EPILOGUE

472 32 18
                                    

"Fian maaf, aku selalu menangis di depanmu hiks." Via mengusap air matanya. Fian menghela nafas dan duduk di samping Via.

Fian merogoh saku celananya dan memberikan sebuah permen kepada Via.

"Kenapa kau.. hiks.. memberiku ini?" Via bertanya dengan keadaan yang masih menangis, lebih tepatnya menahan tangisnya.

Fian tidak bicara dan hanya memberikan permen itu. Setelahnya, Fian pergi dari sana. Via menatap permen itu dan di bungkusnya terdapat sebuah tulisan "jadilah kuat".

Permen-permen seperti ini memang banyak kata-kata yang memotivasi atau menghibur di bungkusnya itu. Mungkin kalian sendiri terbayang itu adalah permen apa.

Via membuka bungkus permen itu dan memakannya masih dengan tangisnya, namun perlahan sudut bibirnya tertarik ke atas dan membentuk senyuman.

"Fian benar... Aku tidak boleh gampang menangis, aku harus kuat. Aku tidak sendirian. Ada temanku yang menolongku." Via meremas bungkus permen itu dengan kuat.

.

.

.

Sepulang sekolah Via berada di gudang belakang sekolah, penampilan Via terlihat urakan. Rambut kusut, kaus kaki panjang sebelah, ikat tali sepatunya yang terbuka dan pipi.yang lebam. Meskipun begitu, Via Tengah tersenyum sendirian di gudang itu.

Via menjatuhkan terduduk di lantai, lututnya sudah tidak bisa menahan tubuhnya. Ia merasa lemas, dan lega. Kepalanya menunduk lelah, tiba-tiba cairan bening jatuh dari pelupuk matanya.

"Aku bisa mengalahkan mereka yang mem-bully ku... Tapi kenapa aku menangis?" Via mengusap matanya yang terus saja mengeluarkan air mata.

Suara langkah kaki terdengar mendekat ke arah Via. Gadis itu mengira itu pasti guru yang telah mengetahui kejadian ini. Pasti dirinya akan kena hukuman.

"Maafkan saya guru, hukum saja-" kalimat Via terhenti saat sebuah tangan memegang dagunya dan membuatnya menatap ke arah wajah orang itu.

"Fian!?" Via terkejut dengan orang yang berada di hadapannya ini.

Mata Fian bergerak dari bawah ke atas, kanan ke kiri, sedang memindai keadaan Via sekarang ini. Mungkin Fian terlihat seperti robot pemindai.

"Kenapa kau ada di sini?" Via menatap Fian yang matanya menajam. Lelaki itu tidak berbicara dan menyentuh pipi Via yang mem biru.

"Akh!" Via meringis pelan.

"Kenapa kau selalu membuatku tidak enak hati." Fian berjongkok di depan Via. Sementara itu, Via terkejut mendengar Fian berbicara padanya.

"K-kau berbicara padaku?"

"Ya, kau selalu membuatku susah. Naiklah." Fian masih tetap berjongkok di depan Via. Gadis itu dengan ragu naik ke ke punggung lelaki itu. Saat Fian berdiri, Via hampir terjatuh.

"Pegangan." Ucap Fian.

Dengan ragu Via melingkarkan tangannya di leher lelaki itu. Perasaan aneh muncul di kedua insan itu. Fian yang menggendong Via dari belakang berjalan tanpa suara. Sementara Via, wajahnya memerah. Tapi untung saja posisinya berada di belakang lelaki itu.

.

.

.

Tiga tahun berlalu. Untuk pertamakalinya Kayla bisa menginjakan kaki ke bumi setelah tiga tahun berlalu. Gadis itu sudah bisa berteleportasi dengan mudah. Tapi yang menjadi penghambat adalah izin dari Lenz. Lelaki itu selalu menolak saat ia ingin ke bumi. Alasannya banyak, seperti nanti ada yang mengenalinya, nanti tersesat saat berteleportasi, banyak orang jahat di dunia sana dan masih banyak lagi.

My Choice [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang