Stick To The Plan

122 28 25
                                    

Bengali Resto

Ren mencari nomor meja pesanan Zafrina. Tapi, ia tidak dapat menemukan ibu sahabatnya.

"Miss Matsumoto?"

Ren mendapati pemuda, yah. Mungkin seumuran atau lebih muda darinya.

"Yes. I am looking for Mrs Quinn actually"

Pria itu tersenyum, mengulurkan tangan kanannya. Ren menaikkan alis kanannya sebelum menjabat tangan si pria.

"I am Alaric Franklin. Saya asisten madam Zafrina. Kebetulan beliau agak terlambat karena masih ada urusan. Jadi, saya akan menemani anda sampai beliau datang. Tentu saja jika anda tidak keberatan" kata Alaric sopan.

Kemudian ia mempersilahkan Ren duduk terlebih dahulu, lalu memanggil waiter.

"Jadi kamu adiknya Danny?" Ren masih menusuri buku menu tanpa menatap Alaric.

Alaric mengerjapkan kedua matanya.

"Geez. I almost forget if you are detective. You must be know everythings about your client. My apologize"

Alaric terkekeh.

"No. I know it because we are family"

Ren menyerahkan buku menu pada waiter sambil menyebutkan pesanannya. Alaric mengerutkan dahinya.

"Ren" panggil Zafrina, Ren tersenyum. Ia segera bangkit dari tempat duduknya, lalu memeluk Zafrina dan memanggilnya tante.

Alaric semakin bingung.

"Kok Danny nggak di ajak tan?" Tanya Ren.

"Ooh, dia lagi balik ke Indo. Kamu makin cantik aja, maaf ya tante ngrepotin" Zafrina memegangi pipi Ren.

"Lagian tante bukannya dari awal bilang ke aku buat ngehandle kasus ini. Malah pake detektif lain. Buang - buang duit aja" Ren menggembungkan kedua pipi.

"Papa mama sehat sayang?" Zafrina memegangi tangan Ren.

"Sehat. Mereka juga kangen tante. Uda lama banget kan nggak ketemu" Ren menggenggam tangan Zafrina.

Zafrina tak pernah melihat mereka lagi saat ia memutuskan untuk pergi meninggalkan James dan Danny.

"Mom" Alaric melambaikan tangan, mengisyaratkan jika ia juga ada di sana.

Zafria dan Ren tertawa. Sang ibu memberikan penjelasan singkat mengenai hubungan antara keluarga mereka berdua pada Alaric.

40 menit kemudian,

Zafrina melepas kacamatanya, melihat satu bundle analisa data dari sahabat Danny membuat ia agak pusing.

"This too much. I just wanna know about what happened to my lab" kata Zafrina.

"Sue her then" kata Ren menghirup teh hijaunya kalem.

"I will. Thanks" Zafrina tersenyum, menyerahkan map dari Ren pada Alaric agar di simpan.

***

Engagement Dinner

Matthew benci sekali harus datang ke acara dinner malam ini. Kali ini ia membawa serta Prince. Menjaganya agar tidak bosan sepanjang obrolan antar keluarga nanti. Sesekali Matthew menanggapi celotehan Prince. Terkadang tawa menghiasi interaksi keduanya.

"Prince. Sama papa yukkk" kata Marvin membuka kedua tangannya.

Prince menggeleng, masi berpegangan pada jas Matthew.

"Cemburu aja lo, heran" Matthew mendekap Prince erat - erat dalam pelukannya.

"Bubu" ucap Prince mengerucutkan bibir.

"Dada juga kangen bubu" Matthew ikut mengerucutkan bibir.

Kini mereka saling menempelkan dahi juga hidung, lalu menciptakan tawa riang. Tak sadar jika seseorang tengah menatap mereka dari sebrang ruangan.

"Vi" panggil Richard menghampiri Vivi di pintu masuk.

Vivianne berdehem meminta keluarga Jolin untuk masuk.

***

Matthew baru saja mandi, acara malam itu tentu saja berjalan dengan lancar. Matthew hanya menanggapi sesekali. Karena ia tahu, itu kan acara Vivi. Ia tak harus banyak bicara. Prince juga sangat kooperatif, ia terus menempel pada Matthew. Kedua orang tua Jolin menganggap itu lucu. Mereka bahkan kagum karena Matt sangat telaten menjaga anak kecil. Kakak Marvin itu hanya berterima kasih dan kembali fokus ke bocil yang ada di pangkuannya.

Gilanya, malam itu mereka langsung tukar cincin. Padahal ia sendiri baru bertemu Jolin seminggu yang lalu. Sebulan dari sekarang mereka akan menikah. Kepala Matthew berdenyut denyut. Ia tak punya paracetamol, ia berinisiatif ke kamar Danny. Biasanya Danny menyimpan obat itu diatas meja kerjanya.

Benar saja, ia menemukannya ditempat yang tepat.

Ia segera mencari salah satu kontak pada smartphonenya. Berharap Danny masih belum tidur.

"Bee" sapa suara serak disebrang sana.

"Mas ganggu ya?" Matt tersenyum, memandangi langit kamar Danny. Kini ia tengah berbaring di ranjang gadisnya.

"Uda keluar tanggal nikahnya?" Ledek Danny.

Matthew memasang ekspresi sulkynya. Semua ini ide Daniella, ia menyuruh Matt untuk mengikuti perintah sang mama.

"Al. Lama - lama aku bisa gila" keluh Matthew.

"Ini nggak lama kok. Jadi mas nggak bakalan gila. Sabar" jawab Danny, kini suaranya lebih stabil.

"Ya kalo aku beneran nikah sama Jolin gimana Al?" Tanya Matthew kemudian.

"Ya enak tho, punya istri mas. Aku jadi selingkuhan kamu aja, uda seneng" Sahut Danny asal.

"Heh" tegur Matthew.

"Uda di ajak ketemuan sama mamaku?" Tanya Danny.

"Besok, mau ngomongin hasil analisa detektif katanya"

"Jangan kaget ya"

"I already prepare for the worst"

"Kangen aku nggak mas?"

"Nggak usah nanya, kalo nggak punya solusi buat ngatasin kangennya"

Danny terkekeh, sudah setengah bulan ia tidak dapat menemui Matthew.

"Mmm. I'll see you in the wedding" balas Danny semakin membuat Matthew kesal.

"Ha, so you'll be my bride then" kata Matthew bersemangat.

"In your dream. Uda ah, mas. Aku ngantuk. Di indonesia jam 3 nih. Dikiranya aku mau sahur ntar" balas Danny kembali menguap.

"Iya. Iya. Sorry. I miss you"

Bagaimana hati Danny tidak meleleh, baru kali ini ia mendengar suara sendu seseorang menyerukan kata - kata rindu padanya saat malam berganti ke pagi seperti ini. Ia ingin sekali keluar, memacu mobilnya menuju rumah Matthew. Tapi, Danny tidak boleh lemah seperti ini. Ia harus tetap pada rencana awal.

"I miss you too mas. Titip salam buat Prince. Bubu kangen" ucap Danny lirih.

Sekarang hati Matthew yang terasa agak perih. Jarang sekali ia mendengar nada sedih dalam suara Danny. Lalu, Danny pamit menutup sambungan telphon. Membuat Matt semakin tidak bisa tidur.

Friends Special Edition (Joo - Kyun)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang