Setelah semalaman menangis, pagi ini Aneera memutuskan untuk pergi kerumah Mama. Karena bagaimanapun juga Anfeera perlu mendengarkan penjelasan Aneera.
"Neng teh yakin nggak mau Mamang tungguin aja?" ucap Mang Pian untuk kedua kali.
Aneera tersenyum, dia menepuk bahu Mang Pian. "Yakin Mang, makasih yaa. Aneera turun dulu." Ucapnya lalu turun dari mobil.
Mang Pian kemudian dengan ragu-ragu pergi dari sana.
Aneera terdiam sejenak menatap rumah yang ada dihadapannya ini. Sebagian dari dirinya takut kalau dia akan ditolak kedatangannya, tapi kalau dia menuruti bagian dari dirinya yang takut itu, kapan semua akan selesai?
Aneera menghembuskan nafas, dia maju beberapa langkah lalu menekan tombol bel yang berada di tembok dekat pintu gerbang.
Tak perlu menunggu waktu lama, Aneera bisa dengar seseorang tengah membuka kunci gerbang.
"Permi—"
"Eh si Eneng, tolong Neng, di dalam Non Feera berantem sama Nyonya Neng." Ucap Bi Ina dengan nada panik.
Aneera yang mendengar itu sontak membulatkan matanya, lalu buru-buru berjalan masuk ke dalam rumah bersama dengan Bi Ina.
"Kamu Mama sekolahkan di sekolah yang mahal, berkelas, itu agar kamu berprestasi, bukan seperti ini!"
Plak.
Mama menampar pipi Anfeera."Mama!" Aneera berlari, lalu memeluk Anfeera yang terduduk lemas dengan tangisan yang bisa Aneera dengar.
Mama yang melihat kedatangan Aneera hanya bisa terdiam.
"Kak, Kak Anfeera ayo ikut gue ayo." Aneera membawa Anfeera untuk berdiri. Dia menatap Mama lalu menggeleng pelan. "Sekarang aku tau apa alasan paling kuat kenapa Mama sama Papa pisah." Aneera menelan saliva sebelum melanjutkan ucapannya. "Kalian sama-sama belum siap menjadi orang tua." Ucapnya. Lalu melangkah dari sana. Meninggalkan Mama yang hanya bisa terdiam karena hatinya seperti di tusuk benda tajam setelah mendengar ucapan Aneera.
Aneera membuka pintu kamar Anfeera. Mereka masuk, Anfeera duduk sedangkan Aneera menutup pintu.
"Pergi dari sini, gue nggak butuh lo." Ucap Anfeera.
Aneera yang mendengar itu, menelan saliva. Dia menarik lalu membuang nafasnya. "Apa yang bikin Mama nampar lo?"
"Lo nggak perlu tau."
"Gue perlu tau."
"Lo nggak berhak untuk tau."
Aneera menatap Anfeera beberapa detik lalu berjalan untuk duduk disamping Anfeera. "Gue tau hubungan kita emang nggak baik, tapi biar gimanapun gue ini tetep adik lo." Ucapnya.
Anfeera yang mendengar itu sontak menatap balik Aneera, lalu air matanya luruh begitu saja. Membuat Aneera yang melihat itu langsung membawanya ke dalam pelukan. Apapun alasan Mama menampar pipi Anfeera, pasti hati Anfeera sama hancurnya dengan hatinya dulu, saat Papa menamparnya.
Beberapa saat kemudian Anfeera melepas pelukannya. Dia menundukkan kepala seraya menghapus air mata. "Mama ngelakuin itu karena gue nggak berhasil jadi peringkat satu, nilai nilai gue turun, sampai ada beberapa nilai merah yang gue dapet untuk ujian tengah semester kemarin." Ucapnya.
Anfeera menatap Aneera lagi. "Gue cuma cape Ra, gue cape harus terus menerus memenuhi ekspektasi Mama. Gue cape belajar mati-matian untuk dapat peringkat pertama, gue cape belajar secara berlebihan cuma supaya Mama bangga, gue cape."
