Coffee

201 32 3
                                    

Another Mornin

"Kenapa kamu? Masih patah hati si Denallie punya pacar?" Zafrina menatap Alaric dari balik kacamatanya.

Alaric tersenyum kecil, membelokkan setirnya memasuki parkiran kantor.

"Padahal tuh ya. Aku uda seneng banget akhirnya bisa jatuh cinta lagi setelah sekian lama" Alaric menghela nafas.

Zafrina menyentuh pipi putra semata wayangnya, mengusapnya penuh cinta. Dulu sekali, Alaric menyukai seseorang. Teman kuliahnya. Zafrina pernah beberapa kali bertemu dengannya saat menengok Alaric di kampus. Sayangnya, pacar Alaric menjadi salah satu korban penembakan brutal oleh teroris saat berbelanja di supermarket umum.

Alaric akhirnya merasakan kehilangan.

"Uda gitu nama tengah dia cantik tau ma" ucap Alaric melepas sit belt. Terlebih dahulu keluar agar dapat membukakan pintu bagi sang ibu.

"Apa nama tengahnya?" Tanya Zafrina.

"Grace, Daniella Grace Denallie. Ah, sayang banget" Alaric mengekor di belakang Zafrina.

"Trus pas aku sebutin nama tengahku dia bilang - beautiful name, i like it. It reminds me of someone. Tapi, pas aku tanya siapa, pacarnya. Dia bilang bukan"

"Nama pacarnya Matthew nak. Ugh" Zafrina hampir saja meledak. Kenapa ia mereka malah membicarakan anak itu.

"STOP TALKING ABOUT THAT GIRL! I HATE IT"

Alaric mencebikkan bibir, melayangkan senyuman demi senyuman pada karyawan yang menyapanya selama perjalanan menuju ruangan.

"Good mornin ma'am. What do you like for breakfast today?" sapa Daniella ketika mereka masuk.

"Indonesian food, paket nasi bakar cumi" sahut Alaric terkekeh saat Danny sudah memasang helm khas pesepedanya.

Daniella menggerakkan tangannya pada Alaric agar mendekat. Pria itu agak merendahkan bahunya. Danny membisikkan sesuatu dan itu membuatnya tertawa. Kemudian Alaric memberikan sebuah jawaban atas pertanyaan Danny barusan dengan cara yang sama.

Daniella menanyakan di mana letak restoran indonesia yang dimaksud oleh Zafrina.

***

Zafrina menatap Danny yang tengah menyapa karyawan lain ketika keluar gedung. Kemudian melesat pergi menggunakan sepeda elektriknya. Tanpa sadar Zafrina tersenyum, memegangi bandul liontin di dadanya.

"You like her, isn't it?" Alaric menyejajarkan tempatnya dengan sang ibu.

"No! Never! Mungkin mama bakalan pecat dia sebelum jadi karyawan tetap. Jadi, diem kamu!" Zafrina beralih dari jendela menuju meja kerjanya.

Dibalik wajah tenang Zafrina saat ini, ada sebuah pikiran yang berkecamuk. Seketika ia memegangi pelipisnya. Mendadak anxiety menyebar ke seluruh tubuh wanita paruh baya itu. Alaric mendekat, bertanya jika ia baik - baik saja atau tidak? Ia tersenyum, menepuk lengan Al. Kemudian meraih tabung obat kecil dari laci dan menenggaknya.

***

Daniella menghela nafas, ekspressinya berubah dari kesal, bete dan berakhir dengan pasrah.

Alaric bilang Zafrina ingin di buatkan kopi. Tapi, menggunakan coffee grinder manual. Karena sekarang mesin kopi di pantry sudah dipakai oleh banyak orang. Alhasil Danny menuang biji kopi robusta dari toples kaca kecil. Ia menghentakkan kakinya kesal dan mulai memutar tuas. Suara biji kopi yang tergiling membuat Danny agak terhibur. Ia memutar lagu dalam playlistnya.

Terkadang ia bermain dengan alat penggiling. Membuat gerakan dance aneh di sela - sela kegiatan. Membuat Alaric yang sedari tadi mengintipnya dari balik tirai ruangan Zafrina tertawa. Ia mengeluarkan smartphone, menekan ikon kamera dan merekam partner kerjanya. Setelah berhasil menghaluskan biji kopi.

Danny menempatkan cup stainless bersih. Menata coffee filter sebelum menuangkan air panas dan bubuk kopi yang sudah tercampur. Alaric dapat mencium aroma pekat kopi buatan Daniella. Gadis itu pandai membuat kopi ternyata. Alaric terkejut, saat Danny mengaduh ketika menyentuh cangkir panas.

