Pulang dari kampus, Yuna memutuskan mampir ke bakery langganannya untuk sekedar membeli apple pie kesukaannya. Gak seperti biasanya keadaan toko roti hari ini sepi, gak banyak pengunjung yang datang.
Jadi begitu melihat Yuna masuk si penjaga toko—yang sebenarnya udah kenal Yuna juga—langsung menyapa, "eh Yuna? Udah lama banget gak ke sini?"
"Iya, Mbak heheheh lagi banyak tugas numpuk nih tingginya udah saingan sama monas."
Si mbak cuma ketawa. "Mau apa? Apple pie kaya biasa? Ada nih baru banget jadi." Yang langsung dibalas Yuna dengan anggukan.
Waktu lagi nunggu pesanannya diambil dari dalam oven, Yuna asik ngelihat-lihat sekitar. Barangkali ada yang mau dia beli juga selain apple pie.
Soalnya Mamanya juga suka cinnamon roll dari toko ini. Yuna juga ada niatan ngasih Danu camilan hitung-hitung buat nemenin dia nugas di tempat Yogi.
Waktu Yuna baru aja meraih nampan, telinganya mendengar suara barang jatuh di belakang tubuhnya. Reflek dia menoleh dan menemukan seorang wanita yang sedang kesusahan membawa barang serta nampan yang penuh dengan roti.
Sebagai mantan anak pramuka yang memegang teguh dasa darma nomor lima, Yuna segera menghampiri wanita itu untuk membantunya. "Boleh saya bantu, Bu?"
"Oh, iya makasih—loh Yuna?!"
Raut ramah tamah yang tadi diberikan oleh wanita tersebut segera berganti dengan wajah sengit.
Yuna yang tangannya menggantung di udara segera jatuh ke sisi tubuhnya. Berbeda dengan wanita di depannya, wajah Yuna penuh dengan keterkejutan.
Cepat-cepat Yuna merubah air mukanya. Senyum manis segera bertengger di bibirnya selaras dengan tangan yang kembali terulur; mengisyaratkan untuk dijabat.
"Umi? Yuna bantu ya?"
Iya wanita di depan Yuna sekarang adalah Uminya Danu.
Yuna paham kalau di dunia ini ada banyak kebetulan yang mungkin terjadi. Bertemu dengan orang secara tiba-tiba memang bukan hal yang aneh. Tapi bertemu dengan Umi Danu—yang gak pernah ada niat untuk berbaik hati padanya—adalah sesuatu yang gak bisa digolongkan keberuntungan.
"Gak perlu, saya bisa sendiri."
Hanya berniat untuk menolong pun Yuna tetap mendapat penolakan. Tanpa merasa harus mengulang pertanyaannya, Yuna hanya tersenyum dan ingin cepat-cepat terbebas dari situasi mencekam ini. "Saya duluan kalo begitu."
Entah dengan unsur kesengajaan atau tidak, Umi berdiri di sebelah Yuna yang sedang menunggu kasir menghitung belanjaannya. "Tumben sih Yun kamu sendirian biasanya juga sama mas pacar."
KAMU SEDANG MEMBACA
Serotonin
Fanfic"I'll be your meds. Let me be your daily dose of Serotonin." "Then i'll be your dopamine, huh? You wish." ©niciwinibiti, 2020