Camellia - 24. Terlambat

15 1 0
                                    


    Di Kediaman Camellia, Sakura dan Edelweiss yang megah dua sepupu tersebut berulang kali mengetuk pintu kamar saudaranya. Jarum jam sudah menunjukkan pukul 06.30 tetapi saudaranya itu tak kunjung bangun. Sedangkan, hari ini adalah hari senin, hari dimana pintu gerbang sekolah lebih awal ditutup karna upacara bendera.

DORR!! DORR!!!

"LI! LIA! BANGUN DONG!" entah sudah berapa kali Sakura dan Edelweiss berteriak seperti itu, tetapi sang empu masih berada di bawah selimut. Kamar Lia dikunci, sehingga mereka tidak bisa membangunkan secara langsung.

"Sa, kayanya Lia ngga bakal bangun deh. Kemarin pas gue mau ambil air sekitar jam 1 malam, lampu kamarnya masih hidup. Kayanya dia begadang nonton lagi deh," ucap Edelweiss yang sudah kelelahan.

"Gila ya tuh anak, udah tau hari ini ada upacara. Trus gimana dong? Ini udah jam setengah 7. Ucapara setengah jam lagi dimulai. Abis upacara juga kita ada ulangan sejarah. Mana kak El udah berangkat,"

"Gimana kalo kita minta izin ke om Abby? Bilang aja kalo liat sakit,"

"Kita bohong dong ke om Abby?"

"Ya trus gimana lagi, Sa? Kita ngga tau dia bakal bangun jam berapa. Trus kita juga ngga mungkin nunggu dia bangun. Kita titip pesen ke asisten rumah, biar nanti kasih tau Lia pas dia bangun,"

15 menit berlalu, seorang gadis cantik ini menggeliat dalam tidurnya, kemudian mengerjap-ngerjapkan matanya membiarkan cahaya perlahan masuk ke dalam matanya. "Kok jam 5 cahayanya terang gini? Bukannya matahari terbit jam 6?" gumam Lia yang belum sadar.

"Jangan bilang?" ucap Lia dengan cepat melihat jam wekernya.

"HAH? 6.45?" pekik Lia terkejut kemudian dengan cepat loncat dari kasur menuju kamar mandi. Camellia bersiap-siap dalam waktu 15 menit.

Camellia kemudian segera turun ke lantai bawah. "Non Lia? Non Lia sekolah? Bibi dikasih pesen sama non Sakura kalo non Lia ngga usah sekolah, mereka bakal minta izin ke pak Abby,"

Camellia dengan cepat mencari kunci mobilnya. "Ngga bisa, Bi. Jam pertama ada ulangan sejarah, aku males nyusul. Aku berangkat ya!" gadis itu segera masuk ke mobil mewahnya dan menancap gas semaksimal mungkin.

Butuh waktu 20 menit untuk sampai ke sekolah, akhirnya gadis itu sampai dengan selamat. Walaupun, pintu gerbang sudah tertutup. "Ah, sial! Udah ketutup lagi, gue bakal dihukum. Trus, ngga bisa ikut jam sejarah. Kalo gue masih sekolah di Bali sih bodoamat mau dihukum, tapi disini yang jadi kepala sekolah itu Om Abby. Gue ngga mau mempermalukan om Abby yang udah baik sama gue," gerutu Camellia.

"Lia?"

Camellia terkejut dan membalikkan badannya. "Kak Brian?"

"Terlambat juga lo?" tanya Brian dan dibalas anggukan canggung. Ia tak mau dicap murid malas padahal dia murid baru di sekolah itu.

"Iya, kak. Tapi, sekarang gue mau pulang aja."

"Kok pulang? Udah di sekolah, harus tetep sekolah. Ikut gue,"

Brian menarik tangan Camellia, sedangkan gadis itu tampak kebingungan karna Brian menariknya sambil berlari. "Ini ruangan apa, kak? Kita ngapain disini?" tanya Lia saat melihat ruangan kecil. Jadi, ternyata depan sekolah terhubung dengan salah satu ruangan kecil di sekolah?

"Ini ruangan nembus ke kantin. Kita tunggu disini sampe upacara selesai. Tapi, masalahnya.." ucap Brian menggantung membuat Lia penasaran.

"Apa?"

"Kantin selalu ada yang jaga untuk liat murid-murid yang ngga ikut upacara bendera, terlambat atau bolos. Apalagi kalo kita bawa tas gini, udah pasti ketauan." jelas Brian membuat Camellia menjadi bingung.

"Trus gimana? Upacara bentar lagi selesai, kita ngga bisa disini terus. Apalagi gue jam pertama ada ulangan sejarah," ucap Camellia pelan. Brian tampak terus berpikir, agar Camellia bisa keluar tanpa terlibat masalah.

Setelah beberapa menit berpikir, Brian terfokus dengan tas yang digendong oleh Camellia. "Model tas lo bisa dilipet ya?" tanya pria itu membuat Camellia mengerutkan dahinya.

"Hah? Iya, kak. Kalo kosong bisa dilipet, tapi disituasi kaya gini jangan fokus ke tas gue dong," kesal Camellia membuat Brian terkekeh. Karna sekarang dari jarak dekat ia bisa melihat ekspresi panik Camellia. Setiap harinya, ia hanya bisa melihat ekspresi datar khas Camellia Garbera.

"Bukan gitu, cantik. Mending sekarang lo lepas tas lo, terus keluarin buku-bukunya dan lipet tas lo. Masukkin semuanya ke tas gue." Mendengar perintah tak masuk akal dan membingungkan dari Gabrian membuat otak Lia berpikir keras.

"Hah?"
"Udah lakuin cepet, upacara bentar lagi selesai!"

Walau tidak mengerti, Lia tetap mengeluarkan bukunya dan memasukkan ke tas Brian. Lalu, tasnya ia lipat sehingga menjadi kecil kemudian memasukkan ke dalam tas Brian. "Udah, kak."

"Sekarang lo dengerin gue. Nanti lo keluar dari ruangan ini dan pura-pura beli air. Lo juga harus pake topi, supaya guru atau penjaga ngira lo habis upacara. Nah, guru ngga bakal curiga sama lo. Setelah itu lo tunggu gue di depan perpustakaan. Ruang perpustakaan deket sama kamar mandi dan kelas lo. Gue bakal kesana ngasih buku dan tas lo, setelah itu lo masuk ke kelas."

Camellia sampai melongo mendengar penjelasan kakak kelasnya itu. "Maksud lo? Tapi, kalo lo keluar, lo bakal di hukum, kak!"

"Gue ngga masalah, ini bukan sekali atau dua kali gue bolos upacara karna terlambat. Gue udah sering dihukum, palingan hormat dibawah tiang bendera sampe jam istirahat. Kalo kita keluar berdua, lo juga dihukum, lo ngga mau nyusul ulangan sejarah kan?"

Camellia sangat bingung, ia memang tak ingin menyusul ulangan, tapi ia juga tidak bisa merelakan kakak kelasnya dihukum, sedangkan ia juga bersalah. "Tapi, kak. Gue ngga bisa, gue salah, gue harus dihukum juga."

"Camellia, dengerin gue. Nanti pas gue keluar, guru yang nunggu di kantin bakal nyuruh gue ke ruang BK. Tapi, sebelum itu gue bakal minta izin ke toilet dan kita ketemu di depan perpustakaan. Lo ngerti kan?"

Camellia ragu, sangat ragu. Kemudian Brian memegang kedua bahu adik kelasnya itu. "Sekarang lo keluar, upacara udah selesai. Cepet pake topi lo!" titah Brian, dan dengan gerak ragu Lia memasang topinya.

"Cantik," ucap Brian mengelus kepala adik kelasnya yang sudah ditutup topi. Camellia sempat tercengang, namun akhirnya kakinya perlahan mundur dan keluar dari ruangan. Walaupun ia sempat menoleh ke belakang untuk melihat kakak kelasnya itu.

Gue sih berharap bisa dihukum berdua di bawah tiang bendera supaya bisa deketan. Tapi, gue lebih ngga tega kalo liat lo dihukum panas-panasan. Batin Brian.

Setelah Camellia keluar dari ruangan, Brian pun keluar dan benar saja ada beberapa guru yang menjaga di kantin. Camellia sudah tidak ada di kantin. "Maaf, bu. Saya terlambat." ucap Brian.

"Gabrian? Kamu terlambat lagi? Cepat ke BK. Supaya guru BK mencatat namamu," titah seorang guru.

"Tapi, saya minta izin ke toilet ya, bu? Udah ngga tahan," pinta Brian seperti menahan kencing.

"Ngga bisa. Nanti kamu malah kabur,"

"Ngga, bu. Kalo saya kabur, silakan tambah hukuman saya." Brian adalah pria bertanggung jawab, ia tidak akan kabur dari masalah yang diperbuatnya.

"Oke. Ibu percaya kamu, tapi cepet ya!"

Brian tersenyum, "Makasih ibu cantik," seru pria itu kemudian berlari menuju ruang perpustakaan yang searah dengan toilet, sehingga tak ada kecurigaan.

My CamelliaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang