Danny menggeliat pelan, saat membalikkan badan. Dahinya membentur dagu Matthew. Mereka berdua mengaduh.
"That's how you say good morning, huh?" Tanya Matthew.
"Sorry" balas Danny terkekeh.
Matthew membelai lengan Daniella, melihat tubuh gadisnya yang kini masih belum tertutup apapun. Danny sudah mewanti wanti Matt agar tidak meninggalkan tanda apapun. Mengingat mereka akan menghadiri acara penting hari ini. Mereka menghabiskan malam bersama, karena Prince tidur dengan Marvin.
Matt menyentuh wajah Danny dan mulai mengecupi bibir kekasihnya yang memejamkan kedua mata karena masih mengantuk.
Danny tak berniat membalas, masih merasa nyaman dalam dekapan Matthew tanpa melakukan aktivitas apapun.
"Hey. Wake up" kata Matt menggerakkan jemarinya menusuri punggung telanjang Danny dari atas sampai bawah.
Danny meminta waktu lima menit untuk tetap seperti ini. Ia memeluk pinggang Matthew erat, merapatkan tubuh pada Matt tanpa membuka mata. Ia menyukai hangatnya tubuh Matthew, lembutnya sentuhan pria itu saat mengenai kulit Danny. Aroma woody and spicy seakan melekat pada tubuh Matthew dan cukup membuat Danny betah berlama lama memeluk kekasihnya.
"Nnggh"
Danny mencubit perut Matthew karena baru saja melumat bibirnya kasar. Ia melempar bantal pada Matt, menyuruhnya mandi agar tak terus - terusan menggoda Daniella.
***
Marvin dan Matthew masih mengamati Danny, Prince juga tengah menyusu sembari memeluk kaos Miley di pangkuan Matt. Danny sedang memilah outfit untuk Prince kenakan saat menghadiri pesta pertunangan Minara dan Alex.
"Tinggal aja si Princenya. Ntar gue gabut kalo nggak ada dia" pinta Marvin.
"No, kali ini Prince harus ikut. Kan gue uda nyiapin outfit kece buat dia, masak nggak di pake sih. Iya kan Prince?" Danny berjongkok di depan sofa, menyejajarkan tatapannya dengan si kecil.
Prince tertawa, meninggalkan dotnya yang kosong. Tangannya menggapai gapai ke arah Danny.
Kebiasaan Prince tiap mau tidur sampai bangun tidur adalah membawa pakaian almarhumah sang ibu kemana - mana. Kadang membuat Danny dan kedua paman Prince sedih.
"Bu.. bu..." panggil si kecil pada Danny yang segera menggendongnya.
Matt memandangi Daniella dan Prince dalam diam. Inikah potret keluarga yang selalu di idam - idamkan orang? Tapi, ia tidak mungkin kan meminta Danny meninggalkan mimpinya hanya untuk menjadi ibu rumah tangga? Apalagi Daniella cukup jenius dalam pekerjaannya. Gadis itu juga sudah menunggu cukup lama agar bisa diterima di perusahaan milik Zafrina Quinn. Matthew tidak mungkin meminta Danny memilih. Menuntut kebahagiaan dengan cara mematikan kebahagiaan orang lain bukanlah cara yang tepat."Da.. da" ucap Prince saat Danny menunjuk Matthew.
"Pwa pa" lanjut si kecil pada Marvin.
"Genius" ucap Danny mengecup pipi Prince.
***
Rumah Zafrina
Wanita itu segera memakai kacamata setelah mendapatkan sebuah amplop berkop surat salah satu rumah sakit yang ada di Australia. Seperti scanner, ia menilik seluruh isi halaman di hadapannya. Lalu memijit pelipis kanannya pelan. Sekarang perasaannya memang campur aduk. Tapi, setidaknya kini ia tertawa.
"Mom" panggil Alaric, menyembulkan kepalanya dari balik pintu.
Melihat sang ibu yang tidak biasanya menangis. Membuat Alaric panik.
"Ma, ada apa?" Alaric segera mendekat pada ibunya. Ia memegangi kedua bahu sang ibu untuk memberinya pijatan pelan.
"Barangkali kamu mau baca" Zafrina mengulurkan surat keterangan dari rumah sakit pada Alaric.
Tak lama kemudian pria itu kembali menatap Zafrina tak mengerti.
"Ini apaan sih ma, Al nggak ngerti. Alaric kira mama kena kanker gitu. Tapi, pas Al baca nggak ada kata - kata mengenai kanker. Awwww. Mama!!" Alaric baru saja menerima sebuah pukulan tak menyakitkan pada kepala belakangnya.
"Kamu ngedoain mama kena kanker?" Balas Zafrina gemas.
"Ya nggak. Yaudah jelasin makanya" kata Alaric mengembalikan kertas yang tadi ia pegang.
Zafrina mengajaknya duduk di tepi tempat tidur. Lalu mulai menceritakan sesuatu pada putranya.
***
Matthew bersiul begitu melihat Danny menuruni tangga. Sedangkan yang di siuli mengacungkan kepalan tangannya agar kekasihnya itu diam. Matt memasangkan mantel panjang ke tubuh Danny sebelum berangkat. Ia mencuri sebuah kecupan dari bibir Danny yang setengah terbuka karena tengah fokus memakai high heelsnya.Marvin akan mengantar Matt beserta keluarga kecilnya ke tempat tujuan. Setelah itu ia berniat belanja beberapa baju baru dan keperluan lain.
"Nanti kalo uda mau pulang telphon aja ya kak"
Matthew menjawab permintaan Marvin dengan anggukan.
Karena tak mau di gendong, jadilah Danny mengaitkan kelingkingnya pada tangan Prince.
"Prince" sapa David, kali ini ia tidak datang sendirian. Ada Meira bersamanya.
"Lagi libur kak?" Tanya Danny setelah bercipika cipiki.
"Iya nih. Trus sama David di paksa main ke sini. Mau nolak kan nggak enak ya, uda di beliin tiket" sahut Meira membuat Matt dan Danny tertawa.
"Ya abis kalo disuruh kesini alesannya masih ngebimbing anak - anak bikin skripsi. Mereka aja yang diperhatiin. Aku nggak" kata David menanggapi ocehan tunangannya.
***
Alaric merapatkan kancing suit hijau pastelnya sebelum memasuki gedung. Kali ini rambutnya ia sisir ke belakang, menampakkan jidat yang jarang sekali ia ekspos. Tampan? Tentu saja. Apa kalian lupa kalau ia juga seorang model? Ia memasang wajah cool selama perjalanan menuju ruang utama. Ia mengangguk pada security yang baru saja menyapanya.
Alaric menelan ludah ketika mendapati seseorang yang ia kenal, berdiri anggun tak jauh dari tempatnya berpijak. Ia tertawa, mengecupi tangan batita yang berada dalam dekapan pria kekar berambut blonde berstelan blue electric. Itukah Matthew?
Ia butuh sedikit alkohol untuk menghilangkan sakit kepalanya. Jadi ia mengambil satu gelas cocktail dari nampan waiter yang lewat.
Jadi sekarang ia harus pergi atau menyapanya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Friends Special Edition (Joo - Kyun)
FanfictionDanny, melanglang buana mencari pekerjaan di Australia berbekal Work and Holiday Visa. Suatu saat, ia berhasil mengikuti test perusahaan impiannya yaitu Arc ~ en ~ ciel Perfume Pty Ltd dan lolos. Tapi, ternyata perusahaan itu tak lagi memberikan off...