🥀 dua puluh tiga 🥀

21.4K 1.9K 42
                                    

Alhamdulillah hari ini masih nafas kan?

_Lala_

"Gak boleh!" Alana memeluk erat perut Evan tak membiarkan laki-laki itu pergi kemanapun.

"Alana saya ingin pergi ke kamar kecil" Alana tetap menggeleng dan bersiap ingin menangis kembali.

"Kakak mau ninggalin Alana lagi?" Evan mengacak rambut frustasi, kenapa adiknya ini tidak paham kalau Evan sedang mengalami panggilan alam? Evan melepaskan pelukan Alana dari perutnya lalu berlari menuju kamar mandi, berusaha menghiraukan Alana yang menangis tidak jelas.

"Huwaaaa..  kak Evan jahat. Nanti Alana bilangin kak Zoe!!" Evan membuka pintu mengangkat tubuh sang adik yang terlihat merana karena bersimpuh di depan kamar mandi.

"Zoe? Siapa dia? Ah saya tidak peduli. Apa yang kamu inginkan Alana? Saya akan coba penuhi" Alana mendongak menatap Evan lurus dengan senyuman merekah.

"Jangan pergi ya!" Evan menurunkan sang adik di ranjang lalu mengangguk sembari menghapus air mata Alana.

"Jangan menangis lagi, saya membenci air matamu" Alana mengangguk.

"Mandilah, saya akan membawamu jalan-jalan"

"Gak usah, kakak pasti cape. Kita dirumah aja" Evan mengecup kening Alana sebelum meninggalkan kamar sang adik.

"Baiklah, apapun keinginanmu My angel"

Alana membersihkan kamarnya, mengambil handuk dan bersiap untuk mandi. Ah, bahagianya Alana jadi ingin giveaway Alfatihah, kalian ada yang mau? Kalau enggak gak usah, gak jadi deh Alana kasihan kalau nanti kalian malah dijadikan babu oleh dopret sialan itu. Alasan lainnya Alana sudah terlanjur nyaman dijadikan babu.

Beteweh on the spot, Alfa pergi kemana ya? Jangan-jangan ngekost di mars. Siapa tau!

Tak ingin memikirkan makhluk tak penting itu, Alana memilih melanjutkan ritual mandinya, waktu berharga Alana terbuang selama tiga detik hanya untuk memikirkan Alfa.

"Subhanallah!" Alana menggeleng takjub. Ini rumah siapa? Kok bagus pakai banget,dihias dengan banyak bunga berwarna baby blue , kemudian ada pelayan dengan seragam serasi berwarna biru juga, warna kesukaan yang nulis dan Alana berjejer rapi disini, tersenyum ramah pada Alana yang melewati mereka.

"May I, Queen?" Evan mengulurkan tangan dengan senyuman manis. Hampir lupa Alana juga melihat Lala dan Gala membungkuk hormat. Okay, Alana paham dan sangat mengerti kalau dia sedang dibuat menjadi ratu di sini.

"Sure, Your Highness!" Alana membalas uluran tangan Evan, tersenyum lebar dengan gigi yang hampir mengering. Astaghfirullah maaf yang nulis menghancurkan momen ini.

"Apa Alana harus ganti baju kak?" Bisik Alana membuat Evan menggeleng.

"Kamu akan selalu menjadi ratu dihati saya, sampai kapanpun" Alana tersenyum dan memejamkan mata sekilas saat Evan mencium tangannya dalam.

Alana hanya memakai Hoodie sepaha dengan kaki yang tidak beralas apapun. Alana terbiasa berjalan di lantai keramik yang dingin. Bahkan ketika Gala dan Lala memakai sandal jepit Alana masih kekeh untuk tidak memakai benda itu. Pun di kampus, Alana juga sering melepaskan sepatu saat berada di ruangan, tentunya tidak di mata kuliah Alfa.

Urusannya akan panjang.

Gala dan Lala sepertinya dibelikan baju couple api oleh Evan sehingga mereka nampak serasi.

Sedangkan Evan sendiri memakai baju yang biasa dia pakai saat ke kantor ataupun ke luar rumah, tuxedo dengan celana bahan dan sepatu yang harganya fantastis.

"Shht.." Evan mendekatkan telinganya "apa Alana akan tetap jadi ratu kalau kakak sudah menemukan pengganti Alana nanti?" Evan menaikan alis, sedetik kemudian dia menggeleng.

"Tidak akan"

"Kalau orang itu pengantin kakak?"

"Jangan bahas itu" Alana mengangguk sembari tersenyum kecil, menatap Gala dan Lala yang sekarang berubah profesi dengan Alana. Mereka membawakan Alana piring berisi menu makanan. Alana bahagia hari ini tidak menjadi babu untuk kedua manusia tak tahu diri yang mengungsi di rumahnya ini.

"Alana mau daging--"

"Jangan daging sapi" Alana mengangguk, dia memang alergi makanan itu.

"Baiklah yang mulia ratu, kami akan kembali!" Lala pergi ke dapur, tidak lama setelah itu seorang koki handal dengan tutup kepala dan celemek berwarna putih datang disamping Gala yang mendorong Food cart.

"Huwaaaa... Alana bahagia banget, makasih Gala, Lala, semuanya dan kak Evan"

Mereka semua mengangguk "sama-sama yang mulia ratu Alana Kanara!"

°°°

"Apa yang kamu lihat Alana?" Evan memakan makanan yang dibuatkan sang adik, ternyata Alana pandai memasak. Rasanya lumayan di lidah Evan.

"Ini lagi liat room chat kampus, masa ngomel-ngomel ke Alana, yang salah kan dosennya. Alana cuma nyampain jadi perantara aja, hiksd menangis dedek"  Evan mengusap rambut Alana membuat Gala dan Lala yang juga memakan puding buatan Alana meringis. Cemburu.

"Shht... Gala kapan kita kayak gitu" bisik Lala membuat Gala memutar bola mata malas.

"Gak ada, jangan macam-macam"

"Ya udah gue ganti, kapan gue sama pak Tama kayak gitu Gal?" Gala bangkit dari meja makan dan meninggalkan Lala yang kebingungan. Lala salah apa? Lala mengejar Gala, tidak ingin partner belajarnya pergi.

"Kamu bisa ngomong sama dosennya katakan kalau kamu yang disalahkan karena tugas dia"

Alana mengangguk, kalian tahu kan percakapan antara Alana dan Alfa yang membahas tentang tugas dari Alfa ini di chapter sebelumnya? Kalau gak tahu ya baca lagi dari awal, siapa tahu gak inget tap bintang. Ketauan lu!

"Bagaimana apa dia setuju?" Tanya Evan setelah Alana selesai menelepon.

"Enggak, tapi nanti dia beri keringanan kok"

Evan menatap Alana lurus "apa dosen ini sering menyuruh kamu? Kalau iya kakak tidak akan segan-segan membunuhnya!"

Astaghfirullah kembaran Rafael beda orang tua ada disini!!


















Cinta apakah itu cinta, he he he ha ha ha hayo siapa yang belum tap bintang? See you! Salam cinta, lof dan sayang dari Wina, penulis amatiran yang gak bisa di komenin minta up, suka ngerasa punya utang, hiksd :(

Alana - My mahasiswi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang