Camellia terkejut setelah mendengar ucapan Brian. "Ngga ada hubungannya sama sekali. Cuma kebetulan terjadi dalam satu hari aja," gadis itu menyeruput tehnya lagi.
"Semua orang punya masa lalu, gue juga dulu sering kebangun karna mimpi, mimpi saat bokap gue naik pesawat diatas langit dan pesawat itu meledak. Mimpi itu terus berulang karna kenangan buruk itu ngga bisa gue lupain. Setiap gue liat pesawat diatas langit, gue selalu teriak ketakutan dan bilang ke bunda kalo pesawat itu bakal meledak. Bahkan, gue sampe jalanin terapi psikologis."
Mendengar cerita Brian, sungguh Camellia kaget. Apa sesuram itu masa lalu Brian?
"Tapi, seiring waktu gue bisa sedikit demi sedikit melepas ketakutan gue. Yang awalnya gue ngira gue bakal gila. Bahkan, gue berani untuk naik pesawat ke Sydney jenguk Oma. Ya, awalnya memang sulit, bahkan gue sampe keringetan di dalam pesawat. Gue saat itu ngerasa pengen kencing di celana," kekeh pria itu, namun Camellia bisa lihat masih ada raut wajah sedih disana.
Namun, Camellia salut dengan Brian karna bisa bertahan sampai sekarang. Sampai masa lalu itu tidak menguasai Brian lagi.
"Setelah gue bisa buat masa lalu itu ngga menguasai hidup gue, gue bisa jalanin hidup gue selayaknya orang normal yang ngga mengalami kenangan buruk di usia dini. Dokter terapi gue bilang dulu, kejadian-kejadian buruk yang menimpa anak-anak usia dini cenderung lebih susah ditangani, karna psikis mereka belum siap menerima. Bunda saat itu udah pasrah, gue sering lihat bunda nangis. Gue ngga mau nambah beban bunda, karna bunda udah ditinggal papa. Jadi, gue bertekad untuk bisa keluar dari kenangan buruk itu."
"Kalo kita ada niat lepas dari kenangan masa lalu, kita pasti ngga akan terjerat di lubang itu terus menerus. Masa lalu memang ngga bisa dilupain, apalagi masa lalu itu membekas di hidup kita. Tapi, yang namanya hidup selalu berjalan. Gue berani bilang gini karna gue pernah mengalami. Sesuram apapun masa lalu lo, jangan biarkan dia mengusai hidup lo yang sekarang."
Camellia menatap Brian yang tengah tersenyum seakan memberikannya semangat. Gue ngga nyangka kak Brian pernah mengalami apa yang gue alami sekarang. Batin Camellia.
Camellia menghembuskan nafas kasar, "Gue punya masa lalu yang buruk bagi gue. Bahkan setelah 12 tahun berlalu gue masih belum bisa lupain semuanya. Setiap inci kejadian itu masih gue inget. Gue pernah berdoa supaya gue kena amnesia biar gue bisa lupain semuanya." lirih Camellia.
"Ngga usah diceritain kalo lo ngga bisa.." saran Brian. Karna tak semua orang bisa menceritakan masa lalu yang kelam.
Camellia menggeleng dan tersenyum. "Setelah denger cerita lo, gue jadi punya kekuatan untuk bisa ceritain semuanya. Karna, gue percaya sama lo, lo pasti ngerti apa yang gue rasain."
Brian tersenyum dan memegang erat tangan gadis itu. "Sekalipun gue ngga ngerti apa yang lo rasain, gue akan selalu ada.."
"Semakin gue berusaha melupakan semuanya, justru kenangan buruk itu selalu muncul di mimpi gue setiap malam. Gue ngga pernah berani cerita sama siapapun soal kenangan buruk ini selain ke keluarga gue. Karna gue ngga yakin mereka bisa ngerti apa yang gue rasain."
"Inti masalahnya 12 tahun lalu, gue pernah tersesat di sebuah taman luas di Sydney. Saat itu gue pergi sama Edelweiss dan Sakura, kita main petak umpet. Usia kita saat itu 5 tahun."
"Sydney?"
"Iya. Gue sama keluarga besar gue pernah tinggal di Sydney sebelum akhirnya pindah ke Perth. Salah satu alasan keluarga pindah kesana, karna mereka ngga mau gue semakin mengingat kenangan itu. Tapi, walaupun gue tinggal di Bali atau pun Jakarta, gue masih bisa ingat semuanya."
"Gue masih inget saat itu jam 5 sore, gue tugas menghitung sedangkan Edelweiss sama Sakura sembunyi. Yang pertama gue mau cari Sakura dulu, tapi ternyata gue terlalu jauh sampai gue lupa start kita main dimana. Gue mulai panik, sambil nangis gue berusaha nemuin Edelweiss atau pun Sakura."
Gadis itu menjeda kalimatnya dan menghembuskan nafas, Brian pun menepuk bahu gadis itu untuk memberinya kekuatan. "Langit saat itu mendung, udah sekitar satu jam gue keliling tapi gue belum ketemu siapapun yang gue kenal. Banyak orang yang datang nanyain gue, tapi gue cuma bisa nangis karna gue ngga bisa bahasa mereka. Gue mau jelasin, tapi saat itu gue ngga bisa bahasa Inggris."
"Gue cuma bisa jalan berusaha untuk pulang kerumah, tapi gue ngerasa gue semakin jauh, bahkan itu bukan lagi area taman. Hujan turun lebat, gue bisa lihat kilatan petir, suara petir, yang gue lakuin jalan dan nutup telinga gue."
"Setelah itu, ada dua orang yang deketin gue. Dia narik tangan gue, seakan maksa gue. Gue bener-bener takut kalo orang itu adalah penculik. Gue berusaha teriak, tapi sama sekali ngga ada yang lewat. Semakin gue nangis, dua orang itu semakin maksa. Sampai akhirnya ada satu orang yang datang, entah apa yang bapak itu bilang ke dua orang tadi sampai mereka kabur."
FLASHBACK!
"Kamu kayanya orang Indonesia ya? Nama kamu siapa? Kenapa kamu sendirian disini? Orang tua kamu mana?"
"C-camellia. A-ku pengen p-pulang. B-bunda! Papa! K-kak El!" ucap Camellia kecil dengan terbata-bata.
"Kamu tau rumahmu? Om bakal anter kamu ketemu sama bunda dan papa kamu.."
"R-rumah aku ba-gus.. trus ka-marku ada gambar h-hellow kitty.."
"Wah bagus, ya. Tapi, kamu tau arahnya kemana?"
Camellia kecil hanya menoleh kanan kiri kebingungan, badan mungil gadis itu bergetar. "A-aku ngg.." gadis itu kemudian jatuh pingsan.
FLASHBACK OFF!
"Gue saat itu pingsan karna kedinginan, dan pas gue sadar gue ada dikamar. Dan, dikamar itu ada Sakura, Edelweiss, kak El, bunda dan juga papa. Tapi, gue ngga ketemu orang yang udah nolong gue. Gue ngga sempet bilang terima kasih. Mungkin itu cuma kejadian kecil tapi saat itu umur gue 5 tahun, dan terlalu berat untuk gue lalui."
"Kalo aja orang itu ngga nolong gue, mungkin dua orang yang maksa gue itu udah culik gue, dan mungkin gue ngga bisa ketemu keluarga gue lagi.."
Brian sekarang mengerti mengapa gadis itu takut hujan dan bunyi guntur. "Lo masih ingat semuanya bahkan setelah 12 tahun berlalu?"
Camellia mengangguk, tak ada satupun yang ia lupa dari kejadian belasan tahun itu. "Setiap hari gue mikirin orang yang udah nolong gue. Bunda bilang orang yang gue maksud itu nelfon kantor polisi, tapi bunda sama papa juga ngga ketemu orang yang udah nolong gue. Saat gue beranjak dewasa, gue bahkan cari pelukis terkenal untuk gambar wajah orang yang udah nolong gue, tapi sama sekali ngga mirip."
"Gue cuma pengen bilang terima kasih, walaupun ini udah terlambat.." sambung Camellia lagi.
"Gue tau lo berhutang budi sama orang itu, lo bisa doain dia dari sini, dimanapun orang itu berada, supaya dia selalu sehat dan bahagia." saran Brian.
"Kak El nyuruh gue berhenti untuk cari orang itu karna mustahil untuk cari satu orang diantara seluruh manusia yang hidup di Bumi. Sampai akhirnya gue lihat foto bokap lo tadi."
Brian mengernyitkan dahinya, "Maksud lo? Bokap gue?"
"Gue belum pasti, karna bisa aja gue salah. Tapi, ngga tau kenapa wajah itu mirip banget sama gambaran di otak gue. Gue harap bisa tau supaya gue bisa bilang terima kasih secara langsung.."
"Li, gue bakal berusaha bantu lo keluar dari trauma masa lalu lo itu.."
"Caranya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Camellia
Romance"Kamu Astungkara, aku Amin. Kamu Pura, aku Gereja. Kamu Weda, aku Injil. Bisakah aku menyempurnakan semuanya tanpa ada lagi perbedaan diantara kita walaupun aku tau itu tak mungkin?" "Apa aku bisa menjadikan dirimu milikku, meski aku tau dunia tak...