Pagi ini Aneera belum juga mendapat satupun pesan dari Abrega, sebenarnya Aneera bukan menunggu, tapi biasanya memang Abrega selalu mengirim pesan walaupun cuma satu.
Pagi ini juga tidak ada telfon dari Abrega yang mengatakan bahwa dia sudah ada di depan gerbang seperti hari-hari yang sudah berlalu.
Sebenarnya Abrega berubah atau hanya perasaan Aneera saja? sebenarnya Abrega kenapa? atau Abrega begitu karena sibuk mengurus soal kedua orangtuanya di rumah sakit?
"Neng udah sampe atuh," ucap Mang Pian menyadarkan Aneera.
"Makasih ya Mang" sahut Aneera lalu turun dari mobil, melangkah masuk ke dalam kelas sendirian.
Aneera duduk di bangkunya. Dia meraih ponsel. Ternyata masih tidak ada satupun pesan dari Abrega yang ditemuinya.
"Dor!" ucap Daira yang baru saja sampai di kelas.
Aneera menoleh lalu melepas tasnya, menaruh ponselnya.
Daira memicingkan mata. "Kok lo mukanya beda gini sih? ada masalah?" tanyanya.
Aneera menoleh. "Masa sih? enggak kok, eh iya. Orangtuanya Kak Abrega kemarin kecelakaan."
"HAH!" Daira menutup mulutnya, dia kemudian duduk. "Ra? seriusan? terus Kak Abrega gimana? kok bisa kecelakaan? Ra jawab dong!"
"Gue nggak tau kecelakaan karena apa"
"Astagaa..."
"Lo doain ya, supaya orangtuanya Kak Abrega lekas sembuh, kemarin Kak Abrega sampe nangis gitu, gue jadi ikut sedih."
Daira mengusap lengan Aneera. "Semoga calon mertua lo cepet sembuh ya Ra, gue doain kok."
Aneera melirik Daira lalu tersenyum tipis tanpa berkomentar lagi. "Aamiin, makasih ya Da."
Setelah itu bel masuk berbunyi. Pelajaran pertama dimulai.
Aneera dan Daira mengeluarkan buku paket Bahasa Indonesia. Lalu menyimak setiap rinci penjelasan Bu Nana dengan baik, begitupun dengan pelajaran selanjutnya, sampai bel istirahat berdering kencang.
Aneera menutup buku, lalu bersama Daira berjalan menuju kantin yang lumayan ramai.
Mereka memilih untuk makan bakso hari ini, Daira sedang mengantri es kelapa disana, sedangkan Aneera mengantri bakso disini.
Aneera menoleh ke pintu kantin, matanya tak sengaja melihat Abrega dan ketiga sahabatnya yang berjalan masuk.
Abrega yang menemukan Aneera tengah menatapnya hanya tersenyum tipis kemudian berjalan bersama Janu menuju penjual batagor.
Aneera mengalihkan pandangan, berharap setelah ini Abrega menghampirinya.
"Ra udah pesen?" tanya Daira yang datang membawa dua gelas berisi es kelapa.
Aneera menoleh lalu melihat ke depan. "Eh iya, ini mau pesen." Aneera kemudian maju lalu memesan dua mangkuk bakso.
Setelah mendapatkan pesanan mereka dan membayarnya, mereka duduk di salah satu meja kantin.
Aneera menghembuskan nafas, ternyata Abrega tidak menghampirinya.
Sedangkan disebrang sana duduk Abrega bersama ketiga sahabatnya.
Gilang melirik Aneera lalu Abrega. "Lo yakin nggak sih pilihan lo nggak salah dan nggak akan nyakitin Aneera?" tanya Gilang.
Abrega tentu sudah memberitahu tentang keputusannya kemarin setelah mengantar Aneera.
Abrega berhenti mengaduk batagor lalu menoleh ke depan, menatap Aneera disebrang sana beberapa detik lalu memutuskan untuk melihat ke arah batagornya lagi karena rasanya sakit hanya bisa melihat Aneera dari jauh begini. "Yakin kok, kayaknya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Abrega
Genç Kurgu"Aneera," panggil Abrega. "Hmm?" sahut Aneera seraya menatap Abrega. "Tujuan hidup lo apa?" Aneera memicingkan matanya. "Kenapa emang tanya tanya tujuan hidup gue?" "Karena sayang." "Apasih?" "Ya lagian, ya karena mau tau dong, pake nanya" Aneer...