Daniella mengecup Prince beberapa kali sebelum akhirnya masuk ke dalam mobil. Matthew kali ini ada di bangku pengemudi. Mengantarkan gadisnya terlebih dahulu, baru ke perusahaan bersama Marvin.
Danny tak henti - hentinya bersenandung, mengembangkan senyuman tiap kali berpapasan dengan karyawan lain. Hari ini, ia akan menilik parfum buatannya. Berharap percobaannya kali ini akan berhasil.
"Madam, mau sarapan apa?" Tanya Danny riang.
"Uda gue beli tadi sekalian lewat" sahut Alaric memegangi pucuk kepala kakaknya yang pendek.
Danny hampir saja melayangkan pukulan jika Alaric tidak langsung menempati kursi kerjanya.
"Hari ini lo ke lab kan ya?" Tanya Alaric melepas stelan luar bermotif garis.
Danny mengangguk, tengah memeriksa berbagai macam memo internal dari beberapa departemen yang ada di mejanya.
"Kak. Bikinin kopi dong" pinta Alaric, manja.
Danny mengambil coffee grinder, mengisinya dengan sepersekian gram biji kopi. Lalu menyerahkannya pada Alaric.
"Giles sendiri sampe halus. Nanti gue seduhin" kata Danny kembali fokus dengan tumpukan kertas, membuat Alaric memutar tuasnya dengan kesal.
Tak ada yang berubah, Danny tetap bertugas menganalisa laporan dan membacakan hasilnya pada Zafrina. Rasanya ia tidak sabar menunggu semuanya selesai. Berlari menjemput ciptaannya yang menunggu dalam vial.
***
Matthew masih harus mengajari beberapa hal baru pada Marvin. Berhubung adiknya belum terbiasa memegang dua pekerjaan sekaligus. Ia merasa lega saat Sabrina melapor pada Matt jika Vivi telah menginterview dua orang kandidat yang akan menggantikan jabatannya. Mungkin seminggu lagi akan ada kabar baik.
Matthew memasuki ruangan Miley dengan ragu.
Aroma citrus dan floral menyeruak menyambut indera penciumannya. Matt mengamati keadaan sekitar, semuanya tertata rapi. Ia tersenyum melihat piano di sudut ruangan. Miley memang suka memainkannya ketika tidak sibuk. Suaranya akan memenuhi seluruh lantai kantor. Di atasnya ada foto Miley, Matthew dan Marvin saling berangkulan. Ah, ini foto saat mereka pertama kali pindah ke Australia kalau tidak salah.
Matt membuka tutup tooths piano, meniup tangannya takut takut kalau jarinya tak mengingat bagaimana rasanya menekan balok panjang berwarna hitam putih di hadapannya.
"Let's play the easy one" Matt menyemangati dirinya sendiri.
Ia menekan tooths piano dengan ragu, sesaat kemudian barulah alunan nada lagu Do Re Mi dari film The Sound of Music terdengar lancar tanpa tersendat. Lagu kesukaan Miley, harusnya ayah mereka masih menyimpan rekamannya. Saat itu Miley memainkannya di hari ulang tahun ibu mereka. Tentu saja, Miley tak mendapatkan respon baik.
Marvin yang tengah berdiskusi dengan Jackson mengangkat wajah. Meyakinkan dirinya sendiri jika ada suara piano.
"Di ruangan Miley ada piano. Emang lo nggak tau?" Tanya Jackson.
"He? Emang iya, jangan bilang itu hantu Kak Miley yang mainin pianonya Jack" Jawab Marvin membuat Jackson ingin sekali menggeplak kepala adik Matthew itu.
"Ya si Matthew lah yang mainin. Lo nggak bisa main piano kan?" Balas Jackson membalik halaman proposal varian kopi baru.
"Iya. Gue bisanya main gitar kayak sapa tuh. Bang Haji Roma Irama" Sahut Marvin membuat Jackson tertawa.
Matthew hampir saja menangis, rasanya Miley masih ada di sini. Matt masih bisa mendengar tawa lumba - lumbanya. Tangan Matt segera meraih handphone dari sakunya.
Tanpa menunggu lama, ia berlari.
***
Zafrina ingin sekali menerobos kobaran api yang melahap bagian labolatorium perusahaannya saat ini. Pergerakan pemadam kebakaran sangat lambat dan kedua anaknya sampai saat ini belum keluar. Tadinya Daniella berada di luar lab saat kebakaran berlangsung. Begitu sadar ruangan mana yang terbakar. Ia mengumpat, lalu menghilang begitu saja. Anak itu kembali ke dalam lab.
Alaric begitu tahu kakaknya mungkin saja terjebak di dalam sana segera menyusul. Sambungan batin keluarga bena benar membuat Zafrina stress.
Tak lama kemudian, Alaric keluar menggendong kakaknya. Keadaan Alaric tampak kacau karena beberapa bagian baju serta rambutnya terbakar. Danny lebih memprihatinkan lagi, kemeja satin sudah kehilangan bagian lengan kiri. Terdapat luka bakar di sana.
"Violet. Vii, Violet!" Zafrina memanggil nama kecil Danny.
Tidak ada respon, bagian General Affair sudah menelphon ambulance.
Zafrina mulai panik karena putrinya tak merespon. Jangan sampai ia kehilangan Danny untuk kedua kalinya. Ia belum menebus kesalahannya dengan menjadi ibu yang baik.
"Momm" suara itu membuat Zafrina terkejut.
"Violet" panggilnya lagi.
"You hold me too strong. It hurts" komplain Danny dengan suara tercekat, kemudian terbatuk.
"You brat!" balas Zafrina separuh tertawa.
"We made it" kata Danny, pandangannya masih tak fokus. Jemarinya susah di gerakkan.
Zafrina baru sadar jika tangan putrinya menggenggam sesuatu. Alaric membantu Danny membuka kepalan tangannya. Ia sedari tadi memegangi vial kaca berisi parfum. Senyumnya muncul saat menyerahkan parfum yang berhasil ia buat dengan bantuan Zafrina. Danny sengaja kembali masuk karena tak mau hasil karyanya terbakar begitu saja. Jadi, ia berusaha menyelamatkannya.
"Idiot" umpat Zafrina pada Danny, air matanya mengalir memegangi vial kaca sekaligus mendekap Danny dalam pelukannya.
Danny terbatuk, ia mencoba untuk tetap sadar. Tapi, kedua matanya berat sekali.
***
Matthew memandangi sebagian bangunan kafe yang rusak. Untungnya tidak ada yang terluka. Minara menelphonnya tadi. Berkata jika ada beberapa orang melemparkan botol berisi bensin yang sumbunya sudah di sulut dengan api. Chris dan Lucas meminta para perempuan untuk keluar, mereka berusaha memadamkan api. Tapi, sebagian sudah menjalar ke dapur. Melahap furnitur berbahan dasar kayu.
Lantai dua bahkan tidak terselamatkan. Mereka tahu jika para karyawan akan sibuk menyelamatkan diri dan mengurus tempat terdekat alias lantai dasar. Jadi, mereka melempari lantai atas dengan lebih banyak bom molotov.
Matt menghela nafas, Kiana meminta Minara dan yang lainnya datang ke studio jika sekiranya perlu tempat menenangkan diri setelah kejadian yang cukup mengejutkan. Alex meraih bahu Matthew, turut bersimpatik.
"Eh. Ini bukannya perusahaan tempet Danny kerja?" Wilmer baru saja melihat headline news di ruang tunggu studio Kia.
Matthew memicingkan kedua mata. Terjadi sebuah kecelakaan kerja yang mengakibatkan lab terbakar. Beberapa orang terluka ringan dan tak ada korban jiwa. Ia berusaha menelphon Danny.
"Annoying as usual" balas suara jutek di sebrang sana.
"Can i talk to Allie ma'am?" tanya Matthew gugup.
"She's sleeping right now" balas Zafrina.
"Which hospital?" Matthew menelan ludahnya.
Ia mengangguk setelah mendapatkan nama rumah sakit dan nomor ruangan.
"Danny nggak papa kan?" Tanya Minara melihat raut wajah Matthew.
"Uda di tangani dokter. Katanya bahu sampe lengan kirinya melepuh, lukanya lumayan parah. Tapi, bisa di atasi" balas Matthew.
"Mau gue anter ke rumah sakit nggak?" Tanya Wilmer.
"Gue harus ngurusin kafe dulu. Nanti, kalo uda kelar urusannya baru kesana. Lagian di sana ada mamanya" kata Matthew mengantongi smartphonenya.
Matthew tidak mau berburuk sangka. Tapi, kejadian ini tidak bisa di sebut kebetulan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Friends Special Edition (Joo - Kyun)
FanfictionDanny, melanglang buana mencari pekerjaan di Australia berbekal Work and Holiday Visa. Suatu saat, ia berhasil mengikuti test perusahaan impiannya yaitu Arc ~ en ~ ciel Perfume Pty Ltd dan lolos. Tapi, ternyata perusahaan itu tak lagi memberikan off...