Victoria Park, Sore Hari~
Danny dan Matthew duduk bersampingan. Tanpa di sadari bulan ini sudah beralih dari musim dingin ke musim semi. Netra Daniella menusuri bunga bunga kecil yang sedang bermekaran di sekitar. Matthew sendiri masih belum membuka pembicaraan. Masih terbesit kemungkinan kemungkinan terburuk atas apa yang akan dia tuturkan pada Danny nanti.
"Seriously Matt, what you expected from me?" Danny meluncurkan apa yang selama ini mengganjal hatinya tiap kali Matt mengajaknya tuk kembali bersama.
"I expected to spend the rest of my life with someone who become part of me" Matthew menatap pohon maple di tengah taman.
"Then, you can find someone. But, not me.
Mas, kalo kamu cuma merasa bersalah atas apa yang mama kamu lakuin ke aku. Itu sungguh nggak perlu. Aku paling nggak suka di kasihani atas keadaanku sekarang. I am okay.
Oke, anggap aja selama ini aku pura pura kalo semuanya baik - baik aja. Tapi, bukan bearti kamu harus bertanggung jawab atas perasaanku dan maksain perasan kamu ke aku kayak gitu mas.
Kita bisa hidup di jalan masing - masing dan berusaha bahagia dengan cara kita sendiri tanpa harus merasa bersalah atas apa yang terjadi. Mas, aku uda maafin mama kamu" Danny refleks menggenggam tangan Matthew yang sedari tadi mendengarkan.
"Al, luka itu bisa sembuh. Tapi, bekasnya nggak bisa ilang. I know that. Mungkin aku terlalu maksa kamu. I am sorry" Matthew meremas jemari Daniella.
Mereka bertatapan sejenak.
"The most important thing is. We will never have child in our own. That's every couple's dream in marriage life, right? And i can't give you"
Matthew menarik dagu Danny, membungkamnya untuk mengatakan hal yang lebih menyakitkan Matthew jika mendengarnya.
"Allie, you're perfect. All of you is fine. Please, you don't have to said that again to push me away like this. Kalo kamu memang nggak pengen balik sama aku, aku terima itu. Tapi, jangan pernah ngomong kayak gitu lagi Al" Matthew menangkup wajah Danny menggunakan kedua tangan.
"Itu kenyataan yang harus aku bawa selama aku hidup mas. I have to live with it" Danny membiarkan ibu jari Matthew mengelus bibir peachnya.
"Just stop it, babe" Matthew kembali mengecup bibir Danny.
Danny sendiri tak menolak. Jauh, di dalam lubuk hatinya. Ia pun merindukan Matthew. Sejauh ini belum ada yang bisa memasuki ruang hatinya selain pria yang tengah bertukar kecupan dengannya saat ini. Kenapa sulit sekali untuk jujur pada perasaannya sendiri?
"You better go. Now!" Danny berkata lirih di bibir Matthew, tatapannya sendu dan sebuah senyuman yang di paksakan terukir di wajah Danny.
Saat Matthew beranjak meninggalkannya, Danny berteriak. Lebih tepatnya menyerukan nama Matthew hingga berbalik menatapnya.
"I can't believe it. I'll do such a childish thing like this. Mas!"
Matthew mengerutkan dahi, sungguh tak mengerti apa yang sedang di lakukan oleh Daniella.
"Di belakang mas sekarang ada orang yang paling mas sayang, paling mas kasihi dan orang itu bisa ngebahagiain mas mungkin untuk selamanya. Sekarang mas boleh noleh" Danny menutup kalimatnya dengan gugup.
"Are you insane?" Tanya Matthew.
"Excuse me, sir? Are you just said if i am out of my mind?" Balas Danny merasa tersinggung.
"Yes! Exactly. What actually hit your head babe? You suddenly talk about nonsense" Sahut Matthew.
Tangan kanan Daniella terkepal. Sekarang ia menyesali keputusannya mengetes pria bernama belakang Martana itu.
"Okay. I am sorry" Danny menghela nafas, sekarang ia yang berniat pergi.
"How can you said something like that? How dare you ask me to turn around when the person who i love, adore and fit me together like two pieces of broken heart is right in front of me! You idiot!"
Danny masih mencerna kata - kata Matthew barusan. Mereka memandang satu sama lain selama beberapa saat. Kemudian mereka terkekeh, Danny mengusap pelupuk matanya yang basah. Matthew baru saja meruntuhkan dinding hati Danny yang hampir mati rasa karena terlalu lama mengabaikan hal yang bernama cinta.
"Lagian tadi kan di belakang mas nggak ada siapa siapa. Masak iya tiba tiba siapa gitu dateng. Setan kali cepet banget datengnya" Matthew mengecup telinga Danny yang kini berada dalam peluknya.
"Bodo!" Seru Danny masih menyembunyikan wajah pada ceruk leher Matthew.
Matthew tertawa, ia tahu jika Daniella malu.
"I do love you, babe" Matthew mengusap punggung Danny, menghirup wangi lemon dan mint dari rambut burgundy gadis kesayangannya.
***
Bali, one month after~
Danny baru saja selesai menyeduh kopi menggunakan French Press saat smartphonenya berdering tidak santai. Ada panggilan video masuk.
"Bubu!"
"Hello, ma babies" Danny meletakkan gelas kopinya di meja, mengamati tingkah keduanya dari jauh.
"Tadaaaaaaaa. This our room mommy"
Shotaro dan Prince tertawa, menunjukkan interior kamar baru keduanya. Ya, proses adopsi Shotaro sudah resmi selesai dan kini ia tinggal bersama Matthew.
"Wait" Prince turun dari tempat tidur, Shotaro masih memegangi handphone. Seketika lampu ruangan padam karena si kecil menekan tombol saklar dan sticker tata surya juga beberapa bintang bersinar dalam gelap.
"Wow. That's cool boys" puji Danny membuat keduanya terkikik. Lucu sekali, Danny jadi ingin menguyel uyel mereka dalam peluknya.
"Bubu kapan pulang?" Tanya Prince memegangi benda itu terlalu dekat. Sehingga hanya tersisa bagian pipi juga bibirnya di layar. Shotaro memberi tahu Prince jika ia juga perlu melihat Danny.
"As soon as possible. Masih banyak kerjaan, kasian uncle Tyo sendirian" balas Danny bertopang dagu.
"Uncle Tyo must have a girlfriend. So, he won't be a lonely" ujar Shotaro mendapat anggukan tanda persetujuan dari Prince.
"Kayak orang tua kalian ini. Dada mana?" Tanya Danny tertawa kecil.
"Dada lagi ngerjain pe er sama Uncle Marvin" sahut Prince.
"Okay. Behave until bubu come back to Australia. Understand boys?"
Keduanya mengangguk, melambaikan tangan kanan masing - masing. Lalu memberi kecupan basah pada Danny melalui sentuhan bibir mungil mereka pada layar smartphone. Membuat Danny tak henti - hentinya tersenyum. Meskipun panggilan sudah berakhir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Friends Special Edition (Joo - Kyun)
FanfictionDanny, melanglang buana mencari pekerjaan di Australia berbekal Work and Holiday Visa. Suatu saat, ia berhasil mengikuti test perusahaan impiannya yaitu Arc ~ en ~ ciel Perfume Pty Ltd dan lolos. Tapi, ternyata perusahaan itu tak lagi memberikan off...