Aneera menatap ke luar jendela setelah masuk ke dalam mobil dan menyapa Mang Pian seperti biasa.
"Tadi teh Mas Abrega ya Neng?" tanya Mang Pian seraya menginjak pedal gas.
Aneera tersenyum. "Iyaa Mang."
"Udah lama ya nggak kerumah, kirain mah musuhan sama si Neng. Ternyata enggak hehe," sahut Mang Pian.
Aneera terdiam beberapa detik, dia jadi merasa bersalah karena belum memberitahu Mang Pian dan Mbok Loli tentang perjodohan Abrega dan Anfeera yang menjadi alasan kenapa Abrega dan dirinya berjauhan.
Aneera menghembuskan nafas lalu tertawa kecil. "Mamang kangen ya sama Kak Abrega?"
"Hehe iya atuh, jujur nya. Si Mamang teh seneng banget kalo Neng deket sama Mas Abrega, Mamang teh bawaanya tenang aja gitu, ngerasa kalo si Neng mah aman ada yang jagain kalo sama Mas Abrega."
Aneera tersenyum tipis, kali ini disertai air mata yang diam-diam jatuh karena ucapan Mang Pian barusan sangat menyentuh.
"Kak Abrega sekarang sama Kak Anfeera Mang," ucap Aneera seraya menghapus air mata.
Mang Pian mengernyit bingung. "Hah? Kumaha? Kok sama Non Anfeera? Neng teh salah ngomong?"
"Bener Mang. Kak Abrega sekarang sama Kak Anfeera," Aneera menelan saliva sebelum melanjutkan ucapannya, "bahkan mereka akan segera tunangan."
"Ku-kumaha atuh? Kok bisa? Terus si Neng teh gim—"
"Aneera gapapa Mang. Aneera baik-baik aja kok."
Mang Pian menelan saliva karena perasaan khawatir akan keadaan Aneera. Pantas saja akhir-akhir ini keceriaan yang Aneera tunjukkan terasa berbeda.
"Si Neng jangan sedih nya, siapa tau masih ada kemungkinan buat si Neng sama Mas Abrega," ucap Mang Pian dengan nada khawatirnya.
Aneera menghembuskan nafas. "Iyaa Mang, makasih yaa." Sahutnya lalu menghapus air mata yang jatuh lagi untuk kesekian kali.
Setelah melewati perjalanan pulang, mereka sampai dirumah, bertepatan dengan hujan yang sudah berhenti turun ke bumi.
Mang Pian turun, lalu membuka pintu gerbang. Kemudian kembali naik ke dalam mobil lalu parkir ditempat biasa.
Aneera meraih bingkisan yang tadi dia beli. "Makasih ya Mang, abis ini istirahat, jangan ngopi." Ucapnya.
Mang Pian menoleh lalu tersenyum ramah. "Siap, Neng juga nya. Istirahat, jangan sedih."
"Hahah iyaa Mang." Aneera kemudian melangkah keluar dari mobil lalu masuk ke dalam rumah. Dia langsung mendapati Mbok Loli yang sedang menunggu di dapur.
"Ah si Neng udah pulang, wis makan belum?" tanya Mbok Loli lalu berdiri.
Aneera mengambil gelas lalu menoleh, memberi Mbok Loli senyuman. "Udah dong Mbok, maaf ya jadi nggak makan masakan Mbok deh." Ucapnya lalu membuka kulkas, menuang air ke dalam gelas kemudian meminumnya.
Mbok Loli tersenyum. "Yowis kalo gitu, si Neng abis ini istirahat yo."
Aneera menaruh gelas di meja lalu menganggukkan kepala. "Kalo gitu aku ke kamar dulu yaa." Ucapnya, kemudian melangkahkan kaki menuju kamar.
Aneera menutup pintu, menaruh tas dan juga bingkisan tadi, berjalan untuk duduk di pinggir tempat tidur, membuka sepatunya, kemudian terdiam menatap dua bunga mawar yang diberi Abrega.
Iya, dua bunga mawar itu masih ada disana. Menemani Aneera melewati malam-malam dingin karena memikirkan Abrega.
Aneera tersenyum tipis melihat kedua bunga itu, kedua bunga yang bagaikan simbol perasaan Aneera dan juga Abrega. Perasaan yang sama-sama asli tapi sayang harus terpaksa mati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Abrega
Jugendliteratur"Aneera," panggil Abrega. "Hmm?" sahut Aneera seraya menatap Abrega. "Tujuan hidup lo apa?" Aneera memicingkan matanya. "Kenapa emang tanya tanya tujuan hidup gue?" "Karena sayang." "Apasih?" "Ya lagian, ya karena mau tau dong, pake nanya" Aneer...