Bersama atau berpisah

1.4K 105 35
                                    

Apakah kita hanyalah luka yang akan berakhir dengan duka?
-Alvaro Dirgantara

Please Vote and Comment

"Permisi pak"

Rafi mengalihkan tatapannya kepada sang sekretaris yang memasuki ruangannya.
"Ada yang ingin bertemu dengan bapak" Jelas sang sekretaris.

Kening Rafi langsung berkerut. Seingatnya hari ini ia tidak memiliki janji dengan siapapun.Lalu siapa yang tiba-tiba ingin menemuinya?
"Saya tidak memiliki janji dengan siapapun" Ucap Rafi tegas.
"Iya pak. Tapi tamunya memaksa dan dia bilang ini masalah pribadi"
Rafi semakin dibuat penasaran dengan tamu yang ingin menemuinya disiang hari seperti ini.
"Suruh dia masuk" Sang sekretarid pun mengangguk dan keluar.

Beberapa menit kemudian muncul seorang pria dengan usia yang tidak jauh berbeda dari usia Rafi sendiri. Senyuman tulus terukir diwajahnya meski ia disambut dengan tatapan datar dari sang pemilik perusahaan besar itu.

"Maaf jika saya menganggu waktunya" Ucap pria tersebut. Dia adalah Ferdyan.
"Maka dari itu kita tidak punya banyak waktu untuk membicarakan hal tidak penting" Balas Rafi lengkap dengan tampang arrogantnya. Ia sangat yakin jika alasan kedatangan Ferdyan adalah untuk membahas Alvaro dan Clara.
"Bukankah anak-anak adalah hal terpenting bagi orang tua?" Balas Ferdyan masih dengan senyumannya.
Ia sudah mengenal bagaimana sikap seorang Ragi Dirgantara.

Fardyan melangkah maju mendekati meja kerja Rafi lalu duduk dihadapan pria itu. Tanpa basa-basi ia mulai menjelaskan alasannya datang.
"Saya sangat senang karena anak saya begitu dicintai dan dilindungi oleh seorang pria bernama Alvaro Dirgantara" Ferdyan masih tersenyum hangat meski Rafi terlihat begitu tidak tertarik dengan arah pembicaraannya. Ia tau kehadirannya tidak dihargai, yang terpenting ia bisa meringankan beban dalam hubungan Alvaro dan Clara. "Tapi masalahnya, kehadiran anak saya tidak diinginkan keluarga kamu. Entah dengan alasan apa"

"Jadi kamu datang kesini dan menurunkan harga diri kamu untuk mendapat restu dari saya atas hubungan mereka?" Tanya Rafi sedikit terkesan dengan apa yang dilakukan Ferdyan. Seumur-umur ia tidak perna melakukan hal konyol itu untuk anak-anaknya.
"Perjalanan kita sebentar lagi akan berakhir sedangkan anak-anak masih melangkah dengan jauh. Jangan buat mereka kesulitan dimasa depan karena pilihan kita yang salah" Jawab Ferdyan. Ia sangat mengerti perasaan itu karena dirinya pun mengalaminya. Karena perjodohan membuat keluarganya sekarang hancur dan anak satu-satunya menjadi korban. Jika Alvaro mengalami hal yang sama maka itu pasti akan sangat menyakitkan "Biarkan mereka memilih. Jikapun salah, itu adalah pilihan mereka sendiri dan akan jadi pelajaran untuk diri mereka sendiri juga" Sambung Ferdyan dengan nada yanh sedikit lebih tegas.

"Saya punya cara untuk mendidik anak-  anak saya" Balas Rafi masih dengan pendiriannya.

"Itu bukan mendidik tapi mengekang mereka dengan semua ambisi yang anda punya. Sebenarnya anda tidak perlu menjadi orang tua yang sempurna untuk mereka tapi cobalah untuk jadi orang tua yang bijak" Ferdyan bangun dari tenpat duduknya lalu kembali tersenyum pada pria dihadapannya dan berkata lagi "Jangan sampai anda tidak punya kesempatan untuk itu. Saya permisi" Pamitnya.

Ferdyan langsung melangkah keluar dari ruangan Rafi. Ia tersenyum lega karena bisa membicarakannya dengan Rafi meski tidak tau apa hasilnya nanti. Sejak ia mengetahui jika hubungan Clara dan Alvaro sedang beristirahat sejenak ia menjadi khawatir. Terlihat jelas ada kesedihan yang terpancar dimata Clara meski bibir gadis itu selalu tersenyum didepannya. Semua itu palsu.

***
"Nad, lo bisa minta Alvaro kesini sekarang?" Nadya mengerutkan keningnya. Permintaan Nadin sedikit terdengar ambigu baginya karena semua urusan mengenai basket telah selesai dikerjakan oleh Azka selaku penanggung jawab.

ALVARO (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang