Danny sedari tadi mengamati gerak gerik Matthew yang agak mencurigakan. Setidaknya pria itu tiap 10 menit sekali sibuk dengan smartphonenya. Jelas - jelas sekarang ia tengah menyetir.
"Mas. Kayaknya lebih baik kalo aku yang nyetir deh. Kalo ada masalah urgent, tolong diurus dulu. Aku belum mau balik ke pangkuan Tuhan. Apalagi sampe masuk berita kecelakaan. Di negeri orang pula. Anakku masih kecil - kecil" kata Daniella pada Matthew.
"Nggak kok. Nih udahan. Sensi banget kamu. Setau aku kamu dapetnya masih 10 hari lagi. Nggak mungkin PMSnya sekarang kan?" Matthew menaruh kembali handphonenya ke dalam saku.
Daniella menggeleng - gelengkan kepalanya. Ia ingin sekali mengomel, hanya saja hawa hawa jetlag masih menyertainya. Jadi, lebih baik Danny diam saja sembari memijit pelipis.
Sudah setahun mereka menikah. Tapi, terkadang keduanya masih harus LDRan. Karena Daniella punya bisnis yang harus di tangani sendiri. Jadi, beberapa bulan sekali Danny harus pulang ke Indonesia untuk memonitor perkembangan resort secara langsung. Mengingat Tyo tengah sibuk mempersiapkan pernikahannya dengan Jeffrey dan berniat mengambil cuti. Danny harus bekerja keras dua kali lipat selama Tyo tidak ada.
Setelah satu bulan penuh menghabiskan waktu di Bali. Akhirnya sekarang ia kembali ke Australia. Terkadang Danny masih merasa lucu ketika melihat visa yang tertera pada passportnya. Mengingat saat pertama kali ia mengetahui hasilnya, ia sampai menemui Adrien. Bersikeras menanyakan apa alasan di balik di kabulkannya partner visa Daniella.
"Matthew nggak bisa ngurus anak sendirian. Dia perlu partner yang mana itu kamu, buat ngebesarin putra kalian bersama. Kamu tau kan pentingnya peranan orang tua dalam tumbuh kembang anak? Lagian kalian uda dua taun tinggal bareng. Uda tau habit masing - masing. Dari bangun tidur sampe tidur lagi, uda paham satu sama lain. Kamu nih aneh lho. Orang lain sampe ngebohong bohong. Bikin fake partner segala macem biar visanya di granted. Ini kamu giliran di granted, malah nggak terima. Kamu juga uda di lamar Matthew kan?"
Adrien menatap Daniella.
"How do you know?" Danny memutar cincin pada jari manis kirinya.
"Pas interview dia nunjukkin cincin yang sekarang kamu pake itu. Dia bilang pengen ngelamar kamu. Walopun resiko di tolaknya 99%. Sesama laki - laki, aku tau banget perasaan itu Dan. Antara seneng sama takut. Lagian baru di granted 1 taun pertama yang temporary kan? Taun depan baru bisa apply lagi buat permanent visanya. Sambil nunggu akta nikah keluar" pungkas Adrien.
"Wait. Dia dateng buat interview? Kapan? Kata kamu dia nggak perlu dateng" protes Daniella.
"Tiga puluh menit sebelum kantor tutup, dia dateng. Lagian tepat sehari setelah undangan interview dikirim. Dia langsung bales bersedia buat menuhin permintaan officer. So responsive and responsible. Trusted" Adrien mengakhiri kalimat dengan menyikut tulang rusuk Danny.
Akhirnya Danny menyerah, kemudian memberi Adrien sebuah pelukan tanda terima kasih.
"Babe, hp kamu bunyi tuh" kata Matthew membuyarkan lamunan Danny.
"Marvin. Halo"
"Bubu!!!!" Sebuah paduan suara mini menyapanya riang.
Daniella tertawa.
"Iyaaaa" sahut Danny tak kalah ramai.
"Bubu uda sampe mana?" Ini suara Shotaro.
"Count until 40, bubu will be there" kata Daniella.
"Okay bu, hey. Let's start counting. Uncle Marvin to. Hurry hurry" sahut Prince bersemangat. Terdengar suara tawa Marvin di sebrang sana sebelum menemani duo krucils berhitung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Friends Special Edition (Joo - Kyun)
FanfictionDanny, melanglang buana mencari pekerjaan di Australia berbekal Work and Holiday Visa. Suatu saat, ia berhasil mengikuti test perusahaan impiannya yaitu Arc ~ en ~ ciel Perfume Pty Ltd dan lolos. Tapi, ternyata perusahaan itu tak lagi memberikan off...