Epilog 35 : Rahasia Langit (2)

368 77 21
                                    

Dikatakan bahwa itu adalah petunjuk untuk mengetahui rahasia langit yang terlarang.

—Salah satu anak dari Dewa Naga memiliki atribut waktu.

—Dan klan kita membuat sumpah kematian untuk melindunginya.

Seorang anak lelaki berambut gelap dan memiliki mata yang sama gelapnya serta tubuh yang sedikit kurus dibandingkan anak seusianya dalam klan mengamati tempat tertutup di depannya.

Anak itu sering mendengarnya dari orang-orang klannya di desa yang sama, desa yang sangat tersembunyi karena penghuninya merupakan keabnormalan dari manusia lainnya. Anak itu diam-diam pergi untuk mengintai anak dari Dewa Naga yang harus dilindungi oleh semua anggota klannya.

Yang mengejutkan adalah yang dia temui bukan makhluk naga seperti yang digambarkan melainkan seorang anak kecil yang meniru wajahnya, sangat mirip. Ar, anak itu sering dipanggil begitu dan dia tak punya alasan untuk menolak nama panggilannya yang singkat.

Peniru itu sekarang berhadapan dengannya sambil menyeringai cerah. "Halo," sapanya ramah.

Ar tercengang dan bersikap waspada.

"Jangan terlalu waspada, aku tidak akan menyakitimu, kok," lanjut peniru itu dengan lembut. Namun, Ar tahu bahwa itu dibuat-buat.

Akan tetapi, Ar tidak akan jatuh pada tipuan seorang peniru dengan mudah.  Dia menggeram. "Berhenti meniru wajahku!"

Si peniru tertawa kosong. "Tapi, aku suka wajah ini, imut dan tidak terlalu tampan sehingga takkan jadi menyebalkan," jelasnya.

Kemarahan naik ke ubun-ubun, dan urat kepala Ar menonjol. "KAU!!!" Ar menerkamnya dan mengajaknya berkelahi.

Naga peniru menanggapi ajakannya berkelahi seperti kucing, saling mencakar. Entah siapa yang memulai duluan, tetapi mereka bergelut di tanah dan timbul lecet-lecet di beberapa bagian tubuh Ar.

Sayangnya, luka Ar tidak sembuh sementara si naga peniru langsung sembuh seketika. Itu tidak adil, hanya karena dia naga yang menjadi simbol kekuatan, dia terlahir kuat secara alami berbeda dengan Ar yang lemah.

Ar semakin geram, tangannya mencakar-cakar lagi sampai si peniru mengerutkan kening. "H-hei, sudah, hentikan. Maafkan aku, oke?" pinta yang terakhir.

"Tidak, seorang lelaki harus menyelesaikan pertarungannya!" teriak Ar dengan percaya diri.

Naga menghela napas, mau tidak mau dia harus melawan Ar. Untungnya, itu tidak akan terjadi untuk saat ini karena teriakan panik orang-orang datang dari belakang Ar.

"Oi! Idiot! Apa yang kau lakukan pada Yang Mulia?!"

Seorang pria paruh baya menarik Ar kemudian akan memukulnya, namun dihentikan oleh naga peniru. "Hentikan."

Pria paruh baya itu menurut dan membungkuk bersamaan memaksa Ar ikut serta. Orang-orang di belakang memandang ketua mereka dengan hormat, mereka mengikuti teladan ketua klan.

Si naga mendengus jengkel sambil menunjuk. "Dia akan jadi temanku mulai sekarang, jadi jangan sampai kalian melakukan sesuatu yang buruk padanya!" ancamnya.

Orang-orang itu mengangguk patuh. "Saya berjanji, Yang Mulia."

Ketua klan mewakili, sekilas sudut matanya melirik tajam ke wajah Ar yang tercengang. Permusuhan diam-diam mulai tumbuh dalam hati mereka, betapa beraninya dia mengganggu Yang Mulia mereka dan malah mendapatkan kehormatan menjadi temannya!  Itulah pikiran penuh dendam mereka.

"Pergi, jangan ganggu kami!" usir naga peniru.

Ketua klan memimpin orang-orangnya menyingkir dari pandangan Yang Mulia mereka. Setelah semuanya pergi, Ar memelototinya. "Aku tidak mau jadi temanmu!"

Fanfic Omniscient Reader's Viewpoints [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang