"Clava? Lo Clava Adiva, kan?" ucap Daisy tak percaya ketika melihat gadis yang tak asing dimatanya tengah berjalan di koridor.
"Daisy Adisty? Iya, ini gue." balas Clava tersenyum.
"L-lo kok bisa disini? Kapan balik dari Los Angeles? 3 tahun udah berlalu, lo makin cantik aja. Udah kaya bule beneran!" seru Daisy dengan keramah-tamahannya. Saat duduk dibangku SMP mereka memang cukup dekat.
"Gue baru balik kemarin. Oh ya, gue juga ketemu Gabriel sama temen-temennya di bandara. Oh sama adiknya juga. Mereka lagi hang-out di starbuck bandara,"
"Oh ya? Wah, gue ngga nyangka kita ketemu lagi. Lo bakal menetap disini? Atau cuma sementara?"
"Rencananya gue menetap sepuasnya di Jakarta. Bokap nyokap gue masih di LA, mungkin sesekali gue jenguk mereka ke LA, atau mereka yang liburan kesini." sahut Clava.
Daisy manggut-manggut mengerti, "Lo udah tau masuk kelas mana?"
"Hmm, kemarin nyokap gue bilang XI IPS 2, itu dimana ya? Gue baru aja mau ke ruang kepala sekolah untuk tanya kelas gue."
"Oh itu kelas sebelah gue. Yaudah sekalian gue anterin!" ajak Daisy dan dengan senang hati Clava turut mengikutinya.
"Ini kelasnya!" tunjuk Daisy pada kelas yang berisikan tulisan "XI IPS 2".
"Iya bener, makasih ya! Lo masih aja ramah, baik dan ceria. Oh ya, gue mau tanya dimana kelasnya Gabriel dan teman-temannya."
"Dia sekelas sama gue, XI IPS 1."
"Oh gitu. Yaudah makasih banyak ya, Dai. Gue masuk kelas dulu," Clava melambaikan tangannya dan dibalas baik oleh Daisy."Daisy! Lo ngapain diem di kelas sebe— Clava?" ucap Alamanda sambil melongo tak percaya.
"L-lo k-kok bisa disini?"
"Gue pindahan hari ini, gue kelas sini." tunjuk Clava pada kelasnya.Alamanda segera menarik tangan Daisy masuk ke kelas mereka. "Itu bener Clava Adiva? Mantan Gabriel?" tanya gadis itu cepat.
"Iya,"
"Ngga! Ngga! Kenapa dia harus pindah kesini sih? Udah bagus di LA, ngga usah balik aja sekalian! Kalo pun dia bosen di LA, dia bisa pindah ke negara lain kan? Swiss kek, Swedia, Belgia, India atau di Timor Leste aja!" kesal gadis itu."Lo takut Clava sama Gabriel balikan?" tebak Daisy yang memang 100% benar adanya.
"Yaiyalah, apalagi? Kenapa banyak banget sih yang pindah kesini? Terakhir tiga adik kelas itu yang buat kepopuleran gue turun."
"Dai, gue udah capek liat mereka pacaran, trus pas gue denger kabar mereka putus karna Clava harus ke LA, gue—"
"Ngga ada perubahan kan?" cicit Daisy.
"Hah? Maksud lo?"
"Walaupun saat itu Clava ke LA dan hubungan mereka selesai, lo sama Gabriel tetep ngga bisa bersatu kan? Itu karna memang lo bukan untuk Gabriel."Alamanda menoleh cepat kearah sahabatnya itu. "Jadi, maksud lo gue ngga pantes untuk Gabriel? Gue bakal berusaha supaya Clava dan Gabriel ngga balikan."
"Gue bukan ngga bilang lo sama Gabriel ngga pantas. Cuma seharusnya lo sadar, ngga ada yang bisa dipaksakan termasuk perasaan." Daisy menjeda kalimatnya dan menggenggam tangan sahabatnya. "Secara ngga sadar, perasaan lo ke Gabriel berubah jadi obsesi."
....
"Gabriel!"
"Clava? Ada apa?" tanya Gabriel ketika seorang gadis menghampiri dirinya.
"Gue mau ngomong sama lo di taman belakang, bisa?"
Gabriel mengernyitkan dahinya lalu kemudian mengangguk. "Bisa." mereka berdua pun beriringan menuju taman yang jarang dikunjungi murid-murid sekolah.
Tak ada yang memulai pembicaraan, suasana berubah menjadi canggung. Hingga akhirnya Gabriel berdehem untuk menetralkan suasana. "Gimana awal pertama sekolah disini? Lo lebih suka disini atau di LA?"
Clava tampak berpikir, "Menyenangkan. Ada beberapa hal yang ngga bisa gue dapet di Indo, tapi gue dapet di LA. Begitupun sebaliknya,"
Gabriel manggut-manggut mengerti, "Lo mau ngomong soal apa?" tanya pria itu to the point, karna tak ada topik pembicaraan lagi.
Clava tampak gugup, entah karna pembicaraan yang akan ia sampaikan atau karna mereka sudah tak bertemu selama 3 tahun? "G-gue mau minta maaf kalo kehadiran gue tiba-tiba kaya gini bisa buat lo ngga nyaman, apalagi saat itu gue memutuskan untuk ninggalin lo,"
"Lo ngga perlu minta maaf, Cla. Dan, situasi ini sama sekali ngga merugikan gue. Yang berlalu atau yang sudah jadi masa lalu ngga usah dibahas lagi. Lo sekolah yang nyaman aja disini. Kalo gitu gue balik dulu,"
Baru beberapa langkah Gabriel pergi, suara gadis itu kembali mengintrupsi membuat langkahnya terhenti. "Apa kita ngga ada kesempatan untuk balik kaya dulu lagi? Apa gue memang udah jadi masa lalu lo, Gab?"
"Maksu—"
"Gue memang ngga tau malu, gue yang ninggalin lo, tapi sekarang gue yang berharap kesempatan itu masih ada." jelas Clava lagi.
Gabriel sempat terdiam beberapa detik, "Gue ngga yakin soal itu." pria itu kemudian pergi tanpa memberikan jawaban yang jelas untuk Clava. Sedangkan gadis itu hanya bisa menatap kepergian Gabriel, pria yang masih ia cinta.
Gue harap kesempatan itu masih ada, karna sampai sekarang perasaan ini selalu ada. Batin Clava.
"Ada yang bilang kalo balikan sama mantan itu sama kaya baca novel dua kali. Endingnya tetep sama dan ngga ada yang berubah," ucap seseorang muncul dibelakang Clava.
"Lo masih suka Gabriel padahal tau dia ngga pernah punya perasaan sama lo? Lo ngga pernah berubah, Al!" sindir Clava kepada Alamanda. Ya, gadis itu mendengar semua pembicaraan Clava dengan Gabriel.
"Gue suka dia sejak SMP, bahkan sampai sekarang. Ngga akan gue biarkan lo balikan lagi sama dia," tegas Alamanda menatap nyalang Clava.
"Kenapa? Lo bakal ganggu hubungan gue sama dia persis seperti 3 tahun lalu? Bahkan setelah kita putus pun, lo masih ngga bisa bersama Gabriel. Kenapa? Karna Gabriel memang ngga pernah punya perasaan untuk lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Camellia
Romance"Kamu Astungkara, aku Amin. Kamu Pura, aku Gereja. Kamu Weda, aku Injil. Bisakah aku menyempurnakan semuanya tanpa ada lagi perbedaan diantara kita walaupun aku tau itu tak mungkin?" "Apa aku bisa menjadikan dirimu milikku, meski aku tau dunia tak...