Camellia - 14. Ada apa, Brian?

17 2 0
                                    

     Alamanda kemudian melihat kearah bangku Gabriel di belakang. Kemudian ia kembali menatap Gerald dengan serius. "L-lo beneran Gabriel liat semuanya dari awal? Liat gue labrak adik kelas itu? Seriusan?"

     Gerald dengan santainya mengangguk. "Buat apa gue bohong? Bukan gue banget, ngga ada gunanya juga gue bohong ke lo. Makanya jadi orang ngga usah senioritas gitu. Padahal Gabrian sendiri yang ngebiarin tiga bidadari itu duduk di meja kita."

      Alamanda sekarang makin kesal karna ia takut justru nantinya Gabriel semakin ilfeel. Gerald kemudian mendekat kearah Alamanda dan membisikkan sesuatu, "Kalo Gabrian udah ngajak seseorang untuk duduk dimejanya, itu berarti tiga bidadari tadi secara ngga langsung udah masuk circle SIX G."

      Setelah itu Gerald menuju tempat duduknya disusul oleh Gavin. Alamanda benar-benar pusing, malu, kesal dan marah. "Adik kelas itu udah buat gue malu di tempat umum. Sebelumnya gue ngga pernah dipermalukan kaya gini. Nama gue yang selalu baik dan image gue yang selalu tinggi sekarang hancur cuma gara-gara Camellia itu. Gue ngga akan tinggal diem,"

       "Alamanda, cukup ya. Gue ngga suka lo bersikap senioritas kaya tadi ke Camellia dan dua sepupunya. Lo tadi hampir nampar Edelweiss, pantes aja Lia marah. Dia ngga akan mempermalukan lo kalo lo ngga duluan berulah. Liat, gue tadi sambut mereka dengan baik, trus mereka juga balas dengan baik, bahkan mereka mau berteman sama gue." ucap Daisy kesal.

      Karna sikap cerobohnya itu, sahabatnya juga harus menanggung malu. "Trus kata Gerald tadi, Gabriel udah liat semuanya. Lagi pula tadi yang kenalan sama tiga adik kelas itu Gabrian, Gerald sama Gavin. Sedangkan Gabriel ngga, kan? Gue aja ngga marah," sambung Daisy lagi.

      Alamanda menatap tak suka kearah Daisy. "Lo sahabat gue atau sahabat adik kelas itu sih? Kenapa lo ngga bela gue sedikit pun? Trus tadi kenapa lo diem aja bukannya bantu gue. Gue tau Gabriel ngga ikut kenalan, tapi tiga adik kelas itu udah masuk circle SIX G. Otomatis mereka juga bakal kenal Gabriel. Lo mungkin bisa temenan sama rival lo sendiri, tapi ngga sama gue."

      "Rival? Sejak kapan gue anggap mereka rival? Ngga sama sekali." elak Daisy, karna memang ia menganggap Camellia dan dua sepupunya adalah temannya sekarang.

       Alamanda tersenyum miring, "Lo yakin lo ngga anggap Camellia itu sebagai rival lo?"

      Daisy mengerutkan dahinya bingung, "Camellia? Gue anggap dia sebagai temen gue. Kenapa malah rival? Lagian dia ngga ada salah apa sama gue sampe gue harus anggep dia sebagai rival gue."

      Alamanda terkekeh. "Lo ngga usah bohong, Dai. Gue udah tau kalo Gabrian punya ketertarikan sama Camellia. Dan, gue tau lo sebenarnya udah tau itu."

      Daisy terdiam, ia sebenarnya sudah tau itu. Tapi, ia tidak ingin memberitahu opininya kepada Alamanda. Karna ia tidak ingin jika Alamanda mencari masalah dengan adik kelasnya itu yang baru saja pindah hari ini.

       "Ya gue sebenarnya udah tau. Cowo mana sih yang ngga tertarik sama Camellia, Al?" kekeh Daisy, walaupun sebenarnya hatinya cukup sakit. Tapi, mau bagaimana lagi? Lagi-lagi ia tidak bisa memaksakan takdir yang seolah tidak memberikan celah kepadanya dan Gabrian untuk bersatu.

      Alamanda tau sahabatnya itu memiliki hati selembut sutra, tapi sebagai sahabatnya ia tidak suka jika Daisy terus menerus sakit hati. "Dai, lo bakal nyerah lagi?"

      Daisy menoleh kearah Alamanda. "Nyerah? Maksud lo?"

      "Ya lo nyerah lagi, dan biarin Gabrian ngejar Camellia. Dulu, waktu Gabrian pacaran sama Dahlia, lo juga nyerah. Sekarang Dahlia udah pergi untuk selama-lamanya dan digantikan dengan kedatangan Camellia, lo juga nyerah lagi?"

      Daisy menghembuskan nafas kasar. "Trus gue bisa apa, Al? Gue harus paksa Gabrian untuk pacaran sama gue? Gila lo,"

      Alamanda menatap jengah kearah Daisy, baru saja ia akan berbicara lagi, tapi Daisy lebih dulu menyelanya. "Gue udah pernah bilang ya, Al. Ngga semua yang kita pengen bakal terwujud, sama kaya perasaan seseorang. Gue ngga bisa paksa hati Gabrian untuk suka sama gue. Begitupun lo dan Gabriel."

🔮🔮🔮

      "Dai, gue mau nginep dirumah lo aja ya? Gue lagi males pulang nih, bokap nyokap gue lagi ke luar kota." pinta Alamanda sembari memasukkan beberapa buku yang ia gunakan belajar tadi ke dalam tas. Sekarang adalah waktunya untuk siswa/siswi pulang ke rumah mereka masing-masing.

      "Oh yaudah deh, gue juga seneng kalo lo nginep. Tapi, lo udah bawa baju?" Mengingat orang tua mereka sibuk, mereka sering sekali ditinggal oleh orang tua karna urusan bisnis. Ditambah mereka berdua sama-sama anak tunggal.

      "Baju di mobil masih ada sih, gue kan sering simpen baju di mobil supaya kalo mau nginep dadakan ngga perlu pulang ke rumah lagi," ucap Alamanda cengengesan. Daisy pun hanya terkekeh menanggapi itu.

       "Yaudah ayo sekarang balik," ajak Daisy kemudian mereka berdua beriringan keluar dari kelas. Kelas juga sudah sepi.

       "Daisy!" panggil seseorang membuat mereka berdua menoleh ke belakang bersamaan.

       "Gabrian?" ucap Daisy sedikit terkejut ketika pria tersebut memanggilnya. Jarang-jarang seorang Gabrian Rayn Arion memanggil namanya. Alamanda mengulum senyumnya dan mencolek lengan gadis itu membuat Daisy segera menepisnya dan ikut tersenyum malu.

       Daisy memang tidak tau apa yang pria itu akan katakan, tapi mendengar suara bariton Gabrian menyebut namanya membuat ia seakan terbang kali ini. "Ada apa, Brian?" tanya Daisy ketika melihat pria tersebut sudah berada di hadapannya.

       "Gue bisa ngobrol sebentar sama lo? Bentar aja kok," pinta Gabrian membuat hati Daisy berbunga-bunga. Jantungnya berdetak lebih kencang menatap pria yang sungguh tampan berdiri di hadapannya.

       Alamanda yang mengerti mereka berdua perlu bicara berdua pun memilih pamit. "Dai, gue duluan aja ke rumah lo, ngga papa ya? Gue ngga mau ganggu kalian," ucap gadis itu sembari menatap geli kearah Daisy yang sudah menatapnya memohon untuk tidak meninggalkannya.

       "Makasih, Al!" ucap Gabrian membuat Daisy membulatkan matanya. Sedangkan Alamanda sudah berbalik meninggalkan koridor yang sudah sepi.

      "Mau ngobrol apa, Brian?" sepertinya lebih lama di dekat Gabrian membuat kondisi jantungnya tidak sehat lagi. Jantungnya malah berpacu lebih cepat dari ritme seharusnya untuk memompa darah ke seluruh tubuh.

       Apalagi Gabrian seakan rela jika Alamanda meninggalkan mereka berdua. Itu berarti Gabrian ingin berbicara berdua saja? Bolehkah Daisy berharap dan baper untuk itu?

MY CAMELLIA

Untuk informasi lebih lanjut tentang 'My Camellia' kalian bisa hubungi penulis melalui via sosial media. Mari kita sharing seputar penulis dan novel!

Instagram : @dtaarianii
WhatsApp : 081236865211

My CamelliaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang