Perfect Picture Part II

169 33 11
                                    

Danny masih bersemangat menemani putranya membangun sand castle, sesekali Matthew sengaja mengusili Prince hingga bocah kecil itu mengamuk. Kemudian memukuli sang Dada karena kesal.

"Aduh" Matt mengaduh, tampaknya ada butiran pasir yang memasuki pelupuk matanya.

Daniella segera menghampiri Matt, memegangi wajah ayah Prince. Lalu meniup mata kanannya perlahan. Prince merasa bersalah, masih memegangi ember merah menggunakan kedua tangan.

"Gimana?" tanya Danny membiarkan Matt mengedip beberapa kali guna memastikan jika sudah tidak ada yang mengganjal.

"Better" ucap Matt berniat ingin mengusap indera penglihatannya yang terasa gatal.

"No, nanti iritasi" Danny memegangi tangan Matt, mendaratkan kecupan pada kelopak mata Matt. Berdalih akan lebih baik di kecup daripada di usap.

"Ouch" kata Prince menjatuhkan wada pasir kosong.

Kini ia berpura pura mengerjapkan kedua mata, masih mengatur mata bagian mana yang kelilipan. Membuat dada dan bubu terkekeh. Dasar caper!

Melihat orang tuanya tak bereaksi, membuat Prince menggembungkan kedua pipi. Melipat kedua tangan gempalnya di depan dada.

"Bubu, aku juga keyiyipan auuu" protesnya.

"Oya? Mana sini bubu liat" Danny merentangkan kedua tangan. Tapi, Matt menghalangi Prince yang akan masuk ke dalam pelukan Danny.

"Iyyyh. Dada awassss" komplain si kecil merasa terusik.

Pada akhirnya mereka memeluk Danny bersamaan.

***

Danny mengiringi Matthew memasuki lobby.

"Kapan balik?"

"Lusa, ini aja Marvin uda rewel banget kayak bayi mau numbuh gigi"

Daniella tertawa mendengar jawaban Matthew, ia mengangguk tanda mengerti. Gadis itu mengusap tengkuk Prince yang kelelahan, mencium pelipis si kecil. Entah sudah berapa kali ia mendaratkan bibirnya ke wajah sang bayi.

"Makasi uda kasi satu hari yang berharga buat aku sama Prince ya Al" Matt menatap Danny.

"Sama – sama mas" Danny mengusap lengan ayah Prince.

Matthew meraih kepala Daniella, mencium pucuk kepala bubu sebelum kembali ke kamar tempatnya menginap.

***

Danny kehilangan minat pada wine yang baru saja ia tuang pada cup glass, kini ia hanya menggoyang goyangkan wadah kaca di tangan kirinya dengan malas. Baru merasakan satu kecapan. Danny sudah menghela nafas. Kenapa mendadak ia merasa hampa? Mungkin mampir ke bar resort akan membantu. Ia segera meraih kunci SUV coklat metalik juga kunci kamar pribadinya. Mengingat sudah jam 10 dan ia tidak akan pulang sendirian dalam keadaan mabuk.

***

"Wow. Bos, tumben sekali?" Hendery yang tengah mengelap gelas mendapati Daniella duduk di hadapannya dengan night dress floral selutut. Membuat sang direktur terlihat anggun.

"Hello beautiful" Yuta muncul di sisi Hendery.

"I need a gin" sahut Daniella memutar tubuhnya, menatap luve music yang ada di panggung saat ini. Menyanyikan lagu Tinggi Gunung Seribu Janji, karya terbaik dari Ismail Marzuki. Dulu ayahnya sering sekali memutar lagu tersebut sewaktu Danny masih kecil.

***
Di sudut lain

"Pak. Itu dia ngapain?" Lucas mendelik saat si pria meletakkan jemarinya menusuri lengan sang wanita.

Matthew melirik sekilas, tersenyum dari balik gelas beernya yang setengah kosong sehabis ia teguk.

"Just wait and see" bisik Matthew menikmati kacang kulit sebagai pendamping minuman dinginnya.

Lucas menelan ludah ketika si pria meletakkan tangannya pada paha bagian dalam wanita yang berada di samping.

Sesaat kemudian, Daniella menarik tangan pria tak tahu diri yang telah berani menyentuh tubuhnya. Memelintirnya ke belakang hingga pria itu terbungkuk dan mengaduh. Kemudian Danny menendang tulang keringnya sehingga bertekuk lutut. Meremat tangan bule berambut brunette agak keras. Menimbulkan bunyi gemeratak. Security datang karena terdengar teriakan caci maki darinya. Barulah Danny melepas pria itu sampai tersungkur.

"I don't wanna know. I want to see the person who in charge for this place! This bitch hurt me!"

Danny tersenyum, menerima uluran segelas gin dari Yuta dan Hendery yang menahan tawa.

"Actually, this bitch is the owner of this place. Sir"

Jawaban kepala keamanan membuat bule itu terdiam .

"Go away or i'll kick you by myself" jawab Daniella menyunggingkan sebuah senyum manis nan mematikan.

"WOW! For Miss Denallie" Lucas menggunakan suara ala toa mengacungkan gelas beer, menunjukkan rasa salut pada Danny.

Beberapa orang mengikuti, menambah rasa malu pria brengsek yang berjalan keluar dari bar.

Matthew bertemu pandang dengan Danny yang menyambut cheers jarak jauhnya. Daniella Denallie, memang selalu menawan.

***

Setelah keributan kecil di bar. Danny berniat pergi tidur. Ia menuruni tangga tanpa tergesa. Membalas sapaan dari para karyawan shift malam. Mendengar seseorang bersuit di belakangnya membuat Danny agak tersinggung. Saat mendapati siapa pelakunya, ia tak jadi marah.

"Gue heran kenapa uda malem gini. Kingkong belom balik ke kandangnya"

Matthew tertawa mendengar perkataan Danny pada Lucas.

"Gue juga heran. Kunti sekarang modis banget pake gaun malam motif floral"

Candaan Lucas berakhir dengan sebuah pelukan hangat dari Daniella. Sebelum pergi Lucas memberi sebuah kedipan kode pada Matthew.

"Tadi itu.. Keren" kata Matthew tampak garing. Namun, Danny justru tertawa renyah.

"Thank you" Jawab Daniella memandangi ujung kaki.

Sejenak hening.

"Need a friends?" Tanya Matthew.

Danny segera menggeleng, apapun makna ucapan Matthew barusan. Ia tak ingin berakhir bersama dalam satu tempat tidur.

"Maksudku temen ngobrol Al. Bukan yang lain"

Matthew memberi penjelasan, seakan paham betul isi pikiran gadis itu.

"Yeee. Siapa juga mikirin yang lain. Udah ah, aku mau tidur. Uda ngantuk mas"

Daniella mengipasi wajahnya yang terasa panas. Berusaha menjauh secepat mungkin.

Grep!

Danny merasa deja vu, Matthew menarik tangannya hingga tubuh mereka berdua bertabrakan pelan. Tanpa ragu, Matthew melumat bibir Danny. Terang - terangan menyatakan rindu melalui gerak bibir yang telah menyatu. Daniella terlebih dahulu menarik wajah, mengambil nafas yang hampir saja habis.

"You're lucky mas. Because i don't have any desire to slap your face right now. Good night"

Danny menatap keseluruhan wajah Matthew. Mencoba tetap tenang, walaupun sejatinya jantung Danny berdentum tak karuan. Ia tidak ingin menghela nafas tepat di depan bibir Matthew yang masih berjarak sekian senti dari bibirnya sendiri. Berusaha menepis rasa beer yang tadi ia rasa saat bertukar saliva.

Danny melepaskan diri dari pelukan Matt. Lalu pergi~

Meninggalkan Matthew yang menyadari sesuatu. Tadi, Daniella membalas ciumannya.

Friends Special Edition (Joo - Kyun)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang