28. Incongruity

277 26 0
                                    

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Makasih yang udah mau vote komen, itu tandanya kalian menghargai karya seseorang😊

🐵

"Ga tau!" balas Rinjani cepat.

"Hah!"

"Ya ga tahu... Aku belum pernah pacaran soalnya," ucap Rinjani polos. Darren hanya melotot mendengar kepolosan Rinjani.

"Tapi, kalau menurut aku, ngga mungkin kakak kamu bunuh ayah bundanya sendiri. Ya, pikir aja gitu, mana ada anak yang tega bunuh orangtuanya sendiri. Ya kan?" sangah Rinjani. Ia sangat yakin bahwa kakak Darren tidak mungkin melakukan itu. Baru kali pertama Rinjani mendengar perbuatan seperti ini.

Kalau dipikir-pikir Rinjani tidak salah. Normalnya, seorang anak tidak akan mungkin membunuh kedua orangtua sendiri. Kecuali, orang itu mengidap ganguan psikopat.

"Ada! Buktinya dia bunuh orangtuanya sendiri," timpal Darren tak terima. Ia sangat yakin dengan apa yang ia katakan. Ia juga sangat yakin dengan apa yang ia lihat lima tahun lalu. Peristiwa yang sangat menyedihkan, dan menjadi awal kehancuran seorang Darren Andreas.

"Kenapa kamu bisa mikir gitu? Sok yakin banget, ha-ha-ha." Nada remeh keluar dari mulut Rinjani. Niatnya hanya untuk sedikit mencairkan suasana. Karena, menurutnya Darren terlalu tegang dengan perbincangan mereka.

Mendengar itu Darren hanya memutar bola matanya malas. Bisa-bisanya dalam memperbincangkan kasus pembunuhan Rinjani masih bisa bercanda. Sangat tidak normal, pikir Darren sebal.

"Kenapa ngga yakin?" Darren menatap Rinjani beberapa detik. "Gue lihat dengan mata kepala gue sendiri. Dia megang pistol, dan ayah bunda udah tergeletak tak bernyawa dengan badan menuh darah!" ucap Darrem dingin.

Glek

Rinjani meneguk ludah.

"E-mmm.. Y--yaa....Siapa tahu Pak Ian cuma megang doang. Atau bisa jadi dia megang pistol itu buat bukti kalau dia lihat seseorang yang bunuh orangtua kalian," Rinjani mencoba berpikir positif.

Darren tersenyum sinis.

"Ngga mungkin!" sangkal Darren cepat. Rinjani hanya menghebuskan nafas melihat tingkah Darren yang sangat keras kepala, menurutnya.

"Saranku sih jangan asal menyimpulkan dulu. Emang kamu tahu apa yang terjadi setelahnya?" tanya Rinjani serius.

Mendengar itu Darren mendadak terdiam.

"Ngga," balas Darren pelan. "Mana gue tahu! Waktu itu gue masih kelas enam SD. Lo pikir gue berani lihat kejadian yang mengerikan itu," Darren emosi. Ia mengepalkan tangannya. Matanya terpejam, berusaha meredam amarah.

"Lah kalau kamu ngga berani lihat, setelah itu kamu kemana?" bingung Rinjani.

"Gue......pingsan," cletuk Darren pelan.
"Ehmppptttt....Ha-ha-ha," Rinjani tertawa setelah mendengar itu. Wajar, mana yang tidak pingsan jika seseorang menyaksikan kedua orangtuanya meninggal dengan cara yang mengenaskan.

"Kenapa lo ketawa? Emang gue lucu?!" Darren melirik sinis ke arah Rinjani.

Rinjani langsung menghentikan tawanya. Ia menatap manik mata Darren. Lalu kedua tanganya menangkup wajah Darren.

CRIME LEADER [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang