tok...tok...tok..

"Neng Clara, ini makanannya bibi antar ke kamar" Clara langsung bangkit dari tempat tidurnya untuk membukakan pintu untuk sang bibi yang membawakannya makan malam.

"Bibi nggak usah repot- repot, Clara bisa ambil sendiri" Ucap Clara pada sang bibi yang kini sedang tersenyum hangat kepadanya. Clara tetap menerima makanan yang dibawakan oleh sang bibi.

"Makasih yah Bi" Lanjut Clara setelah menerima makanannya. Sang bibi pun pamit untuk keluar dari kamar Clara. Namanya Fatima, Clara sering memanggil ia dengan sebutan bibi Fatih namun jika Clara sedang tidak baik- baik saja maka ia hanya memanggil bibi Fati dengan panggilan bibi. Itulah sebabnya sang bibi sangat yakin bahwa saat ini Clara sedang sedih. Mau bagaimana lagi, bibi Fati yang sudah bekerja untuk Clara Sejak gadis itu berumur lima tahun pun kini menjadikan Clara sebagai sosok anak kandungnya. Bahkan ia tidak ragu untuk pindah bersama clara ke Jakarta untuk mengurus anak itu, toh ia pun belum memiliki suami sejak Anto, suaminya meninggal sebelum mereka punya anak karena penyakit kanker yang dideritanya.

"Bibi" Bi Fatih terkejut. Sang majikan yang entah sejak kapan telah berdiri dihadapannya dengan memegang tas kerjanya. "Pak Rafi, maaf saya nggak liat bapak masuk" ucap bi fatih sambil menunduk menunjukan rasa penyesalan. Jujur ia belum terbiasa dengan majikan barunya itu karena mereka tidak sehangat majikannya di Bandung yaitu kakek dan nenek Clara.

"Bibi ngapain ngelamun didepan kamarnya Clara?" Tanya Pak Rafi penasaran.

"Maaf pak, tapi sepertinya neng Clara lagi sedih"

"Clara cerita sama bibi?"

"Nggak pak. Tapi saya tau banget neng Clara tuh kalau lagi sedih gimana"

Tanpa mereka sadari, Clara sedang mencoba untuk mendengar pembicaraan keduanya dengan harapan sang ayah mau menjenguknya kedalam kamar walau hanya sebentar atau bahkan hanya utuk melihat dari depan pintu kamarpun tidak masalah bagi Clara.

"Bapak mau liat Neng Clara didalam?" Clara tersenyum. Bibi fatih memang sosok yang peka terhadap keinginannya. Perlahan Clara ingin melangkah ke atas tempat tidur agar tidak ketahuan menguping. Namun langkahnya terhenti dengan suara sang ayah yang samar- samar masih ia dengar "Nggak usah bi, saya mau istirahat duluh soalnya besok ada rapat penting sama Client pagi- pagi"

ALVARO (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang