🥀 dua puluh dua 🥀

21.3K 1.9K 30
                                    

Sekuat apapun aku menjelaskan, hancurku tidak akan pernah terwakilkan.

_Alana Kanara_

SEBELUM BACA DISARANKAN MENAHAN DIRI AGAR MEMBACA PADA SAAT MALAM HARI, SUPAYA FEELNYA MAKIN KERASA. PUTAR LAGU BILLIE EILISH- LOVELY, SUNGPA FEELNYA NGENA!!

.
.
.
.

Seorang laki-laki dengan perawakan jangkung dan tubuh proporsional memasuki kediaman Alana. Melirik sofa yang di duduki oleh dua manusia berbeda jenis. Sepertinya mereka teman Alana.

Melengos tak peduli, langkah Evan terhenti saat Gala memanggil.

"Ehmm, ka-kak Evan?" Tebak Gala menggaruk tengkuknya, Evan mengangguk dan sedikit merasa geli saat melihat mimik wajah Lala yang seperti pemangsa yang melihat buruannya, bukan pada wajahnya, Evan melihat Lala fokus pada perutnya. Evan tahu apa yang Lala pikirkan.

"Your girlfriend" tunjuk Evan pada Lala membuat bayangan Lala tentang roti robek milik Evan buyar digantikan senyuman nakalnya pada Gala.

"Gala jadi pacar Lala?" Gala tidak menjawab.

"Gak ada gak ada, ayo belajar lagi!" Gala fokus pada buku membuat Lala tertawa terbahak-bahak.

Sementara itu Evan memasuki kamarnya sendiri. Masih sama seperti dulu, berbagai macam hiasan yang dibuat Alana saat dia masih sekolah dulu masih terpajang di dinding kamarnya.

"Kak Evan, Alana bikin pesawat, kata Bu guru suatu saat kalau Alana kerja keras pasti Alana juga bisa naik pesawat sendiri, tapi Alana bilang Alana gak mau naik pesawat sendiri, Alana maunya sama kak Evan, mama dan papa" Alana menjeda ucapannya, memeluk sang kakak yang mengelus dan mengecup kepalanya dalam dan penuh sayang.

"Hmm?"

"Tapi mama sama papa udah pergi, Alana mau sama kak Evan aja. Nanti Alana bakalan bisa kan naik pesawat sendiri?"

"Hmm, tidak perlu bekerja keras. kakak yang akan membawamu Alana!"

Melepaskan pandangan dan penglihatan dari beberapa karya tangan dan ruangannya yang masih tertata rapi bahkan setelah tiga tahun lebih. Evan membuka stelan jasnya dan memilih untuk mandi sebelum menemui sang adik.

Memakai baju santainya, Evan kembali melewati sofa dan melihat Gala masih bersama Lala. Apa mereka selalu belajar selarut ini?

"Gala, saya sarankan kalian untuk tidur!" Gala dan Lala saling tatap kemudian mengangguk, membereskan buku-buku mereka dan masuk kedalam kamar.

"Gala!" Gala menghampiri Evan sedangkan Lala sudah tidur di kamarnya.

"Iya kak?"

"Kamu tidak pernah tidur dengannya? Maksud saya dalam konteks dewasa kan?" Gala mengangguk mantap. Malah Lala yang mengajaknya untuk tidur bersama, Gala mah orangnya lurus, saking lurusnya gak pernah jalan belok-belok.

"Jangan melakukan sebelum menikah!" Evan menepuk pundak Gala sebelum pergi.

Membuka pintu kamar Evan melirik ranjang, di samping Alana yang sedang tertidur ada dua penampakan makhluk hidup berbeda jenis yang tengah berpelukan.

Tangan Evan dengan sangat halus dan lembutnya mendorong Fino dan Allysa hingga mereka berdua terjatuh dan terlihat menahan sakit sebelum berjalan menuju sofa dan tidur berdua lagi disana.

Berjalan menuju Alana yang memiringkan tubuh sambil menggenggam pigura yang berisi keluarga lengkap mereka, hati Evan kembali berdenyut nyeri. Matanya menelusuri setiap wajah Alana dan berhenti di mata Alana yang masih berair.

Menyeka air mata sang adik, Evan mencium puncak kepala Alana singkat lalu menyingkap selimut dan ikut berbaring di samping Alana.

Tangan kekar Evan menarik Alana kedalam pelukannya. Isak tangis Alana yang masih terdengar membuat Evan meringis ngilu, seberapa besar rasa sakit yang Alana rasakan selama ini? Seberapa jahat Evan meninggalkan malaikatnya di sini?

"Semuanya jahat, Alana selalu ditinggal. Kenapa tuhan gak jemput Alana saja. Alana gak butuh harta, Alana butuh cinta dan kasih sayang kak Evan, hanya kak Evan" lirih Alana membuat rasa bersalah Evan makin besar. Laki-laki itu memeluk Alana ,menangis dalam diam, sungguh Evan tidak menduga kalau selama ini harta yang dia kira akan membuat Alana bahagia sama sekali tida seperti dugaannya.

Malah yang Alana butuhkan hanya kehadiran Evan dihidupnya.

Tangan Evan terulur untuk memeluk Alana lebih erat "maaf" lirihnya.

°°°

Merasakan berat di area perutnya, Alana menatap perutnya dan melihat tangan kekar seseorang sudah memeluknya dengan erat. Mendongak, Alana mendorong laki-laki itu, namun naas tenaganya tak cukup kuat.

"Siapa lo bangsat! Anjing, peluk-peluk gue lagi, lo kira gue perempuan murahan yang suka merebut suami orang, aku ji- nah kan jadi nge tiktak gue!" Sungut Alana marah, berusaha lepas dari kungkungan laki-laki yang tengah memeluknya ini.

"Kamu tidak mengenal saya?" Tanya Evan dengan mata yang masih tertutup, jangan lupakan ekspresinya yang seperti Alfa, ralat pedofil  berkedok dosen kampret kurang belaian itu.

"Gak, mana gue kenal sama lo! Pergi!" Alana memberontak, namun yang dia dapatkan adalah kecupan Evan di pipi dan keningnya.

"Cobalah mengingat lagi Alana!"

"Huwaaaa... Tolong, Galaaaaa Lalaaaaaa, gue mau di perko-- hmphh.." mulut Alana dibekap Evan dengan tangannya membuat perempuan itu mangap mangap mencari oksigen, sadar dengan kelakuannya yang bisa saja membuat Alana mati, Evan melepaskan tangannya.

Terlambat, pengganggu yang tidak diperlukan datang. Gala dan Lala dengan muka bantal mereka membuka pintu "kenapa Al?"

"Tolongin gue woy!! Ini siapa yang bolehin om-om masuk kesini? Anjim lo berdua masih bisa pakai muka tenang kayak gitu, dibayar berapa lo sampai tega sama teman sendiri!" Alana menangis, tahukan kalian betapa sakitnya melihat sahabat sendiri lebih memihak uang daripada dirinya.

"Om apaan? itu kak Evan!" Gala dan Lala langsung pergi. Pagi-pagi begini, Alana sudah membuyarkan mimpi Gala hidup bahagia bersama Lala dan mimpi Lala dikelilingi pria-pria manis berperut kotak-kotak harus kandas karena teriakan Alana yang astagfirullah.

Mata Alana membola, air matanya tak sadar makin banyak keluar. Terpejam, Alana tersenyum pada Evan yang mencium kedua kelopak matanya dan kembali memeluk Alana lebih erat.

"Kak..kak Evan gak, hiks.. gak lupain Alana. Hiks.. Hiks.. Alana seneng!!"

"No Alana, I really will never leave you, I love you Alana and will never leave you again, I promise!" Alana terenyuh.

"Promise?"

"Ya, believe that!"

"Thanks my Hero!" Mereka berdua cekikikan bersama, saling menyalurkan rasa rindu yang selama ini terhalang oleh pekerjaan dan tugas Evan untuk menafkahi Alana. Sekarang Evan sudah tak harus bekerja terlalu keras, Alana membutuhkan dirinya, begitupun sebaliknya.


















Huwaaa, satu kata untuk chapter ini? Jangan lupa taburan bintangnya ya bun 🥀

Alana - My mahasiswi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang