Beberapa hari ini Chaca sangat sulit menemui Kafka, padahal dia sudah gatal sekali ingin menghujani laki-laki itu dengan pertanyaan dan makian. Akhirnya malam ini dia menerobos masuk kamar laki-laki itu saat melihat tanda-tanda Kafka ada di rumah.
"HEH DEDEMIT!!!! KEMANA AJA LO 2 HARI INI????"
Kafka terkejut melihat kedatangan gadis itu yang seperti kilat, tiba-tiba dan bikin kaget. "Apaan sih lo dateng-dateng langsung nyamber?!"
"Kemana aja lo haaa? Jawab!!!"
"Gak kemana-mana. Belakangan gue sibuk."
Chaca mengangkat sebelah alisnya. "Sibuk ngehindarin gue?"
"Sok tau." Laki-laki itu melengos, menghindari bertatapan dengan Chaca.
"Jujur sama gue ada apaan sih lo sama Rachel?"
"Gak ada apa-apa."
Gadis itu berjalan cepat menghampiri Kafka yang duduk di meja belajar dan berdiri di sampingnya. "Gue timpuk juga lo pake drafting tube!!! Jawab jujur!!!" Chaca sudah ancang-ancang mengangkat drafting tube milik Kafka.
Kafka melotot kaget ke arah gadis itu. Memang kalau sudah berdebat dengan Chaca, makhluk hidup mana pun akan menyerah. Laki-laki itu menghela nafas pelan sebelum berujar, "gue gak bisa sama Rachel. Gue jujur ke dia."
Chaca yang terkejut dengan jawaban Kafka, mendadak lemas. "Lo ngomong pas kalian lagi nge-date?"
Laki-laki itu mengangguk jujur. "Gue takut kalo semakin lama gue gak jujur bakal makin nyakitin Rachel."
Chaca memejamkan matanya berusaha menenangkan diri. Sejujurnya dia ingin marah, tapi melihat raut wajah Kafka yang penuh penyesalan dia langsung mengurungkan niatnya itu.
Dia sadar ini juga salahnya. Jika saja dia tidak terlalu memaksakan mereka untuk menjadi dekat, ini tidak akan terjadi. Tapi Chaca hanya ingin mencoba menjadi teman yang berguna. Ia ingin membantu Kafka dan Rachel yang sama-sama sedang patah hati. Mungkin jika mereka bersama, mereka bisa saling menyembuhkan. Tapi ternyata dia salah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Serotonin
Fanfic"I'll be your meds. Let me be your daily dose of Serotonin." "Then i'll be your dopamine, huh? You wish." ©niciwinibiti, 2020