"Duluan ya! selamat pulang bareng sama Kak Abrega!" ucap Daira, acara sudah selesai lima menit yang lalu.
Aneera mendorong pelan Daira. "Ih berisik-berisik sana!"
"Hahah dadah!" Daira tertawa lalu berjalan menuju mobil jemputannya.
Aneera menghembuskan nafas, dia kemudian meraih ponselnya, ingin mengabari Mang Pian untuk menjemput, tapi tiba-tiba Abrega menelfonnya.
Aneera menggeser ikon hijau, lalu mendekatkan ponselnya ke daun telinga.
"Apa?"
"Eh dimana? jangan pulang dulu dong, gue lagi beres-beres dulu nih sebentar."
"Hah? yaudah beres-beres aja dulu, gue bisa minta jemput Mang Pian."
"Yah jangan dong, kapan lagi gue boncengin lo pas pake kebaya gitu, kan kalo nunggu pas kita nikah, masih lama."
"Gue matiin nih ya kalo lo masih ngaco!"
"Piss piss, yaudah tungguin dong, gue udah izin nih sama Gilang buat nggak ikut makan-makan sama anak-anak osis, masa lo malah pilih pulang sama Mang Pian sih?"
Aneera melihat sekitar. "Masih lama?"
"Lima menit lagi kok, ini udah selesai masukin bangku."
"Yaudah."
"Asik, tungguin ya dia-ku yang di lagu Afgan."
"Iya! gue di depan ya, deket mading biasa."
"Siap sayang!"
"Sayang sayang sipatu gelang maksud lo?"
"Sayang sayang Aneeranya belum sayang."
Aneera tersenyum lalu tak lama setelah itu ada seseorang yang memanggil nama Abrega.
"Udah dulu ya sayang-sayangannya, dipanggil nih suruh bantuin, pokoknya lima menit gue udah disana, daah! gue matiin ya telfonnya!"
Aneera baru ingin membuka mulut, ingin protes soal kata "sayang-sayangan" tapi sambungan telfon sudah terputus.
Aneera menghembuskan nafas lalu menaruh ponselnya.
Lima menit kemudian, sesuai kata Abrega ditelfon tadi, benar saja. Abrega sudah ada disana, berjalan ke arah Aneera.
"Pas kan lima menit? atau lebih?"
Aneera melihat jam di ponselnya. "Pas kayaknya, yaudah ayuk pulang."
Setelah itu mereka berjalan bersisian menuju pelataran parkir.
"Lo tuh gilanya beneran ya?" ucap Aneera.
Abrega menoleh. "Apa sih?"
"Ya tadi, lo nyanyi gitu di atas panggung. Pake nyebut nama gue lagi!"
"Oh hahah! kenapa? baper ya?"
"Enggak tuh."
"Yah kirain baper."
Aneera melirik Abrega. Sejujurnya Abrega itu benar. Tapi Aneera masih belum mau menunjukkannya pada Abrega. Aneera masih merasa ragu.
Setelah itu mereka sampai, Abrega naik ke atas motor sedangkan Aneera melepas sepatu hillsnya.
Abrega yang sedang memasang helm menoleh. "Kenapa sepatunya dilepas?"
"Ribet, pegel."
Abrega menganggukan kepalanya.
Setelah itu Aneera naik, Abrega kemudian menjalankan motornya.
Beberapa siswa dan siswi melirik mereka, ada yang berbisik iri pada Aneera dan Abrega.
KAMU SEDANG MEMBACA
Abrega
Teen Fiction"Aneera," panggil Abrega. "Hmm?" sahut Aneera seraya menatap Abrega. "Tujuan hidup lo apa?" Aneera memicingkan matanya. "Kenapa emang tanya tanya tujuan hidup gue?" "Karena sayang." "Apasih?" "Ya lagian, ya karena mau tau dong, pake nanya" Aneer...