Sacrifice

158 33 18
                                    

Zafrina menghela nafas frustasi saat melihat Daniella masuk seolah tidak terjadi apa - apa dengannya setelah kejadian seminggu yang lalu.

Alaric sudah menceritakan semuanya pada sang ibu. Zafrina ingin sekali memaki Daniella kenapa bertindak sendirian. Repot - repot menghajar orang tak dikenal. Yah, sifat itu pasti diturunkan dari seseorang.

Pintu terketuk, Zafrina meminta si pengetuk masuk.

Daniella tersenyum, jika Alaric akan terbuai dengan senyumannya. Zafrina justru sangat membenci senyuman manis itu.

"Ada memo internal permintaan dana anggaran untuk bagian produksi" kata Danny berdiri di hadapan Zafrina.

"Jelaskan padaku" sahut Zafrina membalikkan bangkunya ke arah jendela, sengaja memunggungi Danny.

Lima belas menit kemudian, asisten secondarynya selesai menyampaikan laporan dan menjawab semua pertanyaan Zafrina dengan lancar seperti biasanya.

"Sampaikan pada Hendery , aku tidak mau menandatanganinya jika belum ada design dan contoh real botol parfum di hadapanku tujuh hari dari hari ini" balas Zafrina, Danny membentuk gestur hormat dan berniat untuk keluar dari ruangan sebelum Zafrina memanggilnya lagi.

"We need to talk, come to the crown at 4.30 pm. Understand?" Tanya wanita paruh baya itu pada Danny.

"Yes ma'am" Danny mengangguk.

***

Danny berbelok di gang sempit dan mengetukkan ujung sepatu bootsnya ketika pria mencurigakan yang sedari tadi mengikutinya keluar kantor berhadapan langsung dengan Daniella.

Ia segera menekan nomor telephon yang sudah lama tersimpan di salah satu kontak.

"Tante. Kalo mau ketemu sama saya, langsung bilang aja. Nggak usah kirim orang aneh - aneh buat nyeret saya ke hadapan tante"

"Berani sekali" suara di sebrang sana terdengar sangat manis.

"Saya tau tante ada di sekitaran sini. Bisa kita ketemu di the crown sekarang?" Lanjut Danny lagi.

"As you wish, little bitch" kalimat intimidatif dari wanita itu mengakhiri panggilan Danny.

***

Kini Danny tengah berhadapan dengan Vivi. Baru kali ini dia bersyukur karena wajah Zafrina lebih galak di bandingkan ibunda Matthew. Jadi, ia tidak merasa parno ketika mereka harus menatap satu sama lain.

Danny mengangkat cangkir brown sugar lattenya tenang.

"Saya mau nikahin Matthew sama gadis yang levelnya lebih tinggi di banding kamu"

Danny terkekeh.

"Anaknya mau tan?"

Vivi mendelik kesal.

"Kalo Mas Matthew nggak mau tante mau apa?" Danny menyilangkan kedua tangan di depan dada.

Vivi diam, mencoba meredam emosinya dengan teh.

"Tante mau ngapa - ngapain saya gitu? Saya orang tua uda nggak punya, otomatis tante nggak bakalan bisa nyakitin mereka agar saya mundur.

Perusahaan, saya juga nggak punya. Saya cuma karyawan biasa. Apa tante mau bikin saya di pecat biar saya nggak punya pekerjaan? Coba aja tante komporin bos saya kalo bisa.

Mmm, atau tante mau coba lapor ke pihak imigrasi buat deport saya dari Australia? Tapi, saya bisa balikkin perlakuan tante yang uda nyuruh orang buat nyakitin saya tempo hari. Itu cukup kuat jadi alasan tante di deportasi karena stay unlawfully.

Paling gampang ya. Tante bunuh saya aja. Paling Mas Matthew jadi depresi. Iya, dia bakalan nurutin tante buat nikah sama orang lain. Tapi, saya nggak mau kematian saya sia - sia. Jadi, saya punya bom waktu yang kapanpun siap meledak dan turut serta menghancurkan tante karenanya.

Tante punya pilihan lain?" Daniella meletakkan cup kembali ke atas meja.

For the first time, Vivi merasa ketakutan. Ia berdehem, mencoba membersihkan tenggorokannya sebelum bicara.

"Buat apa saya menghancurkan kamu kalau saya sendiri bisa menghancurkan Matthew.

Saya yang membuat Matthew hingga seperti ini. Jadi saya jugalah yang mampu menghancurkannya. Saya yang dapat meruntuhkan kepercayaan dirinya dan saya jugalah yang bisa membuatnya tak berdaya.

Hanya Matthew yang saya butuhkan saat ini"

Vivi tersenyum. Kali ini giliran Daniella yang merasa insecure.

"Emangnya tante tega?"

"Kenapa nggak? Saya bisa mengambil sikap terhadap Miley. Begitu juga dengan Matthew"

"Ya itu kan karena Kak Miley bukan anak kandung tante. Makanya tante bisa berlaku seperti itu. Tapi, tante nggak bakalan tega nyakitin Mas Matthew ataupun Marvin. Karena darah tante mengalir pada mereka"

Vivi menggenggam cangkir tehnya erat.

"Apa Richard yang ngasi tau kamu tentang hal ini?"

Danny dapat mendengar bunyi gemeletuk gigi Vivianne, saat ia menggelengkan kepalanya.

"Tante mau sampe kapan nyiksa Om Richard. Kan sekarang beban tante uda ilang. Anak Om Richard sama selingkuhannya yang uda tante rawat sampe gede, sampe sukses, sampe jadi wanita karir paling da best uda nggak ada. Cucu, ah iya. Tante nggak pernah nganggep Prince keluarga. Jadi, tante selalu bilang 'bocah itu' ke dia. Sebenernya aku salut banget sama tante.

Tante bisa nahan ego, nahan kesedihan sekian lama buat ngasuh Kak Miley. Nggak pernahkah terbesit di benak tante kalo Kak Miley tuh sayang banget sama tante? Betapa bangganya dia punya mama kayak tante? Sampe dia mau ngelakuin apapun demi tante.

Tapi, tante mencoba jadi orang buta, tuli sama bisu kalo uda berkaitan sama Kak Miley.

Tante, saya nggak perlu nanya ke Om Richard mengenai masalah ini. Lha wong saya baru sekali ketemu. Nggak mungkin saya lancang nanya hal sensitif apalagi ini termasuk confidential. Nggak mungkin juga saya nanya Mas Matthew sama Marvin. Mereka aja nggak tau kalo Kak Miley itu bukan kakak kandung mereka. Trus saya tau dari siapa? Coba tante suruh orang terbaik tante buat nyari tau siapa saya. Kalo uda ketemu jawabannya, keputusan ada di tangan tante. Mau ngancurin saya atau nggak"

Danny mengakhiri pembicaraannya. Membuat Vivi berdiri, kemudian beranjak meninggalkan Danny tanpa sepatah katapun.

Setelah melihat Mercedes hitam milik ibu Matthew menghilang. Danny menghela nafasnya kasar. Jantungnya masih berdebar tak karuan. Kedua kakinya terasa seperti jelly sekarang. Rasanya ia tak sanggup untuk berdiri. Ia baru saja melepas senjata pamungkasnya. Berharap Vivi tak akan berani menyentuh Matthew barang seujung kuku dan ia baru saja mengorbankan dirinya sendiri.

Ia menutup wajah menggunakan kedua telapak tangan dan mulai terisak. Namun, ia merasakan tangan hangat merengkuhnya. Orang itu mencoba menenangkan Danny. Tapi, itu malah membuatnya menangis lebih kencang.

Friends Special Edition (Joo - Kyun)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang