🥀 sembilan 🥀

34K 2.7K 47
                                    

Gue nyesel udah nganggep lo beda, ternyata lo sama kayak cowok yang ada di ekspektasi gue. Bejat, fucek, ngomong gak difilter dulu, bikin sakit hati.

_Alana Kanara_

Maskeran adalah salah satu rutinitas Alana yang dilakukan hanya jika dapat hidayah dan entah kenapa hari ini Alana ingin melakukan ritual untuk mempercantik tampilan raganya.

Dering ponsel yang menandakan kalau ada pesan masuk membuat Alana membuka irisan timun dan airpods yang menyumpal telinga.

"Aaaa my loveeee..!!" Pekik Alana girang. Okay harus stay cool.

Dewa cinta xixi -_-

|| Alana!

Iya kak? ||

Nah kan nungguin balasan pesan dari Dewa saja Alana sudah ketar-ketir, jungkir balik, salto, kayang saking excited nya.

|| Ada waktu?
|| Gue mau ajak lo jalan, bosen di rumah. Pengen pergi tapi gak ada yang nemenin.

Alana melepaskan masker dan menggigit timun yang menutupi mata tadi. Jorok? Tidak pa-pa, prinsip Alana begini 'selama gak ada yang liat apapun yang lo lakuin halal, apalagi bunuh pelakor'.

Oke kak, gue siap-siap dulu ||

Tampil dengan wajah yang lebih fresh, Alana kali ini menunggu Dewa keluar dengan stelan baju seperti biasa. Kemeja yang dimasukkan kedalam hotpants.

"Assalamualaikum ada Alana?" Tanya Dewa setelah turun dari mobil dengan Hoodie dan celana jeans hitam sobek-sobeknya.

"Waalaikum'salam, Alana gak ada di rumah. Ini emaknya" Alana terkekeh, Dewa mendekat dan berbisik sambil menggenggam tangan Alana.

"Kalau gak ada Alana, ibunya pun jadi"

Mereka berdua terbahak bersama, Alana masuk setelah mengunci pintu rumah.

"Mau kemana lo?"

Ini suara setan, pengganggu, pengungsi tidak tahu tempat.

"Mau pergi kenapa?"

"Gak pa-pa, mau nginep di rumah lo lagi kayak biasa. Kunci dong, lo pergi pasti bawa kunci kan?" Alana menyerahkan kunci pada Gala.

"Awas lo makan makanan gue, Fino sama Allysa jangan lupa kasih makan kalau mereka lapar" Gala mengangguk singkat lalu masuk ke dalam rumah.

Mengangkat alis. Alana dibuat bingung karena perubahan Dewa yang sangat jelas terlihat sejak kedatangan Gala. Bahkan laki-laki ini diam saja sejak Alana masuk ke mobil bersamanya.

"Kak lo--"

"Sejak kapan kalian serumah?" Potong Dewa bertanya dengan dingin dan terkesan membentak. Sosok ini adalah sosok Dewa yang belum pernah Alana lihat.

"Maksudnya Gala?" Dewa menghentikan mobil.

"Iya sejak kapan lo serumah sama dia? Jangan jangan kalian pernah tidur bareng dan ngelakuin yang aneh-aneh" Alana menggeleng dan meneteskan air mata.

Kenapa Dewa yang dia damba-dambakan seperti ini? Alana tidak ingin terlihat lemah, tapi air mata sialan ini selalu datang di waktu yang salah.

"Gue kira lo beda sama cowok kebanyakan, lo aneh kak! Seharusnya lo tanya gue Gala itu siapa! bukan malah nuduh gue sebagai cewek murahan" memberi jeda, Alana tersenyum ketir.

"Gue tekanin gue sama Gala sepupuan, kabar ini gak tersebar di kampus karena Gala sendiri yang minta, sorry gue pernah punya cita-cita bisa bareng sampai tua sama lo, sorry lo udah jalan sama perempuan murahan kayak gu--"

Menggeleng dan menghapus air mata Alana. Dewa sangat menyesal seperti tadi, entahlah emosinya tidak terkontrol saat mengetahui kalau Alana bersama laki-laki lain.

Alana hanya diam, membiarkan air matanya dihapus oleh Dewa, lalu tersenyum tipis "gue pergi, anggap aja lo gak pernah deket sama perempuan murahan kayak gue!"

Membuka pintu mobil, Alana berlari sekencang-kencangnya. Memasuki lorong sempit dan menangis tersedu-sedu dibawah pohon yang entah kenapa tidak bisa membuatnya ketakutan.

Mungkin karena Alana terbiasa sendiri, rasa takutnya tidak muncul.

"Kenapa?"

"Astaghfirullah!" Alana mengurut dada, seorang laki-laki dengan pisau lipat di tangannya sedang bertanya tanpa menatap Alana.

Apakah akhir dari takdir Alana seperti ini? Dia dibunuh oleh seorang psikopat?

"Lo mau bunuh gue? Bunuh aja ! Gue rela kok" laki-laki itu tersenyum miring.

"Lo mangsa empuk!"

°°°

"Apa yang membuat kamu menangis semalaman Alana?" Alfa duduk di samping Alana yang diam seperti mayat hidup. Rambutnya terlihat dicepol asal dan disekitar tangannya ada bekas merah yang kontras dengan warna kulit.

Acak-acakan. Itulah yang bisa mendeskripsikan Alana sekarang.

"Perasaan" Alana menenggelamkan wajah di meja cafetaria membuat semua pasang mata secara terang-terangan menatapnya aneh dan prihatin.

"Perasaan? Saya tidak paham" Alana mendongak dan tersenyum pada Alfa. Ini bukan waktunya menghujat atau meruqyah Alfa.

Jika Alana membalas perkataan dari Alfa dia takut khilaf dan malah membuat nilainya dibuat menjadi e oleh Alfa.

Bapak kan hak punya perasaan, manusia yang sering jadiin saya babu pasti gak bakalan paham. Alana kembali menelungkupkan kepala.

"Bapak yang anteng aja di sini, saya mau cari tempat yang lebih adem dan gak ada manusianya" Alana menjauh, memakai kacamata hitam yang mampu menyamarkan mata sembab dan mata pandanya, walaupun air mata yang mengalir tidak bisa ditutupi.

Kenapa Alana harus selemah ini?

Benci. Alana membenci dirinya yang selemah ini!

Duduk lesehan di bawah pohon yang ada didepan kampus Alana tersenyum miris "ada ya manusia gak ada akhlak yang jabatannya tinggi di sini? Gue cuma butuh ucapan maaf, itu lebih dari cukup kak" lirih Alana, dia memutuskan eye contact mereka sembari mengulum senyum pahit

"Alana gue minta maaf!" Cicit Dewa dari sebrang sana. Melihat kanan kiri sebelum menyebrang Dewa mengacak rambut frustasi saat Alana sudah tidak ada ditempatnya lagi.

"Maaf Alana!"

"Maaf!"

"Maaaaaffffff!!"
















Apa yang ingin kalian sampaikan untuk
• Alana
• Dewa
• Gala
• Alfa
Siapa kira-kira psikopat yang tidak jadi membunuh Alana ? Jangan lupa taburan bintangnya ya Bun!!

Alana - My mahasiswi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang