"Clava, lo ngga papa? Apa perlu kita ke rumah sakit?" Gabriel segera menuju UKS saat mendapat telfon dari Gabrian bahwa Clava sudah sadar.
Terlihat wajah gadis itu masih pucat. "Ngga papa, kepala gue doang yang masih pusing."
"Yang ngelakuin ini ke lo Alamanda kan?" terka Gabriel langsung membuat Clava terkejut.
Gabrian yang mendengarnya juga ikut terkejut, "Alamanda? Lo serius, Gab? Jangan asal fitnah orang."
Gabriel memandang wajah Clava meminta jawaban. "Jawab, Cla! Gue udah liat di ruang CCTV lorong deket kamar mandi. Alamanda masuk ke toilet setelah lo,"
"Wah, gila ya tuh orang. Bertahun-tahun gue kenal sama dia, baru kali ini dia berbuat kaya gitu. Udah lah, Gab. Jangan paksa Clava dulu. Dia baru aja sadar, masih shock." pinta Gabrian.
Gabriel pun menyadari itu, pria tampan tersebut langsung menghela nafas untuk menetralkan emosinya. "Sorry, gue kebawa emosi. Mending lo istirahat dulu disini."
"Brian, lo bisa balik ke kelas sebelum guru nge-cek ke kelas kita." sambung Gabriel.
Gabrian pun mengangguk. "Oke, gue balik dulu. Cla, cepet sembuh ya!"
Clava tersenyum. "Makasih, Brian."
"Lo tidur aja, nanti gue yang minta izin ke guru yang ngajar di kelas lo." Gabriel ingin pergi namun lirihan suara itu mencegahnya pergi.
"Jangan pergi.."
"Gue mau lo tetep disini, Gab. Temenin gue,"^^^
Gabriel menarik tangan Alamanda untuk keluar dari kelas. Alamanda yang ditarik dengan spontan itu pun terkejut sekaligus bingung. Apalagi tarikan Gabriel sangat kencang dan membuat tangannya sedikit sakit.
"Ada apa, Gab? Kenapa lo narik-narik gini!" seru Alamanda tak terima.
"Kalo lo mau ngomong kan bisa bilang baik-baik!" seru gadis itu lagi.Gabriel pun menghentikan langkahnya dan menghentakkan tangan Alamanda, banyak pasang mata yang melihat kejadian itu. Mereka semua bertanya-tanya mengapa Gabriel terlihat sangat marah.
"NGOMONG BAIK-BAIK LO BILANG? SETELAH LO BIKIN CLAVA JATUH DI KAMAR MANDI?" bentak Gabriel membuat Alamanda terkejut. Kali ini ia sangat takut, ia tau Gabriel tak menyukainya, tapi pria itu tak pernah membentaknya.
"Tenangin diri lo, walaupun Alamanda salah dia juga perempuan." bisik Gevano agar sepupunya itu tidak hilang kendali.
"Bener apa yang dibilang Gevano, lo ngga mau guru sampe tau keributannya kan?" bisik Gavaro lagi.
Karna mendengar itu, Gabriel pun berusaha mengendalikan lagi.
"M-maksud lo apaan sih? Clava kenapa? Gue ngga ada berbuat a-apapun ke d-dia. Ya walaupun gue ngga suka sama dia, tapi bukan berarti gue lakuin itu ke Clava!"
"Ngga usah ngelak, Al! Lo lupa kalo setiap sudut sekolah disini selalu terpasang CCTV? Lo lupa kalo di lorong deket kamar mandi ada CCTV?"
Alamanda benar-benar terkejut, bahkan ia lupa dengan CCTV di sekolahnya. Gadis itu diam, ia tak tau harus mengatakan apa.
"Gue ngga tau kenapa lo jadi sejahat ini, Al. Gue ngga bakal laporin ini ke guru, tapi gue harap lo ngga usah ganggu hidup gue dan Clava." tegas Gabriel membuat hati Clava teriris.
"Gab! Demi apapun gue ngga lakuin itu ke dia!" Alamanda berusaha meyakinkan Gabriel bahwa ia tidak melakukan hal tersebut.
"Lo yang lakuin itu ke gue. Buat apa lagi bohong kalo lo udah tertangkap basah?" ucap seseorang membuat Alamanda menoleh ke belakang. Tersirat kebencian ketika melihat Clava datang.
"Oke-oke. Gue akui. Tapi, gue ngga sengaja dorong dia, dan akhirnya dia jatuh kepalanya terbentur wastafel. Tapi, sumpah gue ngga sengaja." Alamanda memilih mengakui walaupun akhirnya dirinya dihujat.
"Al, gue minta sama lo untuk pergi dari hidup gue. Buat perasaan lo, gue minta untuk kubur dalam-dalam. Karna gue ngga pernah bisa balas perasaan lo," ucap Gabriel kemudian pergi, namun Alamanda tak bisa tinggal diam.
"KENAPA? KARNA LO MAU BALIK SAMA CLAVA? HARUS BANGET LO PERMALUIN GUE KAYA GINI, GAB?" air mata gadis itu sudah tak terbendung. Hatinya sakit, sekaligus malu. Apalagi sekarang banyak orang melihat kejadian ini, termasuk sahabatnya. Ia yakin sahabatnya itu kecewa atas perbuatannya kepada Clava.
Gabriel berbalik menatap Alamanda. Clava juga ingin tau apa yang akan pria itu katakan. "Ini ngga ada hubungannya sama Clava. Gue cuma jujur sama perasaan gue. Kalo ini nyakitin lo, gue minta maaf. Tapi, gue bener-bener ngga bisa."
Alamanda menatap kepergian Gabriel. Ia menangis di depan banyak orang, gadis yang selalu menjaga image-nya itu kini tak berlaku lagi. Hanya karna seorang Gabriel Jayn Narazka, pria yang takkan pernah bersanding dengannya.
"Gila, jadi Alamanda yang dorong Clava sampe pingsan?"
"Dih, ngeri juga ya kalo ketemu orang modelan gini,"
"Cantik sih cantik tapi bejat,"
"Bibit psikopat. HAHAHAHA,"
Alamanda benar-benar tidak kuat mendengar mereka semua berbicara buruk tentangnya. "ARGHHH DIEM LO SEMUA!!" bentak gadis itu kemudian segera pergi meninggalkan koridor. Daisy tak bisa tinggal diam, ia segera menyusul sahabatnya itu.
...
"Lo berdua udah denger ngga? Kalo si Alamanda buat kak Clava pingsan di kamar mandi?"
"Gimana bisa?"
"Kayanya mereka berantem deh di kamar mandi. Gue yakin si Alamanda duluan yang cari masalah. Secara kan dia suka sama kak El,"Camellia menatap Sakura, "Apa hubungannya sama kak El?"
"Ya ngerebutin kak El lah, apalagi?"
"Trus katanya di depan kelas XI IPS 1 juga pada ribut-ribut. Kak El marah-marah sama Alamanda." ucap Edelweiss.
"Ya wajar sih lagian Alamanda childish. Kak Clava sama kak El kan belum balikan. Mereka cuma pernah ada di masa lalu." sahut Sakura.
"Kira-kira kak El masih suka kak Clava ngga ya?"
"Di dunia ini yang paling menakutkan adalah manusia," cicit Camellia kemudian beranjak dari tempat duduknya.
"Kemana lo?"
"Kumpul ekstra!"....
Daisy melihat Alamanda tengah duduk seorang diri di taman belakang sekolahnya. "Al.." panggil gadis itu menepuk bahu sahabatnya.
"Kalo lo mau marahin gue kaya Gabriel mending lo balik ke kelas," cicit Alamanda sembari menghapus air matanya.
Daisy duduk disamping sahabatnya itu. "Siapa bilang? Gue tau lo buat kesalahan, tapi bukan berarti seorang sahabat pergi ninggalin sahabatnya sendiri."
Alamanda menoleh menatap Daisy dengan mata berkaca-kaca, lalu memeluk gadis itu. "Kenapa sih gue harus kaya gini? Sekarang satu sekolah ngomongin gue, menghina gue. Gue rasanya udah ngga mampu sekolah disini lagi. Mungkin gue bisa dibenci ribuan orang, tapi kalo gue harus dibenci orang yang gue sayang, gue ngga sanggup, Dai."
Daisy merasa sakit juga melihat sahabatnya terpuruk, namun perasaannya itu membuatnya melakukan kesalahan. "Gue tau, Al. Lo harus sadar sama kesalahan lo. Dan, sadar kalo memang perjuangan lo harus berhenti disini untuk Gabriel."
Alamanda melepas pelukannya dan meminta penjelasan kepada Daisy.
"Kita memang banyak perbedaan, Al. Terserah apa kata orang diluar sana, sekalipun lo berbuat kesalahan berulang kali, gue ngga akan pergi ninggalin lo. Jadi, pikirin baik-baik untuk tetap berjuang atau berhenti sampai disini."
Alamanda menghapus air matanya. "Lo memang bener, gue harus berhenti. Berhenti mengharapkan orang yang ngga akan pernah bersanding sama gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Camellia
Romance"Kamu Astungkara, aku Amin. Kamu Pura, aku Gereja. Kamu Weda, aku Injil. Bisakah aku menyempurnakan semuanya tanpa ada lagi perbedaan diantara kita walaupun aku tau itu tak mungkin?" "Apa aku bisa menjadikan dirimu milikku, meski aku tau dunia tak...