🥀 tiga puluh tiga 🥀

18K 1.5K 31
                                    

Nasib berwajah antagonis. Udah berusaha ramah pun tetap saja dikira jutek.

_Alana Kanara_

"Pagi ke pagi ku terjebak di dalam ambisi~ hooh ambisi untuk bunuh pak Alfatihah dopret sialan!" Alana meneliti seluruh area kampus. Oke aman! Alana menjilat materai dan menempelkan di kertas, jadilah lem yang anjing, astagfirullah maksudnya amazing.

"Alan!"

Panjang umur, baru aja dinyanyiin udah nongol aja. Cibir Alana dalam hati, sibuk membolak-balikkan kertas, memastikan lem ludah buatannya tidak basah. Sempurna kalau kata Demian, tangannya yang gini nih.. akang gendang kalau saya bilang muter muter ya? Aaa muter, muter.

"Iya kenapa pak?"

"Kamu di undang sama mama buat ke rumah lagi"

"Oh!! Nanti saya pikirkan. Yang ini lebih penting" Alfa mendekat, menghampiri Alana yang menunjukkan raut wajah kalau sesuatu yang ingin dia sampaikan adalah hal penting.

"Saya kan beli materai untuk tugas bapak yang ini" Alfa melihat tugas yang dia suruh sudah selesai dikerjakan oleh mahasiswanya yang teladan ini dan mengangguk sembari mengambil kertas itu.

"Nanti saya koreksi"

Mencebikkan bibir kesal, Alana menahan diri agar tidak mengumpat. Bukan itu inti permasalahannya disini Alfatihah!

"Ishhh... Ya Allah sabarkan diri hamba" Alana bergumam pelan kemudian menatap Alfa dan menggandeng lengannya menghampiri salah satu photo copyan yang ada di depan kampus, samping warung wapan.

Membeli Starbucks hemat duit untuknya dan Alfa, Alana menunjuk ibu-ibu photo copyan yang berkacamata sibuk memphotocopy makalah dan kertas lain.

"Iya kenapa dengan ibu itu?" Alfa jadi geram sendiri, pasalnya Alana memasangkan kacamata hitam untuknya dan Alana sendiri.

"Jangan keras-keras ngomongnya, kita lagi jadi detektif" Alfa menghela nafas. Detektif apa yang mencari sesuatu dengan terang-terangan seperti ini? Tidak. mereka tidak memerhatikan Bu photo copy secara langsung atau didepan toko tapi bersembunyi.. di balik tiang listrik.

Badan dua orang yang hanya dibatasi tiang listrik itu mana bisa tidak terlihat. Sementara Alana yang sibuk bisik-bisik dengan Alfa, Bu photo copy menggelengkan kepala, terlalu banyak mahasiswa di kampus Winata yang aneh dan unik.

Hal ini sudah biasa.

Bahkan ada mahasiswa photography dengan sang dosen yang memotret aspal, bukan potret biasa, mereka memotret dengan zoom maut, alias kamera yang dipakai sudah kamera canggih ditambah zoom yang luar biasa, dapat melihat tai ayam yang pernah ada di sana dan sudah jadi bekas. Almarhum.

Kalau diceritakan tentang ke anehan mahasiswa ataupun dosen di kampus Winata tidak akan beres dalam satu tahun. Terlalu banyak kenangan indah, saking indahnya sampai lupa kalau di kampus ini tidak ada mahasiswi yang namanya Indah.

"Detektif? Untuk apa?"

"Saya kan tadi beli materai buat tugas bapak" Alfa mengangguk paham dengan pembukaan dari Alana.

"Masa nih ya pak saya beli materai tujuh ribu, padahal materainya ada tulisan 6000, tau gitu ubah aja materainya jadi tujuh ribu!" Alana kesal sendiri, saat dia membeli materai dan dengan banyak berdebat tetap saja Alana kalah telak dan terpaksa harus membeli materai dengan harga yang sudah ditetapkan. Tujuh ribu, untuk memperjelas.

"Itu namanya cari untung Alan!" Alfa melepaskan kacamata hitam yang menutupi mata, lalu menatap Alana dalam "kamu kan sudah tahu untung dan rugi mengingat fakultas akuntansi-ekonomi sangat dekat dengan penjelasan itu"

Menganggukkan kepala, Alana membuang asal kacamata dan berjalan menuju kampus kembali.

"Dasar dopret sok jenius, gue juga tau kali!"

°°°

Suasana di kediaman keluarga Winata sudah diisi dengan banyak orang tentunya hanya orang yang memiliki hubungan keluarga dengan mereka.

Alana duduk dihinggapi dengan rasa canggung yang kentara, kenapa mata mereka tak pernah lepas dari wajah Alana? Alana jadi gugup sendiri.

"Siapa nama kamu?" Seorang perempuan paruh baya dengan sanggul yang astagfirullah membuat Alana menoleh dan mengulum tawa, Alhamdulillah Alana bisa tidak tertawa.

"Alana Kanara bu" perempuan itu tersenyum lalu mencari sesuatu di dalam tasnya dan menyerahkan untuk Alana dibantu oleh orang terdekat.

"Ma-ma" Alana sudah berkaca-kaca, ini wajah ibunya waktu dulu. Kenapa ada di sini? Alana jadi tidak sanggup untuk menangis dengan cepat Alfa menenangkan sekalian modus, ngusap punggung Alana.

"Saya sudah menganggap ibu kamu sebagai anak sendiri, dulu saya menjodohkan dia dengan Raja" Alana menatap ayah Alfa dan tersenyum ramah, laki-laki itu ikut tersenyum dan menganggukkan kepala.

"Dia, ibu kamu menolak karena tahu Raja tidak mencintainya begitupun sebaliknya. Ibu kamu sudah mencintai laki-laki lain, dia menikah dengan ayah kamu dan Raja menikah dengan perempuan yang jauh dari ibu kamu"

Alena menunduk, tahu sang mertua menyinggung tentang kemampuannya yang tidak bisa memasak.

"Sampai saat itu kecelakaan naas merenggut semuanya, kamu dan kakak kamu yang sendiri dan keluarga kamu yang tidak terlalu peduli dengan kalian"

Menggeleng sembari menyeka air matanya, Alana tersenyum pada neneknya Alfa "enggak kok bu, mereka semua baik sama Alana"

"Hmmm, mungkin. Ada rahasia tentang keluarga kamu yang disimpan rapat-rapat dari dunia luar, saya hanya ingin mengatakan kamu adalah satu-satunya perempuan yang bisa menarik hati saya karena wajah yang mirip dengan mendiang ibu kamu"

Alana terenyuh "makasih bu, lain kali saya akan kenalkan satu orang lagi, dia seperti kembaran mama"

"Ya sudah. Kapan-kapan kita ketemuan dengan orang yang kamu maksud"

"Iya bu"

"Silahkan dimakan"

"Terimakasih" Alana memakan makanan tersebut dengan dibarengi isakan kecil yang masih terdengar samar membuat perempuan yang menjadi nenek dari Alfa tidak tega.

"Maafkan saya"

"Tidak masalah. Alana senang, seenggaknya dengan cerita dari ibu saya tahu sesuatu" neneknya Alfa tersenyum, dia jadi melihat sosok ibu Alana dalam versi sang anak.

"Maaf saya baru datang, urusan kantor tidak bisa ditinggal"

Alana menoleh, bagai slow motion dada Alana berhenti bergerak. Nafasnya tersendat, lidahnya kelu.

"Pak saya mau pulang!"













Jangan lupa taburin bintang my loff🥀

Alana - My mahasiswi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang