Epilog 9 : Penerus Sakyamuni dan Inkarnasi Ibu Pendiri(2)

1.1K 239 3
                                    

Dark Stratum.

Area yang menjadi pembatas dan ruangan khusus untuk mengatasi kendala Probabilitas, tapi sekarang itu hanya berisi kekosongan, gelap dan menyesakkan.

Fabel yang berisi setiap paragraf dan kalimat dari ceritanya mulai robek dan membentuk serpihan-serpihan kecil sebelum menghilang sepenuhnya.

[....]

Dinding Keempat tidak lagi berkomentar karena dia berusaha untuk menolong Kim Dokja.

Tubuhnya yang tersusun atas kenangan yang disebut cerita dan cerita itu membentuk fabel mulai terkikis.

Mungkin itu tidak masalah jika hanya tubuhnya yang rusak. Namun, jiwanya juga ikut rusak perlahan. Dia berharap teman-temannya dapat menyelesaikan skenario hampir mustahil itu untuknya, ya dia egois.

Namun, dia harus melakukannya untuk mencegah hal yang lebih buruk terjadi yaitu waktu dunia yang terhenti dan dia bukan lagi Impian Paling Kuno. Dia terbelenggu oleh rantai waktu dan sedikit demi sedikit rantai itu semakin kuat lalu menelannya sampai habis.

"Hei, katakan sesuatu..."

Suara lemahnya di tubuh anak kecil itu memohon, dia sendirian dalam kegelapan tanpa akhir, di manapun dia melihat hanya ada jurang kegelapan. Inilah Dark Stratum, tempat Biyoo memulihkan Probabilitasnya dan melakukan pelatihan sebagai Raja Dokkaebi yang baru.

Kim Dokja sekarang memahami seperti apa perasaan Biyoo yang terjebak di sini berdasarkan apa yang Biyoo ceritakan padanya. Itu tiga minggu yang lalu, Biyoo dengan tubuh Dokkaebi menemaninya dan membantunya untuk menyusun ingatannya kembali.

Kenangan itu mengalir jauh lalu rusak tiba-tiba, bercampur ke fabel yang terkikis.

Kim Dokja meringkuk, dia merasa pernah mengalami hal ini sebelumnya, tapi dia tidak bisa mengingatnya. Akrab tapi juga asing, deja vu berulang kali membuatnya hampir gila.

[Ke napa kau tidak berhenti sa ja? Kau ti dak wa jib melakukan ini. Tugas mu adalah penggerak wak tu]

Dinding Keempat prihatin dan menyuarakan sarannya. Namun, Kim Dokja tidak membalas.

Tepatnya dia tak punya kesadaran untuk membalas, dia mungkin akan tertidur sebentar, yah selama Dinding Keempat masih ada waktu tak akan berhenti, karena sebagian dari jiwanya ada di Dinding Keempat.

Berapa lama waktu berlalu? Itu jika konsep waktu adalah absolut, tapi waktu itu relatif.

Kehangatan samar bisa dirasakan dari sentuhan lembut seseorang.

Seseorang?

Kim Dokja membuka matanya dengan cepat. Dia terperangah, Ibunya memeluknya dan mengelus rambutnya dengan lembut. Dia entah kenapa merasa ingin menangis dan berkata "Ibu, aku tidak ingin seperti ini." tentu saja dia tak bisa mengatakan itu.

"Istirahatlah, nak...."

Suara Ibunya, Lee Sookyung terdengar lemah, tak mungkin dia tidak menyadari hal itu.

Jadi, dia....

[Kim Dok ja yang bodoh beru lah la gi?!]

Dinding Keempat mengamuk, itu karena Dinding Keempat sangat menyukai Kim Dokja, jadi dia tak bisa membiarkan Kim Dokja....

"Dokja-ssi."

Itu adalah suara yang menenangkan berbeda dari suara lembut Ibunya, Kim Dokja tahu siapa itu.

Dia berada di pelukan Ibunya sehingga dia tak bisa melihat orang yang berbicara.

"Dokja-ssi, kau pernah mengatakan padaku bahwa setiap orang memiliki hal yang mampu mereka lakukan dan yang tidak mampu mereka lakukan, jadi.... Dokja-ssi, kau tidak harus memaksakan diri.... "

Kim Dokja mengingat bab awal dari novel itu, dia(Kim Dokja dewasa) sepertinya mengatakan kalimat itu. Namun, itu adalah apa yang dia baca bukan pengalaman yang dia ingat.

Jadi, rasanya sangat asing mendengar orang lain berkata bahwa dia pernah mengatakan ini padahal itu...

Melihat tak ada tanggapan, Yoo Sangah menggigit bibirnya lalu duduk seiza untuk melacak aliran waktu di Dark Stratum.

Dia adalah penerus Sakyamuni, dia mungkin yang hampir mendekati sosok Impian Paling Kuno dengan manipulasi waktu, mengubahnya lebih lambat.

"Nak, apa kau mau mendengar sebuah cerita?"

Itu hal yang aneh untuk dikatakan di dunia di mana cerita adalah kehidupan.

Akan tetapi, Kim Dokja mengangguk pelan sambil memikirkan seorang pria yang tak pernah menyerah sampai akhir. Dia merindukan pria itu, yah pria itu juga yang selalu mengunjunginya dengan wajahnya yang terpahat indah.

Ngomong-ngomong wajah itu terlihat menua meski masih tampan, mengingat itu, Kim Dokja tertawa pelan yang sedikit menyakitkan dadanya.

"Uh... Uh."

Lee Sookyung terkejut dan menepuk punggungnya, sementara Yoo Sangah mulai mengatur aliran waktu untuk sementara. Aliran waktu untuk memperlambat proses pengikisan fabel Kim Dokja.

[(Kim Dokja)]

Itu suara yang berbeda dari Dinding Keempat.

Siapa?

Kim Dokja memikirkan itu sejenak tapi dia tak tahu itu suara siapa.

[(Bisakah kau datang sebentar ke sini, aku ingin mengatakan sesuatu secara langsung)]

Apa? Di mana? Siapa?

Kim Dokja menjadi gelisah, dia melepas pelukan Ibunya dan jatuh terduduk.

"Dokja?"

Kali ini dia bisa melihat Ibunya yang keriput padahal dia harusnya awet muda.

Air mata tanpa sadar mengalir darinya, jadi dia menutupi wajahnya sambil bergumam di benaknya.

siapa kau?

[(Aku lupa, kau orang bodoh yang kehilangan ingatan. Tak semua ada di novel itu, benar? Wanita penulis itu pasti tak tahu tentangku)]

—apa maksudmu?

[(Sebaiknya kau datang sendiri ke sini dan aku akan menjelaskannya)]

—bagaimana?

[(....ah, ayolah. Ini alam bawah sadarmu, kenapa kau malah bertanya padaku? Aku orang yang kau tawan di sini)]

Dia pintar sehingga dia mengetahui apa yang dimaksud suara itu. Jadi, dia menutup matanya dan jatuh tertidur.

Puk!

Lee Sookyung menangkapnya dengan panik.

"Dokja?!"

Yoo Sangah melebarkan matanya dan mendekat.

"Dokja-ssi?!"

Mereka saling berpandangan.

Tiba-tiba portal terbuka—

"Bagaimana Maknae-ya?"

Itu Sun Wukong yang datang terlambat bersama orang tak terduga.

***



Fanfic Omniscient Reader's Viewpoints [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang