"Al" panggil suara riang dari sebrang sana. Sial!
Alaric mengumpati dirinya sendiri, menaruh gelas kosong sebelum menemui Daniella.
"Siapa nih?" Tanya Wilmer masih menggendong Prince yang anteng sekali bermain stegosaurus.
"Al" panggil Matthew membuat Danny sekaligus Alaric menoleh.
Alhasil mereka berdua tertawa, seperti deja vu waktu pertama kali mereka bertemu di kantor.
"My brother - Alaric Franklin"
Alaric berusaha ikhlas mendengar Danny mengenalkannya sebagai adik.
"Matthew"
"Wilmer"Mereka bertiga saling berjabat tangan.
"Al. Ini Prince" Danny mengenalkan si kecil pada Alaric.
"Oh. Hiiiii" Alaric menyentuh kepalan tangan Prince.
Prince tertawa, menjatuhkan mainan karet untuk meremas tangan Alaric menggunakan kedua tangan. Kemudian menggigitnya. Alaric berpura - pura mengaduh, membuat si kecil terhibur.
"Kok lo bisa ada di sini?" Tanya Danny kini menggendong Prince. Karena Wilmer harus ke toilet.
"Ya bisalah. Gue sama Alex kan temenan. Kita sering ada project bareng buat pemotretan. So, here i am" jawab Alaric mengusap rambut pirang Prince yang hampir terlelap di pundak Danny.
"Oiya. Gue lupa kalo lo juga model" sahut Danny membuat Alaric tertawa.
Matthew menyodorkan gelas berisi lemonade pada Danny. Gadisnya berterima kasih dan sempat berbagi kecupan kecil di bibir. Membuat Alaric menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Ia benci mengakui kalau Danny dan Matt adalah pasangan serasi. Ia memutuskan untuk pergi menemui teman - temannya yang berada di sisi lain ruangan.
Alaric ingin sekali mengatakan pada Danny agar tak menatapnya seperti itu, tak menepuk lengannya dengan lembut ataupun membuatnya sama sekali tak ingin menjauh.
Ikhlas, Alaric. Ikhlas~
***
Danny baru saja berpamitan pada Minara dan Alex. Ia segera berjalan ke parkiran untuk menyusul Matt dan Prince. Untungnya tempat parkirnya tidak bertipe basement. Melainkan parkiran terbuka di sebrang gedung. Jadi ia tidak perlu khawatir akan penerangan minim.
Tangannya baru saja akan menyentuh pintu Volvo begitu menyadari sesuatu yang janggal. Ia segera menahan nafas saat seseorang mencoba membungkam mulut serta hidungnya menggunakan kain. Danny melontarkan sikunya ke belakang. Tepat mengenai perut si orang asing.
Danny sudah lama tidak melakukan ini. Ia menginjak kaki pria itu menggunakan bagian belakang high heelsnya. Ketika orang di hadapannya membungkuk. Danny memegangi punggungnya seraya menghentakkan lutut ke wajah orang itu.
Muncul kedua orang lainnya, Danny tetap berusaha tenang. Ia melakukan peregangan sebentar sebelum akhirnya menghajar orang - orang yang entah apa tujuannya mengepung Danny seperti ini.
Ia terlalu bersemangat menendang kesana kemari hingga gaun indahnya robek. Danny menggeram, karena sudah lelah. Ia menarik kaki salah satu pria hingga jatuh saat ia terjerembab karena di pukul. Meraba sekitar pinggang dan paha hingga menemukan sebuah pistol. Lalu menariknya, Danny terlebih dulu memastikan isi pistol lalu dengan iseng menarik pelatuk. Hingga mengenai ujung sepatu rekan satunya.
Daniella kini menginjak leher pria yang tengah terbaring dilantai semen kasar. Melihatnya memberontak, Danny menekankan kakinya lebih kuat sehingga pria itu terbatuk memegangi pergelangan kakinya.
"Who's gonna answer my question?" Tanya Danny mengayunkan pistol sembari menghubungi Matthew, menyuruhnya memanggil keamanan ke tempatnya sekarang.
"Siapa yang menyuruh kalian? Cepat jawab atau peluru ini akan lolos dari selongsongnya" Danny memberatkan suaranya, serius.
Masih memberontak, Danny menghujamkan ujung heelsnya ke perut pria di bawahnya hingga tak sadarkan diri.
"Answer now!" Danny menarik separuh pelatuk dari jalurnya.
"Kami tidak tahu! Kami hanya mengikuti perintah" cicit pria kedua ketakutan.
Danny melepaskan tembakan ke kaki kirinya hingga terjatuh. Pria ketiga menatap Danny, badannya gemetar. Bahkan ia sudah pipis di celana. Kini Danny mulai merasa ngilu di sekitar tubuhnya karena bekas pukulan tadi.
"If you try to run away, you will die" kata Danny mendekatinya.
"Please" pinta pria itu saat Daniella menempatkan ujung pistol ke tenggorokannya.
"Aku hanya mendengar nama V. Itu saja, katanya dia orang kaya. Bos!"
Danny segera melayangkan kepalan tangan ketika pria yang tadi terkapar. Bangun untuk meninjunya. Daniella menjerit, tangannya terasa sakit saat memukul rahang pria itu hingga pingsan lagi.
Matthew bersama Wilmer dan yang lainnya datang membawa polisi. Danny menembaki mobil Volvo yang tadi hampir ia masuki karena mirip mobil Matt. Lalu ia merutuki kebodohannya sendiri, Volvo kan mobil istimewa. Ketahanan bodynya jelas nyaris anti peluru.
Mau tak mau Danny harus menghabiskan waktu makan malam di kantor polisi untuk memberi keterangan.
Alaric yang sedari tadi melihat sepak terjang Daniella belum bisa menutup rahangnya dengan benar. Ia hanya sempat menelphon polisi dan memotret plat mobil sebelum pergi. Jadi, kemungkinan polisi yang datang sekarang itu polisi yang ia panggil tadi. Alaric tidak pernah menyangka jika Danny punya ketrampilan seperti black widow. Bahkan sekarang Danny terlihat seksi dengan gaunnya yang robek. Memperlihatkan paha kanannya. Alaric menampar wajahnya sendiri agar sadar.
***
Daniella mengaduh saat berusaha memakai piyama satin marunnya. Ia mendapatkan pukulan pada bagian bahu, perut dan pinggang. Untungnya tak ada tulang yang patah. Matt bersikeras membawanya ke rumah sakit untuk memeriksa keadaan Daniella lebih lanjut.
Pintu terketuk, Danny mempersilahkan Matt masuk sementara ia tampak putus asa tak bisa bergerak dengan leluasa.
Matt segera memberi pelukan pada gadisnya dari belakang, mengusap lengan Danny pelan dan mengecup lehernya tanpa meninggalkan mark.
"Jangan erat erat peluknya, sakit" keluh Danny membuat Matt melonggarkan pelukannya.
Matthew hanya diam, terus memberi kecupan kecupan kecil pada bahu Danny. Ia tahu siapa orang - orang itu, karena Matt pernah melihatnya. Biasanya mereka mendampingi sang ibu ketika akan bertemu petinggi perusahaan lain saat ingin menjalin kerja sama. Matt rasa ibunya benar - benar gila hingga berani menyakiti Danny seperti ini.
Daniella tahu isi pikiran Matthew saat ini. Jadi ia membalikkan tubuhnya menghadap Matt. Meniadakan jarak sehingga bibir mereka menyatu. Matt meminta maaf melalui lumatan biasa yang tak menuntut. Jika biasanya Matt yang menahan tengkuk Danny, sekarang sebaliknya. Danny meremas rambut halus pada tengkuk Matthew. Meyakinkannya jika mereka akan menemukan penyelesaian terbaik atas masalah barusan.
"You have to sleep" Matt melepas bibirnya terlebih dahulu.
"Temenin" kata Danny memeluk leher Matt, manja.
Matt terkekeh, mengelus rambut Danny. Mengecupnya pelan.
"Mas masih mau ngobrol sama Marvin. Nanti mas susul. Okay?" Matt menempelkan bibirnya ke telinga Danny.
Tak mau berdebat, Danny mengangguk. Membiarkan Matthew keluar dari kamarnya.
***
Marvin membuka pintu utama setelah menidurkan Prince.
"Son" sapa pria paruh baya di hadapannya.
Marvin tersenyum, memeluk sang ayah sebelum mengajaknya masuk. Matthewlah yang meminta Richard untuk datang. Mereka perlu membicarakan kejadian tadi sore.
KAMU SEDANG MEMBACA
Friends Special Edition (Joo - Kyun)
FanfictionDanny, melanglang buana mencari pekerjaan di Australia berbekal Work and Holiday Visa. Suatu saat, ia berhasil mengikuti test perusahaan impiannya yaitu Arc ~ en ~ ciel Perfume Pty Ltd dan lolos. Tapi, ternyata perusahaan itu tak lagi memberikan off...