"Gabriel! Gabriel! Lo ngga ada kepikiran buat balik sama Clava kan? Please lah, buat apa lo balik jalanin hubungan sama orang yang udah ninggalin lo?"
Gabriel menghembuskan nafas kasar, "Al, lo bisa kan urus hidup lo sendiri? Gue tau lo suka sama gue, gue hargai perasaan lo sama gue dari dulu. Tapi, lo ngga ada hak untuk ngurus atau ikut campur urusan gue."
"Gue ngga akan biarin lo sama Clava balikan. Kalo pun iya, gue akan lakuin apapun supaya kalian ngga bersama." tegas Alamanda kemudian pergi meninggalkan Gabriel.
"Gila ya tuh orang? Lama-lama jadi ngeri gue sama sifat obsesinya," gerutu Gabriel.
"Siapa yang gila kak?"
Gabriel mencari sumber suara tersebut, "Lia? Ngga itu si Alamanda ngga bakal biarin kakak balikan lagi sama Clava. Memang bener kalo dia obsesi,"
"Biarin aja, kak. Kalo dia capek berjuang, dia bakal berhenti juga kok. Emangnya kakak mau balikan lagi sama kak Clava?" tanya Camellia.
"Ngga tau deh, kakak belum kepikiran untuk itu. Jalanin aja. Kamu mau kemana?"
Camellia menunjukkan kotak nasi yang sedang ia bawa. "Mau bawain bekal nasi kakak. Tadi kan kak El lebih awal berangkat karna piket, jadi aku yang bawa."
Gabriel tersenyum dan mengusap pucuk kepala adiknya. "Kamu memang adik yang baik. Yaudah ayo masuk ke kelas kakak!" ajak Gabriel menarik tangan Camellia.
"Hah? Ngapain? Aku cuma mau ngasih ini doang kok,"
"Iya, masuk. Makan sama kakak!"Mau tak mau Camellia pun masuk ke dalam kelas kakaknya itu. Banyak pasang mata yang tertuju padanya. Banyak pula yang menunjukkan senyumnya kepada dirinya. Apa mungkin karna mereka semua tau bahwa dirinya adalah adik Gabriel?
"Hai, Lia! Sakura ngga ikut?"
"Edelweiss juga?"
"Nyamber aja lu!"Camellia terkekeh dengan perdebatan Gavin dan Gerald. "Ngga, kak. Mereka di kelas, gue tadinya mau bawain makanan kak El."
"Udah cantik, penyayang pula sama saudara!"
"Andai aja gue punya saudara perempuan. Kenapa juga bokap sama nyokap gue ngga mau buat lagi,"
Camellia hanya tertawa kecil dan duduk di bangku Gabriel. "Kak El liat kamu lebih sering senyum semenjak disini. Ada apa nih?"
"Ngga ada apa. Temen kakak pada seru-seru, jadi aku lebih sering senyum."
Gabriel tersenyum mendengarnya, "Lebih baik sering senyum. Kamu ngga senyum aja cantik, apalagi senyum. Bisa-bisa pada pingsan!" kekeh pria itu.
"Eh, Lia? Lo disini? Lo udah makan? Gue bawa banyak makanan nih dari kantin!" cerocos Brian semangat ketika melihat sang pujaan hati berada di kelasnya.
"Makan sana sama Gabrian!" suruh Gabriel membuat Camellia terkejut.
"Hah? Ngga usah, aku—"
"Lo bawa makan apa, Brian?" tanya Gabriel cepat memotong pembicaraan Camellia.
"Ayam,"
"Ngga usah, Li. Makanan yang dibawa Brian itu ayam," ucap Gabriel lagi."Loh, kenapa? Lo ngga suka?" tanya Brian bingung.
"Lia alergi daging ayam," balas Gabriel membuat pria itu terkejut. Jarang-jarang ia mendengar seseorang yang alergi ayam.
"Alergi ayam? Trus lo makan daging apa?"
"Daging ikan, sapi, babi."
"Kalo gitu gue beliin makanan lain, ya?"Camellia menggeleng dan bangkit dari duduknya. "Ngga usah, kak. Gue balik ke kelas aja. Makasih tawarannya," gadis itu kemudian keluar dari kelas kakaknya.
"HAHAHAHAHA, gimana rasanya ditolak bro?" ledek Gerald dengan tawa mengejek.
"Apaan sih, ngga ditolak kali. Coba aja yang gue bawa bukan ayam, pasti dia mau makan sama gue!" elak Brian.
"Ngga papa, Bro. Coba lagi, gue dukung!" seru Gabriel kemudian Brian pun mendekat kearah Gabriel.
"Gab, kasih tau gue dong tentang Camellia selain dia alergi ayam. Supaya bisa mengenal lebih jauh,"
....
"Sa, ke supermarket dong belanja. Gue lagi bm banget nih,"
"Dih, kok gue. Lo yang bm kenapa gue yang lo suruh."
"Tenang aja, lo bebas beli apa aja pake ATM gue." bujuk Edelweiss kepada Sakura.
"Ogah! Males ah,"
"Ngga asik banget lo, Sa!""Apaan sih ribut-ribut! Sini gue aja yang ke supermarket," Camellia memang selalu menengahi saat ada pertengkaran antara dua sepupunya itu.
"Yeay! Sayang banget gue sama lo, Li. Nih pake kartu gue, terserah lo mau beli apa." Edelweiss dengan senang hati memberikan kartu ATM-nya kepada Camellia.
"Okey, yaudah gue berangkat ya!" Camellia mengambil kunci mobilnya.
"Hati-hati, Li!" balas mereka berdua.
Camellia kemudian menancapkan gasnya menuju supermarket untuk membeli keperluan rumah dan beberapa cemilan kesukaan Edelweiss. Tak butuh lama untuknya sampai di supermarket.
Setelah memarkirkan mobil sesuai tempatnya, gadis itu segera mengambil trolly belanja dan memasukkan makanan yang diperlukan. "Ini aja kali ya? Ngga ada lagi?" gumam gadis itu.
Trollynya tak terlalu penuh, gadis itu mendorongnya dan segera menuju kasir. "Makasih ya, mba!" Camellia kemudian menenteng dua plastik besar dan segera memasukkan ke dalam bagasi mobil.
"Wah, kayanya kalo beli bunga untuk vas-vas dirumah bagus tuh!" ucap gadis itu ketika melihat toko bunga di seberang jalan kemudian segera menyebrang jalan tempat toko bunga berada.
"Cantik. Mba, bunga mawarnya 5 bucket ya?" pinta Camellia kepada penjual.
"Baik mba, tunggu sebentar." ucap penjual dengan ramah. Gadis itu kemudian memilih melihat-lihat bunga yang terpajang rapi.
"Kak Brian?" ucap gadis itu saat melihat seorang pria yang juga tengah memilih bunga.
"Camellia? Lo disini juga? Wah, kebetulan banget." ucap Brian dengan senang karna secara tidak langsung bisa bertemu dengan Camellia.
"Iya, gue tadi dari supermarket trus mau beli bunga untuk dirumah. Kalo kakak sendiri?"
"Gue memang sengaja mau beli bunga. Lo mau ikut gue ngga? Gue mau kenalin lo ke seseorang," tanya Brian membuat Camellia bingung.
"Seseorang? Kemana kak? Dan, kenapa gue dikenalin ke dia?"
"Karna lo akan jadi orang spesial bagi gue,"
....
🕟 16.30
"Pemakaman?" cicit Camellia pelan. Ya gadis itu memutuskan untuk mengikuti Brian. Entah angin apa yang membuatnya ingin ikut. Apa karna rasa penasaran? Atau karna ucapan Brian bahwa dirinya akan jadi orang yang spesial di hidup pria yang belum lama ini ia kenal?
"Ayo!" Brian menarik tangan Camellia karna melihat gadis itu hanya diam di tempat. Pria itu paham pasti Camellia bingung mengapa ia pergi ke pemakaman.
Camellia pun hanya menurut dan mengikuti pria di depannya ini. Hingga akhirnya mereka berdua berhenti di depan batu nisan yang bertuliskan "Azkara Arion"
Arion? Berarti ini salah satu keluarga kak Brian. Batin Camellia. Gadis itu tak ingin bertanya banyak, ia hanya diam. Situasi pun menjadi canggung karna keadaan sepi.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Camellia
Roman d'amour"Kamu Astungkara, aku Amin. Kamu Pura, aku Gereja. Kamu Weda, aku Injil. Bisakah aku menyempurnakan semuanya tanpa ada lagi perbedaan diantara kita walaupun aku tau itu tak mungkin?" "Apa aku bisa menjadikan dirimu milikku, meski aku tau dunia tak...