"Terimakasih banyak Pak, saya permisi." ucap Ibu dari Lius lalu keluar dari ruang kepala sekolah.
Setelah melakukan rapat bersama wakil kepala sekolah, dan beberapa guru, keputusan Pak Ehandi untuk memberi skors pada Lius selama satu minggu penuh sudah bulat. Ditambah lagi setelah pengakuan dari Lius sendiri yang secara langsung mengatakan bahwa dia mengaku ingin membalas perbuatan Abrega padanya beberapa waktu lalu sehingga melakukan itu kemarin.
Sedangkan kedua teman Lius hanya diberi surat peringatan satu karena mereka mengaku dipaksa oleh Lius untuk membantu.
Beberapa siswa dan siswi melihat Lius yang hanya bisa menundukan kepala karena malu, bagaimana tidak malu kalau satu sekolah tahu apa yang telah terjadi kemarin?
Abrega keluar dari ruang kepala sekolah lalu ketiga sahabatnya langsung menghampirinya.
"Dia di skors?" tanya Gilang.
Abrega mengangguk lalu melangkah dari sana, di ikuti oleh ketiga sahabatnya.
"Tadi sempet minta maaf nggak tuh si sableng?" tanya Janu.
"Sempet, kalo enggak mah gue tarik tuh jambulnya." sahut Abrega.
"Baguslah di skors. Masih mending lo nggak bawa-bawa hukum, lagian nyari gara-gara aja tuh anak." ucap Ivar.
"Nah bener, semoga tobat dah tuh anak." timpal Janu.
"Amin." sahut Gilang.
Mereka kemudian masuk ke dalam kantin. Berpisah untuk membeli makanan yang di mau masing-masing.
Abrega berdiri di antrian bakso, tiba-tiba seseorang yang berdiri didepannya hampir jatuh terhuyung kebelakang karena terdorong antrian depan yang harus mundur karena seseorang menumpahkan semangkuk bakso akibat kepanasan.
Abrega spontan meraih kedua bahu orang yang berdiri di depannya itu agar tidak terjatuh.
"Eh maaf, ma—" Aneera terdiam saat melihat seseorang yang membantunya ternyata adalah Abrega, dia melihat plester luka dibagian pelipis Abrega yang nampaknya sudah diganti lalu menatap luka dibagian ujung bibir Abrega yang sudah terlihat membaik. Aneera kemudian tersadar. "Mmm... Ma—makasih." Ucapnya lalu berusaha untuk kembali berdiri dengan normal.
Sedangkan Abrega hanya bisa terdiam, menatap Aneera yang hanya membelakangi.
Abrega sungguh sangat ingin mengajak Aneera berbincang bahkan bercanda seperti sedia kala. Tapi Abrega ingat kejadian kemarin di perpustakan. Abrega juga ingat kata-kata Aneera yang masih berputar dari kemarin sampai sekarang.
Jadi setelah semalaman menahan rasa khawatir pada Aneera tentang kejadian kemarin, Abrega telah memutuskan, bahwa mulai sekarang dia akan benar-benar menjauh meskipun nyatanya dia ingin selalu dekat.
Mungkin kalimat paling bohong yang sekarang sangat tepat untuk membuat hati Abrega tenang adalah bahwa cinta tidak harus memiliki.
Selagi Abrega masih bisa menjaga Aneera dari jauh, Abrega akan berusaha menerima jarak itu.
Tidak kenapa hatinya beradu dengan kenyataan. Abrega akan berusaha menerima itu.
"Maaf baksonya teh tinggal satu porsi kalian berdua mau setengah-setengah aja nggak?" ucap si Ibu penjual bakso saat tiba giliran Aneera.
Abrega kemudian maju beberapa langkah untuk mendekat. "Emangnya abis banget ya Bu?"
"Iya Abrega, hari ini cuma bikin dikit soalnya si Bapak lagi sakit, jadi Ibu sengaja supaya bisa langsung pulang abis istirahat selesai mau jagain si Bapak di rumah."

KAMU SEDANG MEMBACA
Abrega
Novela Juvenil"Aneera," panggil Abrega. "Hmm?" sahut Aneera seraya menatap Abrega. "Tujuan hidup lo apa?" Aneera memicingkan matanya. "Kenapa emang tanya tanya tujuan hidup gue?" "Karena sayang." "Apasih?" "Ya lagian, ya karena mau tau dong, pake nanya" Aneer...