Anfeera membiarkan air matanya berbicara sebelum dia melanjutkan ucapannya. "Gue nggak sepintar itu. Makanya gue sombong ke lo, supaya gue terlihat jauh lebih baik dari pada lo Ra."
Aneera mengusap lengan Anfeera. "Kak..."
"Gue benci sama lo, karena gue iri sama lo." Anfeera terdiam sejenak. "Lo bisa jadi anak remaja pada umumnya tanpa dapet tekanan untuk jadi yang terbaik. Lo punya orang-orang deket yang bisa ada buat lo, sedangkan gue? Gue cuma punya diri gue sendiri Ra."
Aneera menangis mendengar itu semua.
Anfeera menarik nafasnya karena sesak. "Itu juga yang buat gue nerima perjodohan antara gue sama Abrega. Karena gue pikir kalo gue terima perjodohan itu, akan ada seseorang yang bisa jadi tempat gue untuk pulang." Anfeera menutup wajahnya dan Aneera kembali memeluknya.
"Maafin gue udah marah dan ngelakuin itu ke lo karena gue berfikir lo udah ngerebut Abrega dari gue tanpa gue tau apa sebenarnya yang ngebuat Abrega lebih pilih lo daripada perjodohan itu, maafin gue yang egois ini, maafin gue."
Aneera melepas pelukannya, dia menghapus air mata Anfeera seraya menggeleng pelan. "Nggak Kak lo nggak egois dan gue udah maafin lo."
"Gue mohon, ceritain ke gue tentang lo dan Abrega, lo mau kan?"
Aneera menghapus air matanya, dia menatap Anfeera sebelum akhirnya dia menganggukan kepala dan setelah itu yang Aneera lakukan adalah menceritakan kisahnya dengan Abrega. Mulai dari pertama kali mereka bertemu, sampai semua yang terjadi di antara mereka berdua.
Aneera dan Anfeera sesekali tersenyum bahkan tertawa, lalu menangis juga.
"Jadi itu alesan lo nggak ngasih tau gue yang sebenarnya?" tanya Anfeera setelah mendengar semuanya dari Aneera.
Aneera mengangguk dan Anfeera sungguh merasa bersalah. Andai saja hubungannya dengan Aneera tidak seburuk itu, mungkin kejadian kemarin tidak akan pernah terjadi, dan mungkin tidak akan ada hari-hari dimana Abrega dan Aneera saling memikirkan satu sama lain, saling merindukan satu sama lain namun hanya bisa diam menceritakannya pada angin.
Anfeera meraih tangan Aneera, menggenggamnya. "Maafin gue Ra, gue nggak tau kalo kalian-"
"Kak, gapapa. Gue udah gapapa kok."
"Ra tapi lo seharusnya sama Abrega lagi bahagia sekarang."
Aneera hanya diam menangis. "Seharusnya itu cuma kata penenang kan?" Ucapnya terisak. Hatinya kembali terluka kala mengingat apa saja kata-kata yang dia ucapkan pada Abrega kemarin malam.
Anfeera mengusap lengan Aneera lalu memeluknya.
Untuk pertama kali setelah sekian lama, rasa sayang Anfeera pada Aneera kembali datang dengan segitu banyaknya.
Dan Anfeera kini tahu dia harus melakukan apa untuk menebus rasa bersalahnya pada kisah Abrega dan Aneera. Karena bagaimanapun keadaanya, Abrega dan Aneera harus bersama, mereka tidak boleh berpisah hanya karenanya. Abrega dan Aneera harus bahagia, berdua.
_______
hayo siapa yang setelah baca part ini nyesel karena udah kesel banget sama Anfeera? ada nggak? hehe

KAMU SEDANG MEMBACA
Abrega
Novela Juvenil"Aneera," panggil Abrega. "Hmm?" sahut Aneera seraya menatap Abrega. "Tujuan hidup lo apa?" Aneera memicingkan matanya. "Kenapa emang tanya tanya tujuan hidup gue?" "Karena sayang." "Apasih?" "Ya lagian, ya karena mau tau dong, pake nanya" Aneer...