10.00 AM
Danny mengangkat panggilan dari smartphone Matthew.
"Vin. Kenapa?" Suara parau Danny menanggapi.
"Kak. Prince kakkk" terdengar suara khawatir di sebrang sana.
Danny segera duduk,
"Prince kenapa? Ngomong yang jelas Vin. Please" Danny masih mengumpulkan nyawa.
"Masak tadi pas di imunisasi dia nggak nangis? Kan sakit. Huaaaa"
"Ealahhhhhhh" Danny menyesal sudah terlampau serius.
"Trus sekarang dia malah ketawa tawa gitu sambil nggigitin biskuit. Ih, nurunin siapa strong begini?"
"Yo terus ngopo malah koe sik nanges??????????? Hadeh, gembeng"
= Ya terus kenapa malah kamu yang nangis? Hadeh, dasar cengeng"Aku nggak ngertiiiiiii. Cepet pulang napa, rumah sepi banget. Serasa ngeliatin tuyul lari kesana kemari"
Danny tertawa, berjanji akan segera pulang.
"Prince kenapa?" Tanya Matthew baru bangun.
"Ga kenapa napa. Marvin kaget kenapa ponakannya nggak nangis pas di imunisasi. Malah dia yang mewek. Adek mas tuh" kata Danny tertawa.
Matthew terkekeh, dulu saat ada imunisasi di sekolah dasar juga Miley tidak menangis. Ia malah sibuk menenangkan Matthew yang mengamuk saat akan di suntik.
"Heh. Heh. Tangannya kemana itu mas?" Tegur Danny saat melihat tangan Matthew mengelus pahanya yang terbuka.
Matt dengan nakal menyelipkan tangan di antara kedua kaki Danny.
Danny berniat bangun. Tapi, Matt menarik tangannya hingga kembali terjatuh. Kemudian dengan mudah membalik keadaan. Menampakkan kuasanya sebagai dominan. Menggenggam tangan Danny erat sementara bibir Matt memulai foreplaynya.
***
Danny masih memukuli Matthew karena kesal. Pinggangnya masih pegal hasil meladeni Matthew beberapa ronde dari malam ke pagi. Bahkan ini lebih melelahkan daripada mengintrogasi seorang serial killer. Danny mengancam akan mengunci pintu kamar agar Matthew tak bisa tidur bersamanya malam ini.
***
Danny dan Matthew masih tak percaya apa yang terjadi di dapurnya saat ini.
Prince tengah melendot pada kaki Alaric yang sekarang sedang membantu Marvin menata makan malam di meja. Sementara Zafrina baru saja selesai mencuci tangan dan melepas apron. Danny segera memberi back hug untuk sang ibu. Tak pernah menduga atas kunjungan kejutan dari keluarganya.
"Mama ngapain kesini?" Danny mengecup bahu Zafrina.
"Cuma mau ngecek aja kamu masi idup apa nggak"
Jawabannya masih saja sarkastik. Tapi, Danny sudah terbiasa.
Kini mereka berlima, eh bukan. Berenam karena Prince turut serta duduk di baby chair. Bergabung dalam lingkaran, di maba mereka bergandengan tangan untuk berdoa sebelum makan. Alaric mengambil alih tugas menyuapi Prince.
Matt menepuk tengkuk Marvin yang mendadak mellow. Karena mereka sendiri tak pernah merasakan makan malam bersama keluarga seperti ini. Zafrina menyuruh Danny membuka mulut, menyuapinya dengan salah satu potongan dari semur daging.
"Mom!!!! Hih, ini jahe!" Komplain Danny membuat semua yang ada di ruang makan terbahak.
Ternyata Zafrina punya selera humor juga dibalik wajah seriusnya.
***
Setelah makan malam, Danny dan Zafrina memisahkan diri dari para lelaki. Ibunda Daniella hanya menatap Prince yang sedari tadi memegangi botol susu tanpa drama rewel ketika tiba waktunya tidur. Tanpa sadar ia menyentuh pipi gembil Prince. Lalu menunjukkan sebuah senyuman. Danny segera memindahkan Prince ke pangkuan sang ibu.
Zafrina ingin meneriaki Danny. Namun, tertahan. Mengingat ia kini tengah membawa anak kecil.
"You're sleepy" kata Zafrina merapikan piyama Prince, saat bocah itu mulai menguap.
Danny tersenyum, ah. Betapa indahnya hari ini. Tampaknya ia harus berdoa panjang sekali pada Tuhan sebelum tidur. Mengucap syukur tak henti - hentinya atas nikmat bahagia yang di berikan.
"Dia umur berapa sih?" Zafrina mengayunkan lengannya pelan. Menina bobokkan si batita.
"Dua bulan lagi dua tahun" jawab Danny.
"Kamu hamilnya ntaran aja, nunggu Prince gedean dikit biar kamu nggak keteteran. Mama nggak mau jadi tukang ngasuh soalnya"
"Dihh. Mikirnya jauh banget" Danny hampir saja tertawa kencang.
"Tapi, udah sering bikin kan?" Zafrina menarik kerah baju Danny, menyindir bekas kemerahan pada belahan dada atasnya.
"Mama!" Kata Danny setengah berteriak.
"Ssst" Tegur Zafrina, mengingat Prince sudah terlelap.
Melihat wajah Daniella merona seperti strawberry membuat Zafrina tertawa, dasar anak muda.
"Awas aja kamu tekdung, Matt nggak tanggung jawab. Mama sembelih dia" ancam Zafrina.
"Don't worry mom. Matt always put safety first"
Danny mengaduh saat Zafrina mencubit pahanya. Mau tak mau Zafrina mengakui Danny memang mirip sekali dengannya. Karena terlalu ceplas ceplos dalam menjawab sesuatu.
***
Zafrina sempat merasa risih sekaligus senang karena Danny merengek padanya untuk menginap.
Alaric memisahkan Danny dan Zafrina agar mereka cepat pulang.
"Bentar ih" Danny memegangi wajah sang ibu, memberinya kecupan di pipi kanan dan kiri sekuat tenaga. Membuat Zafrina menggerutu.
Alaric berniat langsung menuju mobil. Tapi, Danny juga memberinya sebuah kecupan perpisahan paksa di dahinya. Membuat rambut Alaric acak - acakan. Ternyata kakaknya bar - bar sekali. Padahal tidak dalam keadaan mabuk.
Danny segera berbalik melewati kakak beradik Martana.
"Daniella" panggil Matt, suaranya amat sangat seductive.
"Nooooooo" Danny berlari secepat mungkin menaiki tangga, membuat Matthew dan Marvin terpingkal.
Matthew mengurungkan diri untuk masuk ke kamar saat mendengar helaan nafas Marvin.
"Kenapa?" Matt merangkul sang adik.
"Kapan kita bisa makan malem kayak tadi bareng sama papa ya kak?" Marvin menatap Matthew.
"I will try to make your dream come true. You deserve to be happy bro" Matt mengeratkan rangkulannya.
"Not me, but us. Miley deserve it too" Marvin menghapus ujung mata kirinya.
Matthew memeluk saudara laki - lakinya simpatik. Yah, memang tidak semua orang punya keluarga yang sempurna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Friends Special Edition (Joo - Kyun)
FanfictionDanny, melanglang buana mencari pekerjaan di Australia berbekal Work and Holiday Visa. Suatu saat, ia berhasil mengikuti test perusahaan impiannya yaitu Arc ~ en ~ ciel Perfume Pty Ltd dan lolos. Tapi, ternyata perusahaan itu tak lagi memberikan off...