Tapi, partnernya itu dengan menggemaskan mengecup jemarinya sendiri. Lalu menuangkan kopi panas pada cangkir khusus milik Zafrina. Alaric membukakan pintu setelah Danny mengetuk. Membiarkan Danny menyajikannya. Zafrina mengibaskan tangan, mengisyaratkan agar Daniella keluar dari ruangan.

Al mengikuti Danny keluar dari ruangan. Meraih tangan si secondary assistant, menengok bekas kemerahan pada telunjuk dan jari tengahnya. Alaric mengeluarkan petroleum jelly dari tas, mengoleskan tipis tipis pada jemari Daniella. Lalu meniupnya pelan.

"Lain kali hati - hati. Uda tau panas dipegang" kata Alaric mengusak rambut Danny.

***

Zafrina merasa agak emosional begitu meneguk kopi buatan Daniella. Bukankah semua kopi akan terasa seperti ini? Lantas apa yang membuatnya kacau? Rasa kopi atau Daniella? Kenapa ia jadi sensitif begini?

***

Matthew mengulurkan tisyu pada kakak perempuannya. Sudah sebulan terakhir Miley selalu datang padanya dengan wajah sembab.

"Divorce him"

Miley menggeleng, menundukkan wajah.

"Kak"

Matt menggapai tangan Miley yang terasa dingin.

"Apa kata mama nanti Matt? Gue nggak mau ngecewain mama"

Matthew menghela nafas. Miley sangat menghormati ibu mereka. Bahkan ia rela mengenyampingkan ego juga cintanya hanya untuk menuruti wanita itu. Miley rela dijodohkan, lalu menikah dengan pria asing yang sama sekali tak ia kenal sesuai permintaan sang ibu. Kenapa sang ayah tak membantu?

Ayahnya dulu pernah selingkuh. Tertangkap basah oleh sang ibu. Mereka tak bercerai. Tapi, sang ibu kehilangan rasa percaya beserta seluruh kasih sayang pada sang suami. Hingga akhirnya ayah mereka tak pernah ikut campur mengenai keputusan yang di ambil oleh istrinya.

Tanpa dipinta, karma dari sang ayah datang. Kali ini mengarah pada Miley. Suaminya berselingkuh, sudah sekitar setengah tahun berjalan. Miley tahu, lebih tepatnya ia mencari tahu. Membuntuti Jacob pergi, maka dari itu ia seringkali menitipkan Prince pada Matthew.

Miley tak pernah merasa dicintai selama pernikahannya berlangsung. Kadang ia sengaja menenggelamkan kesedihan rumah tangganya pada pekerjaan kantor. Menciptakan berbagai macam ide cemerlang demi kemajuan perusahaan. Heavenly Coffee sudah cukup mempunyai nama di kancah internasional karena varian kopi yang beragam dan rasanya tak main - main. Tak salah jika Miley menjabat sebagai direktur pada perusahaan keluarganya. Sementara Matthew menjabat sebagai Manager Marketing.

Apakah memang bakti anak ke orang tua harus seperti yang Miley lakukan? Bukankah mereka sebagai anak. Bukan, sebagai insan juga berhak mendapatkan cinta juga kebebasan positif bagi diri mereka sendiri?

Matt berjanji akan melindungi Miley bagaimanapun caranya. Sejak kecil hubungan Matt dengan sang ibu juga tak begitu dekat. Kalau Miley selalu memaafkan sang ibu setelah mendapatkan pukulan. Ia mungkin memaafkan. Tapi, tidak dengan melupakan. Matthew sengaja menjadi pembangkang, ia mengambil jurusan kuliah sesuai kemauannya sendiri.

Matt tidak membiarkan wanita itu mengatur kehidupannya. Matthew mengukir prestasinya sendiri sebagai professional barista. Membangun bisnisnya sendiri berbekalkan studi master managemen keuangan. Jatuh bangun, ia telan sendiri. Tak pernah sekalipun ia merengek pada sang ibu ataupun ayahnya.

Tapi, Miley selalu ada membantunya. Memberinya uang saku saat Matt kuliah. Padahal Miley sendiri baru menjadi anak magang. Karena Miley tahu adiknya keras kepala dan tak mau meminta bantuan pada siapapun. Mereka sebenarnya juga terjebak di perusahaan ini. Karena hanya ini yang bisa mereka lakukan agar sang ibu tak ikut campur dalam urusan pribadi mereka.

Matthew mendekap Miley dalam pelukannya. Mengusap punggung sang kakak dalam diam.

Friends Special Edition (Joo - Kyun)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang