Part 1

125K 4.6K 241
                                    

Happy Reading guys!

"Aku akan menjadi udara untumu bernafas, walaupun kehadiranku tidak pernah kau anggap"

Plak
Plak
Plak

Entah ke berapa kali pria itu telah menampar pipi istrinya, dan entah mengapa pula sang istri tetap menerima perlakuan kasar dari sang suami.

Wajah yang semula putih berseri kini berganti menjadi wajah dengan pipi yang membiru serta sudut bibir yang mulai mengeluarkan darah segar dari luka yang ada di sudut bibir wanita itu.

Sungguh memilukan, namun apalah daya wanita itu dia hanyalah wanita lemah lembut yang mendapatkan ketidakberuntungan dengan mendapatkan suami yang sama sekali tidak mencintainya.

Jika orang lain ada di posisi wanita itu mungkin orang lain sudah kabur atau meminta cerai dari suaminya. Tapi tidak dengan wanita itu. Baginya pernikahan akan terjadi satu untuk seumur hidup dan dia akan mengabdikan diri untuk suaminya.

"Sudah berapa kali saya katakan! Kamu tidak boleh menyentuh foto ini! " Teriak pria itu dengan wajah yang memancarkan kemarahan.

Sepele memang, tapi tidak bagi pria itu. Sebuah bingkai yang berisi foto seorang gadis muda yang cantik dan anggun sedang tersenyum menatap kamera. Terlihat begitu cantik dengan gaun merah muda selutut yang digunakannya.

Wanita yang ada di dalam foto itu adalah kekasih pria itu, pria yang telah memiliki seorang istri namun masih tetap berhubungan dengan wanita lain.

"Maaf Mas, Kiara hanya ingin membersihkan foto itu saja." Jawab Kiara dengan pelan dan lembut sambil menundukkan kepala karena takut.

"Tidak perlu! Hanya aku saja yang boleh menyentuh foto ini." ucap pria itu sambil melihat foto itu.

"Maaf Mas Rehan " ya namanya adalah Rehan adiputra wijaya. Pria berhati batu, berwajah dingin dan berakhlak kasar yang kini telah menjadi suami dari Kiara.

"Jika kau berani sekali lagi menyentuh foto ini, maka jangan salahkan aku jika aku akan berbuat yang lebih dari ini! " Triak pria itu tepat didepan wajah Kiara.

Setelah Rehan mengatakan hal itu, dia  berlalu pergi meninggalkan Kiara yang kini membatu melihat kepergian sang suami yang tidak kunjung berubah setelah beberapa bulan mereka menikah.

"Maafkan aku mas, jika selama ini aku tidak bisa menjadi istri yang baik untukmu" gumam Kiara.

Tetes demi tetes butiran bening mulai menetes dari dua pasang mata yang indah dan teduh, laksana danau kristal yang tidak pernah terjamah manusia. Begitu indah namun sayu tidak terurus.

Kiara bukanlah wanita yang serakah, dia hanya ingin menjadi istri yang baik untuk suaminya. Selain dari itu dia tidak menginginkan yang lainnya. Sederhana memang, namun itulah kenyataannya.

"KIARA! " teriak Rehan dari dalam dapur.

"Iya Mas, sebentar!" Jawab Kiara dengan sedikit berteriak agar suaranya dapat didengar oleh suaminya.

Kiara berjalan secepat yang dia bisa agar bisa sampai di tempat dimana suaminya berada agar Rehan tidak menunggu terlalu lama yang akan berakhir dengan kemarahan yang besar kepada Kiara.

"Ada apa Mas? " tanya Kiara dengan lembut.

"Siapkan makanan" jawab Rehan dingin.

Kiara tidak masalah jika suaminya bersikap dingin padanya, yang penting suaminya masih mau berbicara padanya itu sudah cukup. Selama Rehan masih menerima dan membutuhkannya, Kiara akan selalu siap berada disamping suaminya.

"Baik Mas" ucap kiara.

Tanpa menunggu lama Kiara langsung mengambil makanan yang telah dia masak tadi, dia menyiapkan makanan dengan sangat cepat dan rapi karena dia telah terbiasa dengan pekerjaan rumah seperti ini. Kiara sudah terbiasa untuk menyiapkan makanan dengan cepat karena hal itu sangat mudah dan sering Kiara lakukan membuatnya terbiasa dengan itu.

Tidak berapa lama semua makanan telah ada di meja makan, tidak lupa Kiara mengambilkan nasi beserta lauk pauk untuk suami tercintanya.

Cinta?
Apakah Kiara mencintai suaminya yang bahkan bersikap baik padanya saja tidak?

Jawabannya adalah iya, karena Kiara akan mencintai dan menerima apa adanya suami yang telah dia nikahi.

Mereka makan dengan diam, tidak ada satu pun diantara mereka mengeluarkan suara. Hanya dentingan sendok yang beradu dengan piringlah suara satu-satunya yang mereka dengar.

Tidak ada obrolan, tidak ada canda tawa, tidak ada saling menatap atau sebagainya. Yang ada hanyalah fokus pada makanan masing-masing.

Kiara makan dengan sangat lambat, dia merasa sedikit perih di bagian sudut bibirnya, itu membuat Kiara tidak dapat menikmati makan siang yang sekarang dia makan.

Tidak butuh waktu lama, Rehan telah menghabiskan makanan yang ada dipiringnya hingga tandas. Berbeda dengan Kiara, piring Kiara masih penuh dengan makanan dan terlihat Rehan tidak menyukai hal itu. Terlihat wajah sedingin es itu kini menatap ke arah Kiara yang sedang menunduk sambil memakan makanannya dengan sangat pelan.

Prang!

Hantaman piring yang bertabrakan dengan lantai terdengar diseluruh ruang makan, pecahan beling yang berisi makanan kini telah hancur berantakan. Pecahan beling berceceran dimana-mana membuat dapur yang semula bersih kini berganti menjadi kotor.

"Jika kau tidak ingin makan, maka tidak usah makan!" ucap Rehan tanpa perasaan.

"Maaf Mas" jawab Kiara yang kini hanya mampu berdiam diri duduk di kursi tanpa mampu untuk bangkit.

Kiara tidak mampu bangkit dari tempat duduknya, kakinya lemas tanpa tenaga. Jantungnya berdetak dengan sangat cepat. Serta genangan air mata yang dapat pecah kapan saja.
Katakanlah Kiara cengeng, karena Kiara memang tidak pernah diperlakukan secara kasar oleh keluarga ataupun teman-temannya.

"Apakah dengan kata 'maaf' bisa membuat aku berpisah denganmu, jika tidak maka jangan pernah katakan itu lagi! " Teriak Rehan.

Setelah Rehan mengatakan hal itu, dia berlalu pergi meninggalkan Kiara yang masih tidak bergeming dari tempat duduknya, seolah dia dan kursi itu tidak dapat dipisahkan.

"Maafkan aku Mas jika kehadiranku hanya menjadi beban bagimu." gumam Kiara.

Kiara menghapus air mata yang hampir menetes, kemudian menguatkan hatinya agar mampu menerima semua perlakuan kasar dari sang suami.

Kiara mulai berdiri untuk membereskan pecahan beling, sedikit demi sedikit dia mulai membersihkan ceceran makanan dan pecahan beling yang berserakan.

"Aw, astaghfirullah"

Tanpa sengaja kaki Kiara menginjak sebuah pecahan piring hingga menancap cukup dalam dikakinya hingga mengeluarkan darah yang cukup banyak dari kakinya.

"Bismillahirrohmanirrohim" ucap Kiara sambil mencoba menarik pecahan piring dari dalam kakinya.

Setelah Kiara mencabut pecahan piring dari kakinya, lalu dia kembali melanjutkan membereskan makanan yang berserakan dengan kondisi kaki yang terluka.

Setelah membereskan lantai, barulah dia mengobati kakinya yang terluka menggunakan kapas, alkohol dan Betadine.

Bukan Istri Impian (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang