Itu adalah stasiun Daehwa, seorang anak lelaki sedang menyusun imajinasi mengerikannya di lembaran-lembaran kertas.
Dia memiliki wajah yang menggemaskan, iris hitamnya berkilauan, dan rambut hitam lurusnya tampak keren. Namun, ada luka-luka kecil di tangan, kaki, dan wajahnya. Meskipun begitu, anak itu tetap enerjik saat menulis pengaturan karakter dari novel yang menjadi obat hidupnya.
Baik, apakah dia akan mati? Aku berharap dia bahagia, tapi aku ingin regresinya terus berlanjut. Aku harus memberitahu Author-nim.
Anak itu dengan malu-malu berharap. Setelah dia selesai menyusun pengaturan di catatannya, dia menyadari ada beberapa orang yang mendekat.
Anak lelaki kurus yang pucat itu menjadi semakin pucat saat melihat orang-orang di depannya.
Tang!
Seorang wanita dewasa menjatuhkan pedang yang dibawanya dan menatap anak itu dengan tak percaya.
"I-ini.... "
"Ah... Uh..."
Anak itu ketakutan, dia entah kenapa merasakan perasaan akrab dengan mereka, tapi pada saat yang sama dia tidak ingin mengakuinya.
Jantungnya terasa berhenti saat tatapannya mendarat pada seorang pria yang memandangnya dengan tatapan frustasi. Pria itu, wajahnya mirip seperti apa yang anak itu bayangkan ketika dia dewasa.
Fitur wajah pucat, kurus, kulit putih dengan luka disana-sini lalu tubuh kecil yang gemetaran. Semua itu tercermin di mata hitam pria itu.
Ugh, tidak...
Ketika pria itu melangkah mendekatinya, dia menggeleng untuk menyangkal aliran pemikirannya.
Bang!
Pria itu menabrak penghalang transparan di depannya seolah sejak awal ada hal semacam itu untuk melindunginya.
Kenapa sebelumnya tidak ada?
Anak itu bertanya-tanya kenapa penghalang semacam itu tidak muncul ketika dia mengalami hal yang lebih buruk?
Namun, dia tak mau mengakui keberadaan pria itu. Seberapa mirip apapun wajahnya dengan bayangan dirinya dalam mimpi, dia menganggap itu mustahil.
Meskipun jauh di dalam sudut hatinya, ada suara yang berteriak-teriak bahwa imajinasi yang selama ini dia mainkan membentuk sebuah dunia yang mustahil ada.
Penghalang itu semakin tebal ketika pria itu berteriak,"Hanya aku yang paling memahamimu!"
Kata-kata itu semakin membuatnya takut, dia memejamkan matanya, tak mau menerima keberadaan pria itu. Tidak, dia tidak mau.
Pergi! Pergi! Kau hanya imajinasiku, itu mustahil. Tidak ada yang akan memahamiku.
Pria itu terus menggedor penghalang, tiba-tiba aliran listrik muncul dan anak itu tersengat sesaat.
"Ah!"
Anak itu berteriak dengan ekspresi ngeri.
Dia tak berpikir untuk meminta bantuan karena tak ada seorang pun yang mau membantunya.
Dia menangis, menambah rasa sakit dan menyebabkan wajah putih porselennya memerah.
"Ahjussi... Ini..."
Dia mendengar suara terengah-engah dari orang-orang itu termasuk pria yang masih terus menggedor penghalang transparannya.
"Kau harus mendengarkanku!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Fanfic Omniscient Reader's Viewpoints [End]
FanfictionIni adalah fanfic dari karya aslinya, aku menulis ini untuk menemukan epilog yang kuinginkan sebagai pembaca karena epilog karya aslinya adalah open ending maka aku bisa melanjutkan epilognya. Untuk yang belum baca novelnya sampai tamat sebaiknya j...