Sakit Gigi

171 31 26
                                    

Danny baru saja menidurkan Prince setelah drama rewel seharian bersama Marvin. Ia memandangi si kecil yang kini terbaring di crib. Memberinya kecupan selamat tengah malam menjelang pagi. Untung besok libur, jadi Daniella bisa bangun siang. Danny menggeliat, berniat kembali ke kamarnya untuk beristirahat.

Ia melepas kaos oblongnya, berniat memakai piyamanya sebagai baju tidur. Tapi, ia terlalu malas. Akhirnya ia malah berbaring di tempat tidur. Memikirkan apa yang akan Vivi lakukan padanya setelah hari itu. Sampai saat ini tidak ada pergerakan aneh di sekitarnya dan itu malah membuat Danny menjadi overthinking.

Zafrina memintanya untuk pindah. Tapi, Danny tidak bisa meninggalkan Prince begitu saja. Ia berjanji akan merawat Prince bersama Matt juga Marvin. Kepalanya jadi berdenyut. Danny meraih laci nakas, mengambil paracetamol dan menenggaknya bersama air mineral.

Danny menarik selimutnya, menaikkan suhu AC dan memejamkan matanya tanpa memakai baju.

***

Pintu terketuk, Danny berusaha membuka kedua matanya. Sinar matahari sudah tinggi dan ia berharap tidak ada yang menunggunya dengan perut kelaparan.

"Come in" balas Danny, suaranya parau khas bangun tidur.

Matt masih menemukan Danny berbaring telungkup di antara tumpukan bantal dan separuh badan bawah tertutup bed cover. Pria itu tersenyum, duduk di tepi ranjang untuk memberikan kecupan selamat pagi pada gadisnya.

"Hey" sapa Danny menyingkap rambut panjangnya agar dapat menatap Matt.

"Breakfast? Aku masak nasi goreng" kata Matt mengelus kepala Danny.

Daniella tertawa, bagaimana bisa mereka sarapan dengan nasi goreng.

"Sarapan kok makan nasi goreng sih mas? Males banget, aku mandi dulu bentar. Nanti aku masakkin menu tambahan" Danny keluar dari balik selimutnya, badannya yang hanya memakai underwear di terpa matahari membuat Matthew menelan ludah.

Danny melepas pakaian dalam di tempatnya berdiri sekarang. Lalu menarik sebuah handuk dari dalam laci. Sungguh pemandangan pagi hari yang indah. Bagi Matthew tentunya~

***

Okay, sekarang Danny sangat gelisah. Matthew tiba - tiba saja mengajaknya untuk menghabiskan malam di salah satu cottage miliknya yang ada di dekat pantai. Hari ini ia tidak banyak bicara, ekspresinya datar seakan banyak pikiran berkecamuk dalam otaknya. Matt melarangnya mengajak Prince, membuat Danny semakin takut. Semenjak menjemput Danny di rumah sang ibu. Matt menjadi sedikit bicara. Tapi, memang Matthew seperti itu sih orangnya.

Arrgh, rasanya Danny ingin sekali berteriak. Jangan - jangan Matt berniat mengajaknya putus seperti yang ada di film - film. Resiko punya mama agak psycho sih.

"Al. Ayo" kata Matt menyunggingkan sebuah senyuman. Membuat perasaan Danny campur aduk.

Kini Danny dan Matthew bergandengan tangan menusuri jembatan kayu di tepian pantai. Mereka berdua membisu, membiarkan suara desiran angin, deburan ombak dan burung camar memenuhi indera pendengaran keduanya. Danny menguatkan dirinya sendiri. Apapun yang terjadi pasti adalah jalan terbaik bagi mereka berdua.

Matt menahan Danny hingga mereka berdua berhenti menusuri pantai. Mengajak gadisnya duduk berdampingan di atas pasir putih sembari menunggu sunset. Daniella sendiri tak mau menatap Matthew, sengaja menyandarkan pipi ke bahu kekasihnya dalam diam.

"Nggak nyangka ya, pacaran sama aku banyak cobaannya Al" Matt memutar snapback putihnya ke belakang, menatap nanar sang surya yang mulai terbenam.

Danny tak menjawab.

"Trus mas mau nyerah?" Danny menyadari suaranya bergetar.

Matthew terkekeh.

"Nggak pengen nyerah sih. Tapi, kalo jalan terus juga takut salah satu atau kita sama - sama di apa - apain sama mama"

Matthew mengusap jemari Dannya yang sedari tadi melingkari lengannya.

"Ya kan romantis, nanti kalo kita mati bareng. Kayak Romeo sama Juliet" Danny merasa kedua matanya mulai panas.

Terdengar suara tawa Matthew.

"Mereka kan bucin, logikanya ketinggalan sampe akhirnya malah ngorbanin nyawa masing - masing. Kamu sama aku kan nggak segitunya. Kita masih waras, masih bisa berpikiran logis" Matt mencoba mendapati ujung hidung Danny sudah berubah warna menjadi kemerahan.

"Hey, hey. Kok nangis" Matthew memegangi kedua pipi Danny.

"Trus mas mau kita putus? Mas mau nyuruh aku pergi? Iya?" Danny terisak.

"Ya Tuhan. Kok kamu ngomong gitu sayang?" Kini Matthew bingung antara ingin ikut menangis atau tertawa.

Matthew membawa Danny ke dalam pelukannya. Gadis bad ass sekalipun ternyata bisa sesensitif ini.

"Abis abis ketemu mamaku, mas jadi pendiem. Kayak banyak pikiran gitu. Mas nggak pernah sedikitpun cerita sama aku. Ya kan kalo di drama drama abis di tentang sama ibu, ngancem pengen nyakitin cewek yang di sayangin. Trus minta udahan" jelas Danny dengan dada naik turun, di sertai tangisan kecil.

"Kamu nih kebanyakan mikir yang nggak nggak. Kebanyakan nonton drama korea sih. Heh, mas itu kemarenan sakit gigi. Kamu tau sendiri kan kalo orang sakit gigi itu sensitif. Jadi males ngomong. Uda gitu kan langsung ke dokter gigi, di scaling mana ngilu banget. Prince rewel mulu, daripada emosi aku mending diem aja. Makanya jarang nyium kamu, ya orang lidah ketemu gigi aja masih nyeri. Apa lagi nanti nabrak nabrak punya kamu"

Penjelasan Matthew barusan sukses membuat Danny tertawa.

"Makanya mas ajak kamu kesini buat ngabisin waktu berdua. Nebus seminggu yang kamunya aku cuekkin. Masalah mama, mas sama mama kamu uda saling komitmen. Gimanapun keadaannya nanti. Kita bakalan cari jalan keluarnya masing - masing" Matt mengusap bibir Danny.

Mereka saling menyunggingkan senyuman.

"Kamu kalo lagi ngintrogasi kriminal kayak kemarin kamu ngomong sama mamaku ya?"

Tampaknya Matthew sudah mengetahui identitas Danny yang lain.

"Kalo sama kriminal aku lebih galak lagi. Kemarin itu antara takut sama gemes. Jadi agak agak kemayu gitu" sahut Danny menghapus air matanya, lalu menarik kaos Matthew guna menghapus ingus.

"Hih. Jorok kamuuu" Matt menjauhkan kepala Danny dari badannya.

Mereka kembali tertawa.

"Eh. Bearti kamu selama ini punya pistol dong Al?" Matthew menyentuh ujung hidung Danny.

"Punya. Di bawah bantal"

"Hah? Masak? Nggak ada ah"

"Bercanda zheyenk. Ya kali aku nyimpen barang berbahaya di tempat kayak gitu"

"Iya, mas percaya kok"

Matthew mengusak puncak kepala Daniella, kemudian menarik leher gadisnya untuk berbagi kecupan seiring tenggelamnya matahari.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Friends Special Edition (Joo - Kyun)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang