Aneera turun dari mobil, melangkah begitu saja masuk ke dalam rumah lalu kamarnya. Dia menutup pintu kemudian air matanya turun deras tanpa aba-aba.
Aneera menatap balon yang Abrega beri, dua bunga Mawar yang Abrega beri lalu tangisnya bertambah pecah.
Ada banyak tanya yang ingin Aneera tahu dari Abrega tapi Aneera merasa dirinya tidak terlalu penting untuk dapat jawabnya.
Aneera menutup wajah dengan isak tangis yang setelah sekian lama baru terdengar lagi dan itu karena Abrega.
Bagaimana nanti dia bisa melupakan Abrega? bagaimana bisa nanti hari-harinya akan berjalan seraya menerima bahwa kenyataannya Abrega sudah tidak lagi untuknya?
Bagaimana bisa Aneera harus melupakan begitu saja tentang dirinya yang sudah terbiasa dengan adanya Abrega? Bagaimana dia harus menerima bahwa Abrega akan jadi milik Kakaknya sendiri?
Bagaimana bisa Aneera menjalani dan menghadapi semua tanpa Abrega disisi?
"I can't." ucap Aneera dengan suaranya yang tercekat.
Tercekat rasa patah hati untuk pertama kali.
Sedangkan disisi lain, Abrega tengah terdiam menatap ketiga sahabatnya yang sudah dia ceritakan tentang siapa yang di jodohkan dengannya.
Gilang, Janu dan Ivar sama sekali tidak percaya bahwa memang ternyata dunia sesempit itu sampai-sampai harus Kakak dari Aneera sendiri yang di jodohkan dengan Abrega.
Gilang, Janu dan Ivar sama sekali tidak tahu harus membantu apa karena semua terjadi begitu saja.
"Gue bahkan nggak tau gimana cara ngejalaninnya." ucap Abrega dengan mata yang berkaca-kaca.
Rasanya tidak ada yang lebih perih dari ini.
Gilang menatap Abrega. "Ga lo harus ikhlas ngejalaninnya. Gimanapun semua ini adalah pilihan lo, meskipun pilihan lo bikin lo sakit dan mungkin juga bikin Aneera sakit." Ucapnya.
Janu menelan saliva. "Ga, gue nggak suka Ga liat lo gini. Lo semangat dong Ga, lo pasti bisa."
Ivar menghembuskan nafas. "Ga semua ini pasti berat banget buat lo. Tapi bukan berarti semuanya bisa berenti sekarang juga."
"Gue sayang sama Aneera. Gue sayang sama Mama. Lo bertiga percaya nggak sih? gue nggak pernah sesayang ini sama cewek selain Mama, tapi Aneera? dia bisa bikin gue kaya gini, dia bisa bikin gue sesayang ini." Abrega menelan saliva "Gue tau harusnya gue nggak gini karena ini pilihan gue, tapi kenapa harus Kakaknya Aneera? kenapa gue harus menyakiti Aneera dengan itu semua sedangkan yang gue mau Aneera lupa karena gue yang pergi gitu aja?"
Abrega menutup matanya beberapa detik untuk menahan air mata lalu kembali menatap ketiga sahabatnya "Gue nggak mau jadi orang yang nyakitin Aneera karena Aneera sama sekali nggak layak buat disakitin. Enggak."
Dan air mata yang Abrega tahan jatuh begitu saja karena merasakan patah hati untuk pertama kalinya.
Gilang, Janu dan Ivar hanya bisa diam menatap Abrega dengan rasa sakit yang sampai ke hati mereka.
Baru pertama kali mereka lihat Abrega begini, baru pertama kali mereka lihat Abrega menangis begini.
Abrega yang sudah mereka kenal dengan begitu lama. Abrega yang mereka tidak pernah kira akan merasakan patah hati karena harus berpisah dengan seseorang yang berhasil membuatnya jatuh hati dengan sejatuhnya, yaitu Aneera. Abrega yang mereka tidak pernah kira akan menangis karena merasa telah menyakiti seseorang yang disayangnya, yaitu Aneera."Gue pernah bilang kan ke lo semua kalo gue mau jagain Aneera dari siapapun yang nyakitin dia. Terus kalo ternyata gue adalah seseorang yang nyakitin dia gue harus apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Abrega
Fiksi Remaja"Aneera," panggil Abrega. "Hmm?" sahut Aneera seraya menatap Abrega. "Tujuan hidup lo apa?" Aneera memicingkan matanya. "Kenapa emang tanya tanya tujuan hidup gue?" "Karena sayang." "Apasih?" "Ya lagian, ya karena mau tau dong, pake nanya" Aneer...